Semua Bab Pesona Istri Muda Ayahku: Bab 41 - Bab 50

65 Bab

Mengagumi Sosoknya

Mobil Ammar tiba di parkiran sebuah taman yang cukup luas di kota Jakarta.Bersikap seperti seorang lelaki yang gentle, Ammar turun lebih dulu untuk kemudian membukakan pintu untuk Naina.“Silakan turun, tuan putri!” ucap Ammar, yang memancing senyum manis di bibir Naina.“Jangan berlebihan, Ammar! Bercandamu tidak lucu!” Naina mendelik, tapi bibirnya tetap tersenyum.Dan Ammar tak peduli. Ia memang menyukai senyum itu.Bahkan bisa dibilang, senyum Naina adalah salah satu favoritnya di dunia ini.“Taman ini sudah mengalami banyak perubahan.” Naina berkomentar, ketika langkahnya terhenti di pintu masuk taman kota yang di sekitarnya banyak ditumbuhi pohon dan beraneka macam bunga.Ammar berdiri di samping Naina,  membenamkan kedua tangannya ke dalam saku celana, lantas mengangguk setuju.“Ya, taman ini banyak berubah. Menjadi lebih cantik.” ketika mengucapkan kata ‘cantik’, entah m
Baca selengkapnya

Sekretaris Baru

Setelah itu, Ambar kembali berterima kasih pada Arka dan menarik dirinya berlalu keluar dari ruangan itu.Namun, seperginya Ambar, Arka mengusap wajah dengan sebelah tangan dan mengacak rambutnya pelan.“Jika hari ini hari terakhir Ambar bekerja, itu artinya aku harus mencari sekretaris baru. Akan membutuhkan waktu lama jika mencari sekretaris dengan cara membuka lowongan. Aku harus mencari cara lain yang lebih cepat,” gumam Arka memijit keningnya sambil berpikir.Kemudian sebuah ide terlintas di kepala, Arka menyipitkan mata.“Paman Rustam pasti bisa membantuku. Mengapa tidak kuminta dia untuk mencarikan karyawan wanita yang cerdas dan berpenampilan menarik untuk dinaikan jabatan menjadi sekretaris. Agar aku bisa  mendapat pengganti Ambar,” lanjut Arka bergumam sambil mengangguk-anggukan kepala.*** “Baiklah, nanti akan kucoba carikan karyawan wanita seperti yang kau minta. Tentu saja yang kerjanya cekatan seper
Baca selengkapnya

Sengaja Berpenampilan Menarik

“Apa, Arka baru saja mengangkatmu menjadi sekretarisnya?” tanya Naina yang berbicara dengan Maurin melalui sambungan telpon.“Ya, dia baru saja menaikan jabatanku. Sekretaris yang dulu, mengundurkan diri karena hamil. Arka membutuhkan sekretaris pengganti lebih cepat, jadi dia tidak membuka lowongan baru,” ucap Maurin dari seberang telpon.“Itu bagus. Kau memang cerdas, Maurin. Aku senang mendengar kabar baik ini. Selamat untuk naiknya jabatanmu. Besok kau sudah bekerja sebagai sekretarisnya Arka.” Naina menyunggingkan senyum tulus yang tak dibuat-buat.Senyum itu berasal dari dalam hatinya.“Terima kasih, Naina. Oh ya, apakah Arka sudah pulang?” tanya Maurin.Naina yang duduk di tepi ranjangnya pun menoleh ke arah jendela. Ia belum mendengar suara deru mobil yang berhenti di pelataran rumah. Itu artinya, Arka belum pulang dari kantor.“Mungkin sebentar lagi. Aku baru saja selesai menyiapkan makan ma
Baca selengkapnya

Diabaikan

“Selamat pagi, Pak Presdir!” sapanya dengan senyum manis, menatap Arka yang setiap hari selalu terlihat menawan.“Pagi!” namun Maurin terhenyak dengan mulut yang sedikit terbuka, ketika Arka hanya membalas sapaannya dengan singkat. Bahkan tak sedikit pun lelaki itu menoleh ke arahnya.“Apa? Aku sudah mati-matian mengubah penampilanku hanya untuk menarik perhatiannya. Tapi sikapnya malah seperti itu?” Maurin berdecik kesal setelah pintu ruang CEO menutup di hadapannya.Ia memanyunkan bibir dan meremas tangan di atas meja. Kemudian menghela napas untuk menenangkan dirinya sendiri. “Oke, bukan masalah. Ini baru permulaan. Untuk mendekati CEO sedingin Arka, memang bukan hal yang mudah. Aku harus lebih bersabar. Aku yakin, suatu saat, Arka pasti akan bertekuk lutut di hadapanku,” ucap Maurin dengan penuh percaya diri.*** “Sejak kemarin dia tidak banyak bicara. Sikapnya jutek sekali. Bahkan di
Baca selengkapnya

Ketika Iblis Jatuh Sakit

Ia membuka pintu dan menyambut Arka yang baru saja turun dari mobil.Arka tetap melangkah saat matanya bertemu dengan bola mata Naina. Naina menyunggingkan senyum tipis yang dapat meluluh lantakkan hati lelaki.Kemudian Naina menjulurkan tangan kanannya. “Biar kubantu bawakan tasmu,” tawarnya dengan tulus.Arka menghentikan langkah, sesaat matanya menatap pada tangan Naina yang terjulur ke arahnya, kemudian matanya kembali naik menatap wajah Naina.Tanpa kata, Arka memberikan tas itu pada Naina, lantas berjalan lebih dulu melewatinya. Setelahnya, Naina menyusul dari belakang.“Aku membuat sup ayam malam ini. Kau bisa memakannya selagi hangat,” kata Naina memberitahu saat langkah Arka melewati ruang tengah, dimana di sana juga ada meja makan.  Setelah bicara, Naina merapatkan bibir, berdoa dalam hati semoga saja Arka tak membentaknya karena ia tidak memasakan makanan luar.Tapi ketika Arka hanya melangkah gontai di depa
Baca selengkapnya

Haruskah Tidur di Kamar Arka?

Setelah selesai mengenakan piyama tidur, Naina melipat selimut dan menumpukkan bantal di atasnya. Untuk kemudian ia dekap di dada.Naina menegakan tubuh dan berdiri di samping ranjang. Ia sedang berpikir keras.“Apakah aku harus tidur di kamar Arka?” gumam Naina bertanya-tanya.Benaknya teringat dengan apa yang dikatakan oleh Dokter yang tadi memeriksa Arka. Katanya suhu tubuh Arka cukup tinggi. Masih ada kemungkinan tingginya akan meningkat saat tengah malam. Untuk antisipasi, Naina akan berjaga di kamar Arka. Jika demam Arka semakin tinggi, maka Naina harus segera menghubungi dokter.Naina melirik ke arah jam yang terpajang di dinding kamarnya, jam itu menunjukkan pukul sebelas malam.  “Apakah Arka sudah tidur?” gumam Naina lagi.Karena saat lelaki itu tidur, Naina bisa masuk diam-diam ke dalam kamarnya.Naina masih berkutat dengan benaknya. Antara harus tidur di kamar Arka untuk menjaga lelaki itu, atau m
Baca selengkapnya

Turun dari Pangkuanku!

“Baik, Pak.” Maurin mengangguk patuh, lalu menaruh cangkir kopi itu di atas meja, tepat di hadapan Arka yang sedang duduk sambil sedikit merenggangkan otot-ototnya.Tak dipungkiri, pekerjaan kantor yang menumpuk, membuat Arka merasa lelah.  “Sekarang kau bisa pergi,” kata Arka setelah Maurin meletakan cangkir kopinya.“Baik, Pak Presdir. Aku permisi.”        Maurin hendak berbalik. Tapi, tiba-tiba kakinya dibuat seolah keseleo, lantas ia jatuh ke atas pangkuan Arka dan membuat Arka terkejut karena jarak wajah mereka yang berdekatan.“Aakhh …  ““Maurin! Apa yang kau lakukan?” reaksi Arka justru di luar dugaan. Lelaki itu menatap Maurin dengan tatapan marah. “Maaf, Pak Presdir. Aku tidak sengaja. Kakiku keseleo. Maafkan aku,” ucap Maurin sambil bangkit berdiri dari pangkuan Arka.Arka terlihat sedikit kesal, menghembus
Baca selengkapnya

Minta Izin

Tiba di ruang tengah, Arka sudah berdiri sambil meneguk segelas air putih. Naina sempat menghentikan langkah dan sesaat menatapnya dengan tatapan kesal. Tapi kemudian Naina menggelengkan kepala, memilih abai dengan Arka dan lebih baik istirahat di kamarnya.Baru saja Naina akan berjalan melewati Arka, saat Arka menyentak gelas kosong ke meja dan membuat langkah Naina terhenti.Naina tahu, ada sesuatu yang harus ia dengarkan baik-baik dari mulut lelaki itu setelah ini.“Lain kali, kau tidak boleh pergi ke mana pun dan dengan siapa pun tanpa seizinku,” ucap Arka, yang membuat Naina mengerutkan kening lalu menoleh ke arahnya.“Izin? Tapi kau tidak pernah mengatakan itu di dalam perjanjian kita. Kau hanya ingin aku menjadi ibu yang baik di rumah, yang melayanimu. Aku rasa, aku sudah melakukan semua itu. Aku memasak sarapan dan makanan untukmu, mengurus rumah, melayani semua yang kau perintahkan. Tapi untuk membatasiku dalam bersosialisasi dengan ora
Baca selengkapnya

Melarikan Diri

Naina baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuhnya sudah rapi dengan piyama tidur yang dikenakannya. Kedua tangannya sibuk menggosok-gosok rambut yang masih sedikit basah. Setelah itu, Naina membereskan tempat tidur dan merapikannya agar nyaman saat akan merebahkan tubuhnya di sana.Akan tetapi, baru saja Naina melempar handuk bekas rambut ke keranjang cucian yang ada di samping lemari, tiba-tiba kamarnya dibuka dan ia terperanjat duduk dengan punggung yang menyudut ke kepala ranjang.“Arka! K-kau mau apa?” Naina bertanya terkejut. Meremas selimut dan menutupi dadanya dengan rapat. Ia meneguk ludah, mengira Arka akan berbuat macam-macam padanya.Dengan santai Arka menutup pintu, melangkah menuju ranjang dimana Naina semakin gugup dan menatapnya waspada.“Kau jangan macam-macam. Aku mau tidur!” sentak Naina, menatap Arka tajam. Tubuhnya mengkeret makin tersudut ke ujung tempat tidur saat langkah Arka makin mendekat.&nbs
Baca selengkapnya

Untuk Melayaniku

“Naina, kau mendengarku? Aku menunggu jawabanmu.” dengan sengaja Arka berbisik sangat dekat di telinga kiri Naina, membuat Naina bergidik pelan, lalu menelan ludahnya berkali.Ia tidak paham dengan apa maksud dari pertanyaan Arka, tetapi Naina tetap menjawabnya.“Tidak, aku tidak akan mengikutinya,” jawab Naina.“Alasannya?” pinta Arka, manik matanya lurus ke depan, menatap pada cermin yang sedang memantulkan bayangan mereka berdua.“Kurasa, aku tak perlu menjelaskan alasannya. Kau tahu kenapa aku masih bertahan di rumah yang seperti neraka ini,” kata Naina, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Yang penting matanya tak lagi bersinggungan dengan bola mata Arka yang berwarna sebiru laut.Sementara itu, Arka menarik sebelah ujung bibirnya  setelah mendengar ucapan Naina.Jelas saja Arka tahu, sebab Naina bertahan di rumah ini demi mendapatkan uang darinya.Meski Arka merasa sedikit
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status