Home / Romansa / OBSESI PRIA BERKUASA / Pembunuh yang tunduk

Share

Pembunuh yang tunduk

Author: Chatrin
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Ketika malam mulai menjelang, suasana di apartemen Rohander mulai tenang. Agatha duduk di balkon, memandangi langit malam yang dipenuhi bintang. Ada perasaan yang sulit dijelaskan di hatinya. Keamanan yang Rohander janjikan terasa nyata, namun begitu menyesakkan.

Rohander, yang duduk di seberang Agatha, sesekali meliriknya. Ketenangan ini terasa sementara, seperti badai yang sedang menunggu untuk datang. Dan ternyata, perasaan itu benar.

Suara interkom di pintu depan berbunyi. Rohander langsung berdiri, gerakannya tegas dan waspada. Dia berjalan cepat menuju pintu dengan langkah yang penuh intensitas, sementara Agatha menoleh, merasa ada sesuatu yang tidak beres.

"Siapa itu?" tanya Agatha dengan sedikit khawatir.

Rohander tidak menjawab, hanya memberikan isyarat dengan tangannya agar Agatha tetap di tempat. Ada sesuatu dalam gerakannya yang membuat Agatha waspada, seperti seekor binatang buas yang mendeteksi ancaman.

Ketika Rohander membuka pintu, seseorang berdiri di ambang pintu. S
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Mereka berdua... tidak waras

    Suasana malam di mansion Rohander terasa tegang. Setelah hari yang panjang, Agatha sedang duduk santai di ruang tengah, ditemani suasana yang sepi. Pelayan di rumah itu selalu tampak takut dan menjaga jarak dari Rohander—begitu pula dari Agatha. Namun, malam ini ada yang berbeda.Seorang pelayan datang menghampiri dengan langkah ragu-ragu, membawa sebuah kotak hitam kecil. Tangannya gemetar, wajahnya pucat, seolah kotak itu membawa kabar buruk."Maaf, Nona Agatha," kata pelayan itu, suaranya bergetar. "Ada paket ini... baru saja tiba. Untuk Anda."Agatha menatap pelayan itu tanpa ekspresi, lalu menatap kotak hitam di tangannya. Ada sesuatu yang aneh dan mendebarkan dalam perasaannya, tetapi dia tetap tenang."Letakkan di sini," katanya pelan sambil menunjuk meja di depannya. Pelayan itu meletakkan kotak dengan hati-hati, seolah takut isinya bisa meledak kapan saja, lalu mundur dengan cepat.Agatha memandangi kotak itu selama beberapa detik, tidak terburu-buru. Rohander yang baru saja

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Pertunjukan baru saja dimulai

    Suaranya rendah dan penuh otoritas seperti biasanya. Di sela-sela obrolan, Agatha mencuri dengar potongan kata tentang "pembayaran," "pengkhianatan," dan "pergerakan baru." Meski terbiasa dengan dunia gelap di sekitar Rohander, kali ini ada sesuatu yang terasa berbeda. Sesuatu yang lebih mendesak.“Rohander, ada sesuatu yang tidak kau ceritakan padaku, bukan?” tanya Agatha, suaranya lembut namun penuh ketegasan, saat Rohander selesai dengan teleponnya.Rohander menatapnya, matanya seolah mempertimbangkan sesuatu. “Ada hal-hal yang tidak perlu kau tahu, Agatha,” jawabnya datar.Agatha berdiri, berjalan mendekat dan menghentikan langkah di depannya. “Kau tahu aku bukan orang yang akan diam saja. Kita melewati terlalu banyak hal bersama untuk menyembunyikan apapun.”Rohander menghela napas, menatap Agatha dalam. “Seseorang dari masa laluku kembali. Orang yang seharusnya sudah lama mati.”Tatapan Agatha mengeras. “Siapa?”"Lucas," ucap Rohander perlahan, seolah menyebut nama yang membawa

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Keberanian Agatha

    Beberapa hari setelah kepergian Rohander, sebuah pesan singkat sampai di mansion. Kabar dari Rohander, yang menyatakan bahwa urusan di luar negeri akan memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan. Semua orang di mansion terlihat gelisah—tanpa Rohander di sekitar, mereka merasa lebih terancam. Namun, Agatha tetap tenang seperti biasa, mengabaikan kekhawatiran yang dirasakan semua orang.Suatu malam, setelah makan malam, mansion tiba-tiba dilanda kepanikan. Pelayan-pelayan berlari dari satu ruangan ke ruangan lain, mencari Agatha yang mendadak menghilang. Namun, meski semua tahu betapa seriusnya situasi ini, tidak ada yang berani melaporkan kejadian itu pada Rohander. Agatha sebelumnya sudah memberikan instruksi dengan tegas:"Jangan beritahu Rohander tentang apa pun yang terjadi. Percayalah, aku tahu ini akan terjadi."Perintah itu diikuti, walaupun perasaan cemas menghantui mereka semua. Agatha memang sudah memperkirakan bahwa Lucas akan bergerak cepat, dan malam itu ia benar. Agath

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Menyerah pada perilaku Agatha

    Agatha terus berulah sepanjang hari, membuat para penjaga di markas Lucas kewalahan. Dari mengganggu jadwal makan hingga memprovokasi tahanan lain, dia tidak pernah kehabisan akal untuk menciptakan kekacauan. Setiap beberapa jam sekali, Lucas menerima laporan dari anak buahnya tentang kejenakaan Agatha. Wajahnya semakin tegang setiap kali mendengar bagaimana perempuan itu terus-menerus mencari masalah. "Dia tidak bisa dibiarkan terus seperti ini, Tuan," kata salah satu bawahannya ketika datang dengan laporan terbaru. "Dia sudah memprovokasi tiga tahanan lain dan membuat beberapa orang hampir berkelahi. Apa yang harus kami lakukan?"Lucas menghela napas panjang, berusaha menahan frustrasi yang semakin memuncak. "Biarkan saja. Aku akan menghadapinya nanti."Namun, dalam hatinya, dia mulai merasakan kelelahan. Tidak seperti tahanan lain yang langsung menyerah pada ketakutan, Agatha tampaknya tidak mengenal rasa takut. Dan itu mulai mengganggu pikirannya.Suatu malam, saat markas mulai s

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Penyakit misterius

    Rohander, yang masih memegang Agatha di pelukannya, memutuskan untuk segera membawanya keluar dari tempat Lucas. Begitu mereka sampai di mobil, kemarahan yang ditahan sejak tadi mulai meledak."Apa yang kau pikirkan, Agatha?" suara Rohander menggelegar, membuat suasana di sekitar mereka semakin tegang. "Beraninya kau mengambil keputusan sendiri, tidak melapor padaku? Kau tahu ini bisa saja berakhir buruk!"Agatha, yang sejak tadi hanya mendengarkan dengan senyum tipis di bibirnya, tiba-tiba terbatuk pelan. Rohander berhenti sejenak, mengamati wajahnya yang mendadak pucat. “Agatha, ada apa?” tanyanya, suaranya berubah menjadi lebih tenang, meskipun amarah masih menggelegak di bawah permukaan.Agatha menundukkan kepala, mengangkat tangan untuk menutup mulutnya, tapi tak mampu menahan batuk yang lebih keras lagi. Saat tangannya terangkat kembali, bercak-bercak merah darah terlihat jelas di telapak tangannya."Agatha!" Suara Rohander berubah dari kemarahan menjadi kekhawatiran dalam sekej

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Identitas Lucas

    Ketika Rohander masih memeluk Agatha, pintu kamar tiba-tiba terbuka dan Lucas masuk dengan langkah tergesa-gesa. Ekspresinya yang biasanya penuh percaya diri kini tampak cemas. Matanya mencari-cari Agatha dengan penuh perhatian."Bagaimana kondisi Agatha?" Lucas bertanya, nada suaranya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Dia mendekat, mengabaikan kehadiran Rohander yang tampaknya sudah siap untuk merespons dengan amarah jika diperlukan.Rohander melepaskan pelukannya dari Agatha dan berdiri di sampingnya. Dia menatap Lucas dengan tatapan campur aduk—marah, bingung, dan sedikit tidak percaya. Namun, dia tidak menghalangi Lucas untuk mendekati Agatha. Sebaliknya, dia hanya berdiri dengan tenang, seolah ada sesuatu yang lebih besar yang sedang dipertaruhkan.Lucas mengamati Agatha dengan seksama, melihat kondisi tubuhnya yang tampak lemah dan terbaring di ranjang. Hanya ada sedikit bekas luka di wajahnya, tetapi dia bisa melihat betapa ringkihnya keadaan Agatha saat ini. Dia berjongk

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Hampir kehilangan akal sehat

    Lucas dan Rohander saling bertukar pandang, masih tampak tidak percaya dengan sikap santai Agatha. Setelah kehebohan yang mereka alami, semua orang, mulai dari pengawal hingga pelayan, tampak lega sekaligus bingung. Mereka telah bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk, tetapi yang mereka dapatkan hanyalah Agatha yang kembali dengan es krim di tangannya.Rohander menghela napas panjang, menekan amarahnya yang perlahan mereda. “Agatha,” dia berbicara dengan nada yang tegas namun lembut, “kau benar-benar tidak bisa terus melakukan ini. Aku hampir—kami hampir kehilangan akal sehat kami.”Agatha melirik ke arah Rohander sambil menjilat es krimnya dengan perlahan. "Aku tidak bermaksud membuatmu cemas. Tapi aku tidak tahan terus berada di dalam ruangan. Hanya keluar sebentar tidak akan membunuhku, bukan?"Lucas, yang biasanya tak mudah terprovokasi, mulai menunjukkan tanda-tanda frustasi. “Kau harus mengerti, Agatha. Bukan hanya tentangmu. Kau punya banyak musuh yang mungkin mengincarmu

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Dia seperti badai

    Setelah percakapan ringan itu, Agatha dengan santai melangkah masuk ke dalam mansion, meninggalkan Lucas dan Rohander di belakangnya. Keduanya saling bertukar pandang sejenak, berbagi keheningan yang penuh arti sebelum Lucas akhirnya angkat bicara.“Dia benar-benar berbeda, bukan?” kata Lucas dengan senyum kecil di wajahnya.Rohander mendengus, berjalan perlahan mengikuti langkah Agatha. “Dia seperti badai. Tidak bisa dihentikan, hanya bisa diterima.”Lucas mengangguk setuju, matanya masih menatap Agatha yang semakin jauh. “Aku belum pernah bertemu wanita seperti dia. Tapi...” Lucas terdiam sejenak, raut wajahnya berubah serius, “…kau tahu dia berbahaya. Bukan hanya bagi musuhnya, tapi juga bagi kita.”Rohander berhenti dan menatap Lucas dengan tajam. “Kau pikir aku tidak tahu? Setiap hari, aku harus menyeimbangkan antara keinginan melindunginya dan kenyataan bahwa dia bisa menghancurkan semuanya dalam sekejap. Tapi itulah Agatha.”Lucas menatap Rohander lebih lama sebelum akhirnya me

Latest chapter

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Aku tidak bisa melupakanmu

    Agatha melangkah ke meja kerjanya dengan penuh ketenangan, menatap lukisan-lukisan yang ia rawat dengan penuh dedikasi. Setiap karya seni itu kini tampak lebih hidup baginya—seperti sebuah refleksi dari dirinya yang baru. Dia menyadari bahwa setiap goresan warna pada kanvas, setiap detail yang halus, menggambarkan perjalanan panjang yang telah ia lewati. Semua itu membawanya pada pemahaman bahwa ada keindahan dalam kesendirian, dalam kebebasan untuk memilih tanpa ada yang menahan.Sore itu, galeri terasa lebih tenang dari biasanya. Tidak ada lagi keributan atau konflik yang mengikatnya. Semua orang yang bekerja dengannya menghargai kedamaiannya, saling berbagi ide dan kreativitas. Agatha menyukai suasana itu, suasana di mana ia bisa berdiri sendiri tanpa harus takut atau khawatir.Tiba-tiba, pintu galeri terbuka, dan seorang wanita muda masuk dengan senyum ramah. Wajahnya asing bagi Agatha, tapi ada aura yang ramah dalam diri wanita itu. Agatha mengangkat pandangannya.“Selamat sore,

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Terima kasih untuk segalanya

    Beberapa minggu berlalu sejak pertemuannya dengan Lila, dan meskipun hidup Agatha mulai berjalan lebih lancar, sesuatu tetap terasa hilang. Ia masih merasa ada yang mengganjal di hatinya, seperti potongan teka-teki yang belum lengkap. Namun, ia berusaha mengabaikannya dan fokus pada pekerjaannya di galeri seni, yang kini menjadi tempat di mana ia merasa paling nyaman.Suatu pagi, saat Agatha sedang memeriksa beberapa karya seni baru yang akan dipamerkan, ponselnya bergetar. Ia menatap layar, membaca pesan yang baru masuk. Dari nomor yang tidak dikenalnya."Agatha, kamu baik-baik saja?"Seketika, detak jantungnya meningkat. Ada kegugupan yang tiba-tiba merayap dalam dirinya. Pesan itu terlalu familiar, dan sekaligus asing. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Agatha membalas pesan itu."Siapa ini?" tanya Agatha, mencoba menjaga ketenangannya.Tak lama setelah itu, pesan balasan masuk. "Rohander."Tubuh Agatha membeku. Ia terdiam sejenak, matanya menatap layar ponsel dengan napas yang te

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Hidup barunya

    Dua tahun berlalu sejak Agatha terakhir kali meninggalkan dunia yang pernah ia kenal—dunia yang penuh dengan ancaman, kontrol, dan ketakutan. Hidupnya kini jauh berbeda, meskipun tidak sempurna, namun jauh lebih damai daripada yang ia bayangkan sebelumnya. Di luar jendela apartemennya, cahaya pagi menembus perlahan melalui tirai tipis, membawa kehangatan yang menenangkan.Agatha berdiri di depan cermin, menatap wajahnya yang terlihat lebih tenang, meski ada jejak kelelahan yang masih tersisa di matanya. Ia merapikan rambutnya dengan cepat, mencoba menutupinya, dan berpikir sejenak. Setiap hari sejak meninggalkan Rohander, ia merasa seolah hidupnya mulai terbentuk kembali, walaupun dengan jalan yang sulit.Ia menghela napas, membuka pintu apartemennya, dan merasakan udara pagi yang segar. Melangkah keluar, Agatha menyapa tetangga yang lewat dengan senyum kecil. Kehidupan barunya di kota kecil ini terasa seperti sebuah pelarian, namun juga sebuah kesempatan untuk meraih kedamaian yang s

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Kalimat yang mengusik benak

    Rohander berdiri di tengah ruangannya, tubuhnya terdiam sejenak sebelum meledak dalam kemarahan yang tak terkontrol. Mata merahnya menatap ke arah dokumen-dokumen yang berserakan di meja, namun pikirannya benar-benar terfokus pada satu hal: Agatha.Dia telah menghilang. Dengan bantuan dari para pelayan dan dokter yang dianggapnya sebagai sekutu, Agatha berhasil kabur. Dan Rohander merasa dunia seakan runtuh di sekelilingnya. Sakitnya bukan hanya karena kehilangan, tapi karena dia merasa dikhianati."Bodoh!" teriak Rohander, menghempaskan kursi ke dinding dengan amarah yang membakar. "Tidak mungkin dia lari begitu saja! Tidak mungkin!"Beberapa anak buahnya yang berdiri di sampingnya langsung mundur, takut melihat amarah yang begitu dalam di mata Rohander. Mereka tahu bahwa pria ini, yang biasa terlihat dingin dan terkontrol, sekarang berada di luar kendali.Salah satu orang yang lebih berani melangkah maju. "Tuan, kami sudah memeriksa segala jalur pelarian yang mungkin. Mereka sudah j

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Lelah dari semua kebohongan

    Rohander berdiri terpaku, seolah dunia di sekitarnya berhenti berputar. Setiap kata Agatha, setiap keputusan yang ia ambil, seolah menusuk hatinya lebih dalam. Namun, yang paling membuatnya hancur adalah kenyataan bahwa dia tahu Agatha benar—bahwa dia telah kehilangan semua kepercayaan yang ada.Tak ada lagi yang bisa dia lakukan. Tangan Rohander mengepal erat, wajahnya terdistorsi oleh campuran amarah, rasa sakit, dan penyesalan. Namun, meskipun begitu, dia tetap tidak bergerak. Agatha sudah membuat pilihannya, dan ini adalah akibat dari semua yang telah dia lakukan.Di sisi lain, Agatha yang sedang melangkah menuju pesawat, matanya terfokus ke depan, namun hatinya berdebar kencang. Setiap detik terasa begitu berat, tetapi ia tahu bahwa ia harus melangkah maju, bahwa ia tidak bisa mundur lagi. Keputusan ini, meski sulit, adalah langkah yang tak terelakkan untuk kebebasannya.Saat ia melangkah memasuki pesawat, beberapa perawat dan dokter yang telah mengikutinya ikut naik, dan begitu

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Kau sudah lama kehilanganku

    Agatha melangkah dengan hati-hati, mengerahkan seluruh kekuatannya untuk berjalan menuju kebebasan yang begitu dekat namun penuh bahaya. Di balik langkahnya yang penuh keteguhan, ada perasaan bergejolak di dalam dada. Keputusan ini bukan hanya tentang melarikan diri dari Rohander—ini adalah tentang kebebasan, tentang menghentikan siklus yang sudah terlalu lama mengikatnya.Di lorong rumah sakit yang sunyi itu, para perawat yang semula cemas kini bergerak lebih cepat, menyiapkan barang-barang mereka dengan ketegangan yang bisa dirasakan di udara. Mereka tahu betul bahwa jika mereka terlambat atau salah langkah, konsekuensinya bisa sangat fatal. Agatha mempercepat langkahnya, berusaha mengatasi rasa lelah dan pusing yang mulai menguasainya.Sampai di pintu keluar, Agatha berhenti sejenak, menatap ke luar jendela yang menghadap ke parkiran. Di sana, kendaraan telah siap menunggu. Mobil yang akan membawa mereka keluar dari kehidupan yang selama ini mengikat mereka. Saat itu, matanya me

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Janji dan perkataan yang terus berulang

    Rohander mendekat perlahan, tangannya terulur untuk menggenggam tangan Agatha yang tampak gemetar di atas seprai putih itu. Namun, sebelum jemarinya sempat menyentuh kulitnya, Agatha menarik tangannya dengan gerakan tiba-tiba, dan menatapnya tajam, matanya basah oleh air mata.“Jangan sentuh aku, Rohander,” suaranya rendah, bergetar dengan ancaman yang membuatnya terhenti seketika. Tangan Rohander menggantung di udara, lalu ia menariknya kembali, telapak tangannya mengepal dengan frustrasi yang tak bisa ia kendalikan.“Agatha… aku hanya ingin melindungimu,” kata Rohander, suaranya terdengar penuh kepasrahan. Ia memandang Agatha dengan harapan, mencoba membujuknya, tetapi ada sesuatu dalam sorot matanya yang tampak hampa, tidak lagi meyakinkan. Setiap kata yang ia ucapkan terasa memuakkan, seperti berulang-ulang menggumamkan mantra yang sama, selalu “melindungimu,” “menjagamu,” “demi kebaikanmu.” Agatha mengerutkan kening, bibirnya gemetar menahan amarah dan luka yang begitu dalam. I

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Mengambil segalanya tanpa sisa

    Cahaya lembut menembus kelopak mata Agatha, mengusik tidurnya yang gelisah. Perlahan, ia membuka matanya, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya di kamar yang terasa asing. Seketika itu juga, wajah Rohander muncul dalam pandangannya, dingin dan penuh amarah, berdiri tegak di samping tempat tidurnya.“Kau akhirnya bangun juga,” kata Rohander, suaranya tajam, seperti belati yang menusuk tanpa ampun.Agatha masih terlalu lemah untuk merespons dengan lantang, tapi tatapannya tak kalah sengit. Ia mencoba duduk, namun kepalanya masih terasa berat. Rohander tidak menawarkan bantuan, malah menatapnya dengan ekspresi penuh kekecewaan.“Sepertinya tidur panjangmu tidak membuatmu jadi lebih bijak,” lanjutnya. “Apa kau tahu apa yang sudah kau lakukan pada dirimu sendiri, Agatha?”Agatha mengerutkan kening, merasa muak dengan nada suara dingin itu. "Aku tidak perlu ceramah darimu, Rohander," jawabnya pelan namun tajam, menatap lurus ke arahnya. “Lagipula, aku hanya mengambil pil itu karena... kar

  • OBSESI PRIA BERKUASA   Sebagai penentu hidup

    Ruangan VVIP rumah sakit itu sunyi, hanya terdengar suara mesin-mesin yang memonitor kondisi Agatha, yang tidur dengan wajah pucat dan lelah di atas ranjang. Di sampingnya, Rohander duduk terdiam, tatapannya terpaku pada wajah Agatha yang terlihat tenang dalam tidurnya, meski seluruh tubuhnya dikelilingi berbagai alat medis. Raut wajahnya, yang biasanya dingin dan penuh kendali, kini dipenuhi kegelisahan dan ketakutan yang dalam.Rohander menggenggam tangan Agatha erat, seakan takut ia akan menghilang begitu saja jika ia melepaskannya. "Agatha..." bisiknya, suaranya parau, nyaris tersendat. "Aku tidak pernah membayangkan ini akan sejauh ini… aku tidak pernah berpikir aku bisa merasa setakut ini. Kehilangan kamu… itu adalah mimpi buruk yang tak ingin aku hadapi."Matanya memerah, dan tanpa bisa ia kendalikan, air mata mulai menetes di pipinya, perlahan-lahan. Tangannya bergetar, tapi tetap mencengkeram tangan Agatha dengan kuat. Selama ini, ia selalu merasa bahwa ia adalah pusat kendal

DMCA.com Protection Status