Ketika malam mulai menjelang, suasana di apartemen Rohander mulai tenang. Agatha duduk di balkon, memandangi langit malam yang dipenuhi bintang. Ada perasaan yang sulit dijelaskan di hatinya. Keamanan yang Rohander janjikan terasa nyata, namun begitu menyesakkan. Rohander, yang duduk di seberang Agatha, sesekali meliriknya. Ketenangan ini terasa sementara, seperti badai yang sedang menunggu untuk datang. Dan ternyata, perasaan itu benar.Suara interkom di pintu depan berbunyi. Rohander langsung berdiri, gerakannya tegas dan waspada. Dia berjalan cepat menuju pintu dengan langkah yang penuh intensitas, sementara Agatha menoleh, merasa ada sesuatu yang tidak beres."Siapa itu?" tanya Agatha dengan sedikit khawatir.Rohander tidak menjawab, hanya memberikan isyarat dengan tangannya agar Agatha tetap di tempat. Ada sesuatu dalam gerakannya yang membuat Agatha waspada, seperti seekor binatang buas yang mendeteksi ancaman.Ketika Rohander membuka pintu, seseorang berdiri di ambang pintu. S
Suasana malam di mansion Rohander terasa tegang. Setelah hari yang panjang, Agatha sedang duduk santai di ruang tengah, ditemani suasana yang sepi. Pelayan di rumah itu selalu tampak takut dan menjaga jarak dari Rohander—begitu pula dari Agatha. Namun, malam ini ada yang berbeda.Seorang pelayan datang menghampiri dengan langkah ragu-ragu, membawa sebuah kotak hitam kecil. Tangannya gemetar, wajahnya pucat, seolah kotak itu membawa kabar buruk."Maaf, Nona Agatha," kata pelayan itu, suaranya bergetar. "Ada paket ini... baru saja tiba. Untuk Anda."Agatha menatap pelayan itu tanpa ekspresi, lalu menatap kotak hitam di tangannya. Ada sesuatu yang aneh dan mendebarkan dalam perasaannya, tetapi dia tetap tenang."Letakkan di sini," katanya pelan sambil menunjuk meja di depannya. Pelayan itu meletakkan kotak dengan hati-hati, seolah takut isinya bisa meledak kapan saja, lalu mundur dengan cepat.Agatha memandangi kotak itu selama beberapa detik, tidak terburu-buru. Rohander yang baru saja
Suaranya rendah dan penuh otoritas seperti biasanya. Di sela-sela obrolan, Agatha mencuri dengar potongan kata tentang "pembayaran," "pengkhianatan," dan "pergerakan baru." Meski terbiasa dengan dunia gelap di sekitar Rohander, kali ini ada sesuatu yang terasa berbeda. Sesuatu yang lebih mendesak.“Rohander, ada sesuatu yang tidak kau ceritakan padaku, bukan?” tanya Agatha, suaranya lembut namun penuh ketegasan, saat Rohander selesai dengan teleponnya.Rohander menatapnya, matanya seolah mempertimbangkan sesuatu. “Ada hal-hal yang tidak perlu kau tahu, Agatha,” jawabnya datar.Agatha berdiri, berjalan mendekat dan menghentikan langkah di depannya. “Kau tahu aku bukan orang yang akan diam saja. Kita melewati terlalu banyak hal bersama untuk menyembunyikan apapun.”Rohander menghela napas, menatap Agatha dalam. “Seseorang dari masa laluku kembali. Orang yang seharusnya sudah lama mati.”Tatapan Agatha mengeras. “Siapa?”"Lucas," ucap Rohander perlahan, seolah menyebut nama yang membawa
Beberapa hari setelah kepergian Rohander, sebuah pesan singkat sampai di mansion. Kabar dari Rohander, yang menyatakan bahwa urusan di luar negeri akan memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan. Semua orang di mansion terlihat gelisah—tanpa Rohander di sekitar, mereka merasa lebih terancam. Namun, Agatha tetap tenang seperti biasa, mengabaikan kekhawatiran yang dirasakan semua orang.Suatu malam, setelah makan malam, mansion tiba-tiba dilanda kepanikan. Pelayan-pelayan berlari dari satu ruangan ke ruangan lain, mencari Agatha yang mendadak menghilang. Namun, meski semua tahu betapa seriusnya situasi ini, tidak ada yang berani melaporkan kejadian itu pada Rohander. Agatha sebelumnya sudah memberikan instruksi dengan tegas:"Jangan beritahu Rohander tentang apa pun yang terjadi. Percayalah, aku tahu ini akan terjadi."Perintah itu diikuti, walaupun perasaan cemas menghantui mereka semua. Agatha memang sudah memperkirakan bahwa Lucas akan bergerak cepat, dan malam itu ia benar. Agath
Agatha terus berulah sepanjang hari, membuat para penjaga di markas Lucas kewalahan. Dari mengganggu jadwal makan hingga memprovokasi tahanan lain, dia tidak pernah kehabisan akal untuk menciptakan kekacauan. Setiap beberapa jam sekali, Lucas menerima laporan dari anak buahnya tentang kejenakaan Agatha. Wajahnya semakin tegang setiap kali mendengar bagaimana perempuan itu terus-menerus mencari masalah. "Dia tidak bisa dibiarkan terus seperti ini, Tuan," kata salah satu bawahannya ketika datang dengan laporan terbaru. "Dia sudah memprovokasi tiga tahanan lain dan membuat beberapa orang hampir berkelahi. Apa yang harus kami lakukan?"Lucas menghela napas panjang, berusaha menahan frustrasi yang semakin memuncak. "Biarkan saja. Aku akan menghadapinya nanti."Namun, dalam hatinya, dia mulai merasakan kelelahan. Tidak seperti tahanan lain yang langsung menyerah pada ketakutan, Agatha tampaknya tidak mengenal rasa takut. Dan itu mulai mengganggu pikirannya.Suatu malam, saat markas mulai s
Rohander, yang masih memegang Agatha di pelukannya, memutuskan untuk segera membawanya keluar dari tempat Lucas. Begitu mereka sampai di mobil, kemarahan yang ditahan sejak tadi mulai meledak."Apa yang kau pikirkan, Agatha?" suara Rohander menggelegar, membuat suasana di sekitar mereka semakin tegang. "Beraninya kau mengambil keputusan sendiri, tidak melapor padaku? Kau tahu ini bisa saja berakhir buruk!"Agatha, yang sejak tadi hanya mendengarkan dengan senyum tipis di bibirnya, tiba-tiba terbatuk pelan. Rohander berhenti sejenak, mengamati wajahnya yang mendadak pucat. “Agatha, ada apa?” tanyanya, suaranya berubah menjadi lebih tenang, meskipun amarah masih menggelegak di bawah permukaan.Agatha menundukkan kepala, mengangkat tangan untuk menutup mulutnya, tapi tak mampu menahan batuk yang lebih keras lagi. Saat tangannya terangkat kembali, bercak-bercak merah darah terlihat jelas di telapak tangannya."Agatha!" Suara Rohander berubah dari kemarahan menjadi kekhawatiran dalam sekej
Ketika Rohander masih memeluk Agatha, pintu kamar tiba-tiba terbuka dan Lucas masuk dengan langkah tergesa-gesa. Ekspresinya yang biasanya penuh percaya diri kini tampak cemas. Matanya mencari-cari Agatha dengan penuh perhatian."Bagaimana kondisi Agatha?" Lucas bertanya, nada suaranya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Dia mendekat, mengabaikan kehadiran Rohander yang tampaknya sudah siap untuk merespons dengan amarah jika diperlukan.Rohander melepaskan pelukannya dari Agatha dan berdiri di sampingnya. Dia menatap Lucas dengan tatapan campur aduk—marah, bingung, dan sedikit tidak percaya. Namun, dia tidak menghalangi Lucas untuk mendekati Agatha. Sebaliknya, dia hanya berdiri dengan tenang, seolah ada sesuatu yang lebih besar yang sedang dipertaruhkan.Lucas mengamati Agatha dengan seksama, melihat kondisi tubuhnya yang tampak lemah dan terbaring di ranjang. Hanya ada sedikit bekas luka di wajahnya, tetapi dia bisa melihat betapa ringkihnya keadaan Agatha saat ini. Dia berjongk
"KELUAR AGATHA SAYANG! AKU TAK AKAN MENYAKITIMU! PATUHLAH!""SIAPA YANG KAU PANGGIL SAYANG?! DASAR BRENGSEK! PERGI KAU SIALAN!" Balas Agatha pada Pria yang saat ini tengah berusaha mendobrak pintu kamarnya, berusaha untuk masuk.Pria itu tak lain adalah Rohander Frigo, Pria yang merajai pasar ekonomi dunia dengan berbagai jenis usahanya yang besar. Agatha mengetahui fakta itu kemarin malam, saat sebuah artikel tentang Pria lewat pada beranda kolom pencarian internetnya.Dan fakta itu cukup membuat Agatha dipaksa berpikir keras, tentang alasan Rohander menguntitnya selama ini.Pria itu bahkan hampir mematahkan kakinya beberapa minggu lalu, hanya karena dirinya mengatakan jika ia tidak layak berjalan dengan Pria itu. Yah... lagipula siapa juga yang ingin berjalan bersama Pria kasar, yang terkesan seperti psikopat?Agatha cukup waras untuk menyadari jika Pria dibalik pintu kamarnya saat ini adalah Pria berbahaya yang harus dijahui, meski ia hampir terlena dengan fakta bahwa Pria itu sang