Suaranya rendah dan penuh otoritas seperti biasanya. Di sela-sela obrolan, Agatha mencuri dengar potongan kata tentang "pembayaran," "pengkhianatan," dan "pergerakan baru." Meski terbiasa dengan dunia gelap di sekitar Rohander, kali ini ada sesuatu yang terasa berbeda. Sesuatu yang lebih mendesak.“Rohander, ada sesuatu yang tidak kau ceritakan padaku, bukan?” tanya Agatha, suaranya lembut namun penuh ketegasan, saat Rohander selesai dengan teleponnya.Rohander menatapnya, matanya seolah mempertimbangkan sesuatu. “Ada hal-hal yang tidak perlu kau tahu, Agatha,” jawabnya datar.Agatha berdiri, berjalan mendekat dan menghentikan langkah di depannya. “Kau tahu aku bukan orang yang akan diam saja. Kita melewati terlalu banyak hal bersama untuk menyembunyikan apapun.”Rohander menghela napas, menatap Agatha dalam. “Seseorang dari masa laluku kembali. Orang yang seharusnya sudah lama mati.”Tatapan Agatha mengeras. “Siapa?”"Lucas," ucap Rohander perlahan, seolah menyebut nama yang membawa
Beberapa hari setelah kepergian Rohander, sebuah pesan singkat sampai di mansion. Kabar dari Rohander, yang menyatakan bahwa urusan di luar negeri akan memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan. Semua orang di mansion terlihat gelisah—tanpa Rohander di sekitar, mereka merasa lebih terancam. Namun, Agatha tetap tenang seperti biasa, mengabaikan kekhawatiran yang dirasakan semua orang.Suatu malam, setelah makan malam, mansion tiba-tiba dilanda kepanikan. Pelayan-pelayan berlari dari satu ruangan ke ruangan lain, mencari Agatha yang mendadak menghilang. Namun, meski semua tahu betapa seriusnya situasi ini, tidak ada yang berani melaporkan kejadian itu pada Rohander. Agatha sebelumnya sudah memberikan instruksi dengan tegas:"Jangan beritahu Rohander tentang apa pun yang terjadi. Percayalah, aku tahu ini akan terjadi."Perintah itu diikuti, walaupun perasaan cemas menghantui mereka semua. Agatha memang sudah memperkirakan bahwa Lucas akan bergerak cepat, dan malam itu ia benar. Agath
Agatha terus berulah sepanjang hari, membuat para penjaga di markas Lucas kewalahan. Dari mengganggu jadwal makan hingga memprovokasi tahanan lain, dia tidak pernah kehabisan akal untuk menciptakan kekacauan. Setiap beberapa jam sekali, Lucas menerima laporan dari anak buahnya tentang kejenakaan Agatha. Wajahnya semakin tegang setiap kali mendengar bagaimana perempuan itu terus-menerus mencari masalah. "Dia tidak bisa dibiarkan terus seperti ini, Tuan," kata salah satu bawahannya ketika datang dengan laporan terbaru. "Dia sudah memprovokasi tiga tahanan lain dan membuat beberapa orang hampir berkelahi. Apa yang harus kami lakukan?"Lucas menghela napas panjang, berusaha menahan frustrasi yang semakin memuncak. "Biarkan saja. Aku akan menghadapinya nanti."Namun, dalam hatinya, dia mulai merasakan kelelahan. Tidak seperti tahanan lain yang langsung menyerah pada ketakutan, Agatha tampaknya tidak mengenal rasa takut. Dan itu mulai mengganggu pikirannya.Suatu malam, saat markas mulai s
Rohander, yang masih memegang Agatha di pelukannya, memutuskan untuk segera membawanya keluar dari tempat Lucas. Begitu mereka sampai di mobil, kemarahan yang ditahan sejak tadi mulai meledak."Apa yang kau pikirkan, Agatha?" suara Rohander menggelegar, membuat suasana di sekitar mereka semakin tegang. "Beraninya kau mengambil keputusan sendiri, tidak melapor padaku? Kau tahu ini bisa saja berakhir buruk!"Agatha, yang sejak tadi hanya mendengarkan dengan senyum tipis di bibirnya, tiba-tiba terbatuk pelan. Rohander berhenti sejenak, mengamati wajahnya yang mendadak pucat. “Agatha, ada apa?” tanyanya, suaranya berubah menjadi lebih tenang, meskipun amarah masih menggelegak di bawah permukaan.Agatha menundukkan kepala, mengangkat tangan untuk menutup mulutnya, tapi tak mampu menahan batuk yang lebih keras lagi. Saat tangannya terangkat kembali, bercak-bercak merah darah terlihat jelas di telapak tangannya."Agatha!" Suara Rohander berubah dari kemarahan menjadi kekhawatiran dalam sekej
Ketika Rohander masih memeluk Agatha, pintu kamar tiba-tiba terbuka dan Lucas masuk dengan langkah tergesa-gesa. Ekspresinya yang biasanya penuh percaya diri kini tampak cemas. Matanya mencari-cari Agatha dengan penuh perhatian."Bagaimana kondisi Agatha?" Lucas bertanya, nada suaranya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Dia mendekat, mengabaikan kehadiran Rohander yang tampaknya sudah siap untuk merespons dengan amarah jika diperlukan.Rohander melepaskan pelukannya dari Agatha dan berdiri di sampingnya. Dia menatap Lucas dengan tatapan campur aduk—marah, bingung, dan sedikit tidak percaya. Namun, dia tidak menghalangi Lucas untuk mendekati Agatha. Sebaliknya, dia hanya berdiri dengan tenang, seolah ada sesuatu yang lebih besar yang sedang dipertaruhkan.Lucas mengamati Agatha dengan seksama, melihat kondisi tubuhnya yang tampak lemah dan terbaring di ranjang. Hanya ada sedikit bekas luka di wajahnya, tetapi dia bisa melihat betapa ringkihnya keadaan Agatha saat ini. Dia berjongk
"KELUAR AGATHA SAYANG! AKU TAK AKAN MENYAKITIMU! PATUHLAH!""SIAPA YANG KAU PANGGIL SAYANG?! DASAR BRENGSEK! PERGI KAU SIALAN!" Balas Agatha pada Pria yang saat ini tengah berusaha mendobrak pintu kamarnya, berusaha untuk masuk.Pria itu tak lain adalah Rohander Frigo, Pria yang merajai pasar ekonomi dunia dengan berbagai jenis usahanya yang besar. Agatha mengetahui fakta itu kemarin malam, saat sebuah artikel tentang Pria lewat pada beranda kolom pencarian internetnya.Dan fakta itu cukup membuat Agatha dipaksa berpikir keras, tentang alasan Rohander menguntitnya selama ini.Pria itu bahkan hampir mematahkan kakinya beberapa minggu lalu, hanya karena dirinya mengatakan jika ia tidak layak berjalan dengan Pria itu. Yah... lagipula siapa juga yang ingin berjalan bersama Pria kasar, yang terkesan seperti psikopat?Agatha cukup waras untuk menyadari jika Pria dibalik pintu kamarnya saat ini adalah Pria berbahaya yang harus dijahui, meski ia hampir terlena dengan fakta bahwa Pria itu sang
3 minggu berselang, dan selama itupula Agatha terus waspada jika nanti suatu waktu Rohander muncul kembali.Namun, entah mengapa Agatha malah merasa jika ia menantikan kehadiran Rohander untuk menganggunya. Karena jujur saja, 1 minggu telah lewat dari waktu yang Rohander katakan ditelepon terakhir kali.Hati Agatha terasa hampa, bahkan disaat kehidupannya dan kesehariannya berjalan lancar seperti orang normal pada umumnya. Hingga tiba hari ini, hari peringatan kematian kedua orang tua Agatha karena kecelakaan pesawat yang dialami orang tuanya disaat ia masih berumur 6 tahun. Dan disinilah Agatha, berdiri dengan gaun hitam panjang didepan makam kedua orangtunya."I miss you Mom, Dad." Ucapnya pelan yang hampir seperti sebuah gumanan.Meletakan bunga mawar yang ia bawa, lalu berbalik pergi meninggalkan area pemakaman elit yang menjadi tempat terakhir kedua orangtua Agatha beristirahat.Namun... baru beberapa langkah keluar dari gerbang area pemakaman, langkahnya tiba-tiba terhenti saat
"Hmm, sudah dulu ya." Lalu mematikan sambungan ponselnya secara sepihak, Agatha dengan perasaan campur aduk melangkah mundur sebelum akhirnya membalikan tubuhnya.Disaat yang sama, beberapa orang datang menghampirinya.Mereka adalah orang-orang yang sama, dengan yang mengejar Agatha sore tadi. Tapi bedanya Agatha tak berlari, seakan tubuhnya lemas tak sanggup untuk melangkah cepat."Nona? Tuan-" perkataan salah satu Pria yang saat ini berada didekat Agatha terputus, kala melihat wajah kosong bak wadah tanpa jiwa milik Agatha.Tak seperti sore tadi, tak ada perlawanan maupun kata-kata makian. Membuat Pria yang mengikuti Agatha sontak mengirim pesan pada Rohander yang mengawasi tak jauh dari mereka.Menerima pesan itu, Rohander tersenyum senang. Mengetahui reaksi Agatha sesuai dengan perkiraannya, Rohander lalu turun dari mobilnya dan mendekati Agatha."Apa kau tidak lelah mengikutiku?" Tanya Agatha yang kini berhadapan dengan Rohander, Pria yang ia hindari selama 1 tahun terakhir.Roha