All Chapters of Hidden Truths of My Husband: Chapter 21 - Chapter 30

53 Chapters

21. Perdebatan dengan Ayahnya

Keesokan paginya, Nadia menerima panggilan telepon dari ayahnya, Pak Surya, yang meminta untuk bertemu di kantornya. Setiap kali dia mendapatkan panggilan seperti itu, Nadia merasa jantungnya berdegup kencang. Dia tahu bahwa ayahnya, meskipun penuh kasih sayang, sering memiliki pandangan yang keras dan sulit diubah. Dengan perasaan campur aduk, Nadia bersiap dan menuju kantor Pak Surya, berusaha menenangkan diri.Setibanya di kantor ayahnya, Nadia dihadapkan pada suasana yang formal dan dingin, berbeda dari kehangatan rumahnya sendiri. Pak Surya, seorang pria berwibawa dengan wajah tegas dan mata yang tajam, sudah menunggu di ruang kerjanya. Dia duduk di belakang meja besar yang dipenuhi dokumen-dokumen penting. Nadia merasakan ketegangan di udara ketika Pak Surya melambaikan tangan, mempersilakan Nadia duduk di kursi di depan mejanya.“Nadia, terima kasih telah datang,” kata Pak Surya dengan nada yang lebih tegas dari biasanya. “Aku ingin kita berbicara tentang masa depanmu.”Nadia du
Read more

22. Tekanan yang Terus Meningkat

Malam itu, Nadia duduk di ruang tamu rumahnya, perasaan tertekan yang semakin mendalam setelah pertemuan tadi pagi dengan ayahnya, Pak Surya. Dia memandang keluar jendela, menatap langit malam yang gelap dengan hati yang terasa berat. Setiap kata yang diucapkan ayahnya, setiap ekspresi kecewa, terus berputar dalam pikirannya. Dia merasa seperti terjebak dalam labirin yang tak ada ujungnya, di mana setiap jalan hanya mengarah pada rasa sakit dan ketidakpastian.“Alya,” Nadia memanggil adiknya yang baru saja masuk ke rumah setelah seharian di luar. Alya, yang selalu menjadi pendukung setianya, melihat ke arah Nadia dengan penuh perhatian.“Ada apa, Mbak?” Tanya Alya sambil mendekat dan duduk di samping Nadia. Melihat ekspresi wajah Nadia yang cemas, Alya bisa merasakan betapa mendalamnya beban yang dipikul kakaknya.Nadia menghela napas panjang, suaranya hampir terdengar seperti bisikan. “Aku merasa seperti terjebak, Alya. Tekanan dari keluarga semakin besar, dan aku tidak tahu harus bag
Read more

23. Kesetiaan yang Diuji

Hari-hari terasa semakin berat bagi Nadia. Ketegangan dan tekanan yang datang dari keluarganya, terutama dari Bu Retno dan Pak Surya, tidak kunjung reda. Hinaan dan kritik terus-menerus mengguncang ketenangan hidupnya, dan Nadia merasakan setiap kata seperti tusukan yang mendalam. Meskipun demikian, dia tetap teguh pada keputusan untuk mempertahankan pernikahannya dengan Raka, tetapi itu tidak berarti bahwa hatinya tidak sedang diuji.Suatu sore, saat Nadia sedang membersihkan rumah, teleponnya berdering. Melihat nama yang tertera di layar, Nadia merasakan campuran rasa rindu dan kekhawatiran. Itu adalah Maya, teman lama dari sekolah. Mereka sudah lama tidak bertemu, dan Nadia tidak yakin apa yang ingin dibicarakan Maya, terutama di tengah situasi yang sudah sangat menegangkan ini.“Nadia, sudah lama sekali kita tidak berbicara,” kata Maya begitu telepon diangkat. Suaranya penuh kehangatan, tetapi Nadia bisa merasakan nada prihatin di balik kata-katanya.“Iya, Maya. Ada apa?” Nadia ber
Read more

24. Raka Mulai Menjauh

Hari-hari terasa semakin muram bagi Nadia. Meskipun matahari terbenam dengan indah setiap malam, tidak ada keindahan itu yang mampu menghibur hatinya yang gelisah. Raka, suaminya, mulai menjauh. Perubahan itu sangat halus pada awalnya, tetapi Nadia bisa merasakannya dengan jelas. Ketenangan yang biasanya menyelimuti mereka di rumah kini terasa berat dan penuh ketegangan.Nadia mengamati Raka dari sudut ruang tamu saat suaminya duduk di sofa, matanya fokus pada ponsel yang berada di tangannya. Raka tampak seolah sedang berusaha menenggelamkan diri dalam sesuatu yang membuatnya sibuk, menghindari kontak mata. Hal ini berbeda jauh dari Raka yang dulu, yang selalu penuh semangat dan perhatian.Suatu malam, setelah Raka pulang terlambat lagi tanpa penjelasan yang memadai, Nadia memutuskan sudah saatnya untuk menghadapi suaminya. Dia menunggu hingga Raka meletakkan tasnya di sudut ruangan, melepaskan jasnya dengan gerakan yang terburu-buru. Nadia mengambil napas dalam-dalam sebelum memulai
Read more

25. Mimpi Buruk

Malam itu terasa lebih gelap dari biasanya, seolah langit menghembuskan kegelapan yang lebih pekat daripada malam-malam lainnya. Nadia terjaga dari tidurnya dengan napas terengah-engah, keringat dingin membasahi dahi dan lehernya. Dia memandang sekeliling kamar yang sunyi, merasa tertekan oleh kepulan ketakutan yang masih mengganggu pikirannya. Mimpinya, meskipun tampaknya tidak lebih dari sekadar ilusi malam, memberikan dampak yang mendalam.Dalam mimpinya, Nadia melihat Raka terjebak dalam kegelapan yang menyesakkan. Dia berdiri di tengah ruangan yang sepi, dikelilingi oleh sosok-sosok yang tidak jelas dan tampak berbahaya. Mereka bergerak perlahan, mendekati Raka dengan tatapan penuh ancaman, sementara Raka tampak kebingungan dan putus asa. Nadia berusaha untuk berteriak, tetapi suaranya tertahan, dan dia hanya bisa menyaksikan dalam ketidakberdayaan.Saat dia kembali ke kesadaran, Nadia merasa hatinya berdegup kencang. Dia duduk di tepi tempat tidur, mencoba mengumpulkan kembali k
Read more

26. Kabar Teman Lama

Nadia duduk di ruang tamu rumahnya yang tenang, memandang jendela dengan pikiran yang terusik. Hujan yang turun di luar seolah mencerminkan kegundahan hatinya. Suara pesan masuk di ponselnya mengalihkan perhatian Nadia dari lamunannya. Dia meraih ponselnya dan melihat nama Maya, teman lamanya, muncul di layar."Hey, Nad, aku ingin memberitahumu sesuatu," bunyi pesan itu. Nadia mengernyit, jarang sekali Maya menghubunginya. Penasaran, dia segera membalas, "Apa kabar, May? Ada apa?"Tidak lama kemudian, ponsel Nadia bergetar lagi, dan dia membaca pesan yang masuk. “Aku baru saja melihat Raka di sebuah kafe di pusat kota. Dia bersama seorang pria yang tampak berpengaruh. Pertemuan mereka terlihat sangat serius, seperti sedang membahas sesuatu yang penting.”Nadia merasa dadanya sesak. Jantungnya berdegup kencang saat dia mencoba mencerna kata-kata Maya. “Kamu yakin itu Raka?” Nadia mengetik dengan tangan gemetar, berusaha menahan kegelisahan yang semakin mendesaknya.“Ya, Nadia. Aku yakin
Read more

27. Misteri yang Semakin Dalam

Nadia duduk di tepi tempat tidurnya, menatap lurus ke depan, namun pikirannya melayang jauh. Kata-kata Raka tadi malam masih terngiang-ngiang di benaknya. "Aku tidak ingin kamu khawatir, semuanya akan baik-baik saja." Tapi bagaimana mungkin ia bisa tidak khawatir? Raka yang biasanya selalu terbuka, kini seolah memasang tembok yang tak dapat ditembus. Ada rahasia besar yang ia simpan, dan ketidakpastian itu semakin menggerogoti hati Nadia.Saat fajar mulai menyingsing, Nadia memutuskan untuk tidak tinggal diam. Ia tidak ingin menjadi istri yang curiga tanpa alasan, tapi rasa penasaran itu tak bisa diabaikan begitu saja. “Aku harus mencari tahu sendiri,” gumamnya pelan, namun tegas.Pagi itu, saat Raka sudah berangkat kerja, Nadia memutuskan untuk menghubungi Alya, adiknya yang selalu memahami dan mendukungnya.“Alya, bisa kita bicara? Aku butuh pendapatmu,” ujar Nadia dengan nada suara yang penuh kegelisahan.Alya, yang biasanya ceria, segera menangkap nada berbeda di suara kakaknya. “T
Read more

28. Tekanan dari Keluarga

Pagi itu, sinar matahari yang seharusnya membawa kehangatan justru terasa menyilaukan bagi Nadia. Duduk di tepi tempat tidurnya, ponsel yang tergeletak di sampingnya berbunyi, menampilkan nama yang tidak asing lagi Bu Retno. Rasa was-was menghantui Nadia seiring dengan dering telepon yang terus berulang. Meski dia tahu apa yang akan dibicarakan ibunya, Nadia tetap mengangkat telepon itu."Bu?" Suara Nadia terdengar lembut, namun ada kekhawatiran yang menyertainya."Nadia, apa kabar?" suara Bu Retno terdengar tajam, seperti biasa. Setelah sedikit berbasa-basi, percakapan mulai mengarah ke topik yang sudah sering kali dihindari Nadia—pernikahannya dengan Raka."Nadia, sampai kapan kamu akan bertahan dalam pernikahan ini? Ibu tidak mengerti apa yang kamu lihat dari Raka. Dia tidak punya apa-apa untuk ditawarkan, bahkan kejujuran pun tidak." Suara Bu Retno terdengar semakin tegas dan penuh kritik."Ibu, Raka adalah suami yang baik. Dia bekerja keras untuk kami," jawab Nadia dengan lembut,
Read more

29. Keputusan Berat

Malam itu, Nadia duduk di tepi ranjang, memeluk lututnya, mencoba meredam gemuruh di hatinya. Langit di luar gelap gulita, seakan ikut menyembunyikan apa yang sedang dipikirkan Raka. Dia tidak bisa tidur, pikirannya terus-menerus berkecamuk pembicaraan dengan ibunya, sikap Raka yang semakin sulit dipahami, dan tekanan yang terus menghimpitnya dari segala arah. Nadia mencintai Raka, tapi semakin hari, ketidakpastian ini membuatnya terjebak dalam ketakutan yang tak berujung.Raka memasuki kamar mereka dengan langkah pelan. Tatapannya sayu, penuh beban yang tak terucapkan. Dia menghampiri Nadia, duduk di sampingnya tanpa berkata sepatah kata pun. Nadia tahu, ini saatnya. Tidak ada lagi waktu untuk menghindar dari kenyataan. Dia perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi, apapun itu.“Raka,” panggil Nadia pelan, namun dengan nada yang tegas. Raka menoleh, menatap istrinya dengan mata yang tampak lelah.“Aku tidak bisa terus seperti ini,” lanjut Nadia. “Aku butuh kepastian. Jika ada sesuatu ya
Read more

30. Pengakuan Raka

Pagi itu, sinar matahari menembus tirai jendela kamar, membangunkan Nadia dengan lembut. Hari libur yang diharapkannya penuh dengan kedamaian ternyata membawa beban pikiran yang tak terduga. Raka, suaminya, duduk di sampingnya dengan ekspresi serius yang jarang terlihat. Ia menarik napas dalam, seolah-olah bersiap mengungkapkan sesuatu yang selama ini disimpan rapat-rapat.“Nadia, ada sesuatu yang harus aku katakan,” Raka memulai, suaranya tenang namun penuh dengan kekhawatiran. “Selama beberapa bulan terakhir, aku telah bekerja keras bukan hanya di kantor, tapi juga mencoba membangun bisnis kecil. Aku tahu kita tidak punya banyak, dan aku ingin kita bisa memiliki kehidupan yang lebih baik.”Kata-kata itu menggantung di udara, membuat Nadia terpaku sejenak. Perasaan campur aduk menguasai dirinya. Di satu sisi, ia terkejut dengan pengakuan itu mengapa Raka tidak pernah membicarakan hal ini sebelumnya? Di sisi lain, ia merasa lega bahwa akhirnya Raka membuka diri. Namun, kebingungan pun
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status