Home / Romansa / OBSESI PRIA BERKUASA / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of OBSESI PRIA BERKUASA: Chapter 31 - Chapter 40

75 Chapters

Malam yang tak terlupakan

Malam semakin larut saat Agatha dan Rohander melangkah menuju mobil mereka. Keberadaan bintang-bintang di langit malam membuat suasana terasa magis dan penuh janji. Rohander membuka pintu mobil untuk Agatha dengan sopan, lalu duduk di kursi pengemudi dan memutar kunci kontak. "Jadi, ke mana kita akan pergi untuk popcorn dan cola ini?" tanya Agatha dengan penuh antusiasme, melirik ke arah Rohander yang mulai mengemudikan mobil. Rohander tersenyum penuh kemenangan. "Aku sudah menyiapkan tempat favoritku. Tempat ini memiliki popcorn yang menurutku sulit ditandingi, dan cola yang sangat menyegarkan." "Bagus sekali!" Agatha berseru sambil mengedipkan mata. "Aku sudah siap untuk tantangan ini. Tapi ingat, aku akan mengawasi setiap gerakanmu." "Dan aku akan siap untuk setiap upaya untuk mencuri popcorn dari kamu," kata Rohander sambil memelintir stir mobil dengan percaya diri. "Kita akan lihat siapa yang bisa mengalahkan siapa." Sesampainya di tempat tujuan, Agatha melihat sebuah bioskop
Read more

Percakapan panjang

Setelah keluar dari bioskop, suasana di antara Agatha dan Rohander mulai berubah, ketegangan samar terasa di udara. Saat mereka mendekati mobil, Rohander tiba-tiba menghentikan langkahnya, menatap langit malam yang berkilauan.“Ada yang salah?” tanya Agatha dengan nada khawatir.Rohander tidak langsung menjawab, melainkan menarik napas dalam. “Kadang, Agatha, aku merasa terlalu nyaman saat bersamamu. Seolah-olah... segalanya terlalu sempurna, dan itu membuatku takut.”Agatha berhenti, menatapnya dengan tatapan serius. "Apa yang kamu takutkan sebenarnya, Rohander?"Rohander akhirnya menatapnya, matanya gelap dan intens. "Aku takut kehilangan kendali. Setiap kali kamu ada, segalanya berubah. Aku, yang biasanya begitu tegas dan berkuasa... menjadi lemah."Agatha tertawa kecil, tetapi suaranya tegang. "Jadi, ini masalahmu? Kamu takut bahwa kamu manusia seperti orang lain?"Rohander merengut. “Kamu tak mengerti. Dunia yang aku tinggali bukan dunia biasa. Aku selalu di atas, selalu memiliki
Read more

Pembunuh yang tunduk

Ketika malam mulai menjelang, suasana di apartemen Rohander mulai tenang. Agatha duduk di balkon, memandangi langit malam yang dipenuhi bintang. Ada perasaan yang sulit dijelaskan di hatinya. Keamanan yang Rohander janjikan terasa nyata, namun begitu menyesakkan. Rohander, yang duduk di seberang Agatha, sesekali meliriknya. Ketenangan ini terasa sementara, seperti badai yang sedang menunggu untuk datang. Dan ternyata, perasaan itu benar.Suara interkom di pintu depan berbunyi. Rohander langsung berdiri, gerakannya tegas dan waspada. Dia berjalan cepat menuju pintu dengan langkah yang penuh intensitas, sementara Agatha menoleh, merasa ada sesuatu yang tidak beres."Siapa itu?" tanya Agatha dengan sedikit khawatir.Rohander tidak menjawab, hanya memberikan isyarat dengan tangannya agar Agatha tetap di tempat. Ada sesuatu dalam gerakannya yang membuat Agatha waspada, seperti seekor binatang buas yang mendeteksi ancaman.Ketika Rohander membuka pintu, seseorang berdiri di ambang pintu. S
Read more

Mereka berdua... tidak waras

Suasana malam di mansion Rohander terasa tegang. Setelah hari yang panjang, Agatha sedang duduk santai di ruang tengah, ditemani suasana yang sepi. Pelayan di rumah itu selalu tampak takut dan menjaga jarak dari Rohander—begitu pula dari Agatha. Namun, malam ini ada yang berbeda.Seorang pelayan datang menghampiri dengan langkah ragu-ragu, membawa sebuah kotak hitam kecil. Tangannya gemetar, wajahnya pucat, seolah kotak itu membawa kabar buruk."Maaf, Nona Agatha," kata pelayan itu, suaranya bergetar. "Ada paket ini... baru saja tiba. Untuk Anda."Agatha menatap pelayan itu tanpa ekspresi, lalu menatap kotak hitam di tangannya. Ada sesuatu yang aneh dan mendebarkan dalam perasaannya, tetapi dia tetap tenang."Letakkan di sini," katanya pelan sambil menunjuk meja di depannya. Pelayan itu meletakkan kotak dengan hati-hati, seolah takut isinya bisa meledak kapan saja, lalu mundur dengan cepat.Agatha memandangi kotak itu selama beberapa detik, tidak terburu-buru. Rohander yang baru saja
Read more

Pertunjukan baru saja dimulai

Suaranya rendah dan penuh otoritas seperti biasanya. Di sela-sela obrolan, Agatha mencuri dengar potongan kata tentang "pembayaran," "pengkhianatan," dan "pergerakan baru." Meski terbiasa dengan dunia gelap di sekitar Rohander, kali ini ada sesuatu yang terasa berbeda. Sesuatu yang lebih mendesak.“Rohander, ada sesuatu yang tidak kau ceritakan padaku, bukan?” tanya Agatha, suaranya lembut namun penuh ketegasan, saat Rohander selesai dengan teleponnya.Rohander menatapnya, matanya seolah mempertimbangkan sesuatu. “Ada hal-hal yang tidak perlu kau tahu, Agatha,” jawabnya datar.Agatha berdiri, berjalan mendekat dan menghentikan langkah di depannya. “Kau tahu aku bukan orang yang akan diam saja. Kita melewati terlalu banyak hal bersama untuk menyembunyikan apapun.”Rohander menghela napas, menatap Agatha dalam. “Seseorang dari masa laluku kembali. Orang yang seharusnya sudah lama mati.”Tatapan Agatha mengeras. “Siapa?”"Lucas," ucap Rohander perlahan, seolah menyebut nama yang membawa
Read more

Keberanian Agatha

Beberapa hari setelah kepergian Rohander, sebuah pesan singkat sampai di mansion. Kabar dari Rohander, yang menyatakan bahwa urusan di luar negeri akan memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan. Semua orang di mansion terlihat gelisah—tanpa Rohander di sekitar, mereka merasa lebih terancam. Namun, Agatha tetap tenang seperti biasa, mengabaikan kekhawatiran yang dirasakan semua orang.Suatu malam, setelah makan malam, mansion tiba-tiba dilanda kepanikan. Pelayan-pelayan berlari dari satu ruangan ke ruangan lain, mencari Agatha yang mendadak menghilang. Namun, meski semua tahu betapa seriusnya situasi ini, tidak ada yang berani melaporkan kejadian itu pada Rohander. Agatha sebelumnya sudah memberikan instruksi dengan tegas:"Jangan beritahu Rohander tentang apa pun yang terjadi. Percayalah, aku tahu ini akan terjadi."Perintah itu diikuti, walaupun perasaan cemas menghantui mereka semua. Agatha memang sudah memperkirakan bahwa Lucas akan bergerak cepat, dan malam itu ia benar. Agath
Read more

Menyerah pada perilaku Agatha

Agatha terus berulah sepanjang hari, membuat para penjaga di markas Lucas kewalahan. Dari mengganggu jadwal makan hingga memprovokasi tahanan lain, dia tidak pernah kehabisan akal untuk menciptakan kekacauan. Setiap beberapa jam sekali, Lucas menerima laporan dari anak buahnya tentang kejenakaan Agatha. Wajahnya semakin tegang setiap kali mendengar bagaimana perempuan itu terus-menerus mencari masalah. "Dia tidak bisa dibiarkan terus seperti ini, Tuan," kata salah satu bawahannya ketika datang dengan laporan terbaru. "Dia sudah memprovokasi tiga tahanan lain dan membuat beberapa orang hampir berkelahi. Apa yang harus kami lakukan?"Lucas menghela napas panjang, berusaha menahan frustrasi yang semakin memuncak. "Biarkan saja. Aku akan menghadapinya nanti."Namun, dalam hatinya, dia mulai merasakan kelelahan. Tidak seperti tahanan lain yang langsung menyerah pada ketakutan, Agatha tampaknya tidak mengenal rasa takut. Dan itu mulai mengganggu pikirannya.Suatu malam, saat markas mulai s
Read more

Penyakit misterius

Rohander, yang masih memegang Agatha di pelukannya, memutuskan untuk segera membawanya keluar dari tempat Lucas. Begitu mereka sampai di mobil, kemarahan yang ditahan sejak tadi mulai meledak."Apa yang kau pikirkan, Agatha?" suara Rohander menggelegar, membuat suasana di sekitar mereka semakin tegang. "Beraninya kau mengambil keputusan sendiri, tidak melapor padaku? Kau tahu ini bisa saja berakhir buruk!"Agatha, yang sejak tadi hanya mendengarkan dengan senyum tipis di bibirnya, tiba-tiba terbatuk pelan. Rohander berhenti sejenak, mengamati wajahnya yang mendadak pucat. “Agatha, ada apa?” tanyanya, suaranya berubah menjadi lebih tenang, meskipun amarah masih menggelegak di bawah permukaan.Agatha menundukkan kepala, mengangkat tangan untuk menutup mulutnya, tapi tak mampu menahan batuk yang lebih keras lagi. Saat tangannya terangkat kembali, bercak-bercak merah darah terlihat jelas di telapak tangannya."Agatha!" Suara Rohander berubah dari kemarahan menjadi kekhawatiran dalam sekej
Read more

Identitas Lucas

Ketika Rohander masih memeluk Agatha, pintu kamar tiba-tiba terbuka dan Lucas masuk dengan langkah tergesa-gesa. Ekspresinya yang biasanya penuh percaya diri kini tampak cemas. Matanya mencari-cari Agatha dengan penuh perhatian."Bagaimana kondisi Agatha?" Lucas bertanya, nada suaranya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Dia mendekat, mengabaikan kehadiran Rohander yang tampaknya sudah siap untuk merespons dengan amarah jika diperlukan.Rohander melepaskan pelukannya dari Agatha dan berdiri di sampingnya. Dia menatap Lucas dengan tatapan campur aduk—marah, bingung, dan sedikit tidak percaya. Namun, dia tidak menghalangi Lucas untuk mendekati Agatha. Sebaliknya, dia hanya berdiri dengan tenang, seolah ada sesuatu yang lebih besar yang sedang dipertaruhkan.Lucas mengamati Agatha dengan seksama, melihat kondisi tubuhnya yang tampak lemah dan terbaring di ranjang. Hanya ada sedikit bekas luka di wajahnya, tetapi dia bisa melihat betapa ringkihnya keadaan Agatha saat ini. Dia berjongk
Read more

Hampir kehilangan akal sehat

Lucas dan Rohander saling bertukar pandang, masih tampak tidak percaya dengan sikap santai Agatha. Setelah kehebohan yang mereka alami, semua orang, mulai dari pengawal hingga pelayan, tampak lega sekaligus bingung. Mereka telah bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk, tetapi yang mereka dapatkan hanyalah Agatha yang kembali dengan es krim di tangannya.Rohander menghela napas panjang, menekan amarahnya yang perlahan mereda. “Agatha,” dia berbicara dengan nada yang tegas namun lembut, “kau benar-benar tidak bisa terus melakukan ini. Aku hampir—kami hampir kehilangan akal sehat kami.”Agatha melirik ke arah Rohander sambil menjilat es krimnya dengan perlahan. "Aku tidak bermaksud membuatmu cemas. Tapi aku tidak tahan terus berada di dalam ruangan. Hanya keluar sebentar tidak akan membunuhku, bukan?"Lucas, yang biasanya tak mudah terprovokasi, mulai menunjukkan tanda-tanda frustasi. “Kau harus mengerti, Agatha. Bukan hanya tentangmu. Kau punya banyak musuh yang mungkin mengincarmu
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status