Home / CEO / Presdir, Istri Sahmu Telah Kembali / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of Presdir, Istri Sahmu Telah Kembali: Chapter 161 - Chapter 170

205 Chapters

161. Apa Kalian Bertengkar?

“Ternyata menyenangkan memiliki anak lelaki.” Marc berkata pada Larry.Dua lelaki mapan sedang mengadakan pertemuan di ruang kerja. Larry datang untuk memberikan laporan perusahaan Marc yang ia pimpin di luar kota. Ia juga memberikan banyak bingkisan untuk Vivi dan Arzan.“Mungkin karena Arzan sudah lebih besar hingga kamu dapat lebih banyak melakukan kegiatan?” Larry menyimpulkan.“Mungkin. Sementara aku masih bingung apa yang aku lakukan jika bersama Vivi.”“Arzan juga terlihat sangat penurut, ya?”“Iya.” Marc mengangguk keras.Cerita tentang kegiatan yang dilakukan bersama Arzan, mengalir lancar dari bibir Marc. Ia berkata, Arzan mulai mengerti bahasa Inggris walau masih sulit membalas. Marc memiliki jadwal khusus untuk melatih sendiri komunikasi putranya dalam bahasa internasional tersebut.“Selain bahasa, aku juga memberikan kegiatan di luar sekolah yang cukup banyak.”“Apa Arzan terlihat lelah?”“Tidak. Dia malah terlihat antusias dan senang belajar.”“Baguslah.”“Aku tidak akan
last updateLast Updated : 2024-11-01
Read more

162. Kenapa Ngambek?

Marc sebenarnya tidak setuju dengan pernyataan mamanya. Menurutnya, Sarah menikmati kegiatannya sebagai ibu baru. Namun untuk menenangkan hati Lucy, Marc mengangguk.“Jangan terlalu sibuk hingga kamu melalaikan Sarah.” Sebelum keluar, Lucy mengingatkan putranya.Kembali, Marc mengerutkan kening. Ia jadi bingung sendiri mengapa Mamanya merasa ia dan Sarah seperti sedang ada masalah. Marc berdiri lalu keluar dari ruang kerja.Saat masuk ke dalam kamar, ia tidak menemukan Sarah. Marc berrtanya pada pelayan yang kemudian mengatakan bahwa Sarah sedang menemani Vivi dan susternya.Marc masuk ke kamar bayi dan menemukan Sarah termenung sendiri di balkon. Ia menatap sekeliling dan tidak menemukan Vivi di kamar tersebut.“Sayang?” Marc menghampiri istrinya.Terkejut, Sarah membalik tubuhnya dan memaksakan senyum manis. Marc mengamati ekspresi Sarah lalu memeluknya.“Kamu kenapa?”Sarah hanya menggeleng. “Tidak apa-apa.”“Mana Vivi? Aku pikir kamu sedang menemani Vivi?”“Oh, tadi aku sedang mer
last updateLast Updated : 2024-11-01
Read more

163. Memendam Perasaan

Bukannya Sarah kini membenci Arzan. Tidak. Ia tetap menyayangi putra angkatnya itu. Hanya saja, kali ini ia berharap bisa berduaan saja dengan sang suami.Mereka menunggu Arzan mengganti pakaian. Semangat Sarah sudah memudar. Ia sudah tau apa yang akan terjadi di mall nanti.“Aku sudah siap, Ma, Pa.” Arzan datang dengan stelan celana panjang dan kaos yang dilapisi kemeja yang dibiarkan terbuka kancingnya.“Tampan sekali.” Sarah menunduk dan memuji Arzan.“Mama juga cantik.”Sarah terkekeh. “Dari mana kamu belajar menggombal?”Arzan menoleh lalu menunjuk Marc. “Kata Papa, kalau ada yang memuji, kita harus balas memuji.”Tangan Sarah terjulur mengusap kepala Arzan. Mereka lalu bersiap dan melangkah ke pintu keluar. Arzan menggandengn tangan Marc.“Ma, kenapa adik Vivi tidak ikut? Tadi, aku lihat Adik belum tidur.” Arzan mendongak menatap Sarah.Karena tadinya memang hanya mama dan papa saja yang akan pergi untuk berkencan. Sarah membalas dalam hati. Ia memberikan senyum simpulnya pada Ar
last updateLast Updated : 2024-11-02
Read more

164. Pulanglah Sekarang!

Setelah beberapa hari, Sarah masih tampak lebih pendiam. Ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan Vivi. Sementara Marc yang merasa Sarah sedang fokus mengurus bayi memilih membimbing Arzan.Bahkan kini, setelah Arzan pulang sekolah, ia diantar ke kantor. Marc mengenalkan Arzan pada semua relasinya saat ia membawa sang putra meeting. Kedekatan Marc dengan Arzan dibanding Sarah dan Vivi tak luput dari perhatian Lucy.Apalagi, akhir-akhir ini, Sarah mengeluh ASI-nya berkurang. Vivi jadi lebih rewel. Sarah memutuskan membawa Vivi ke dokter.“Sudah bilang Marc?” Lucy yang ikut menemani bertanya pada Sarah saat mereka dalam perjalanan ke rumah sakit.“Marc sedang rapat, Ma. Percuma aku telepon.”Lucy mendengar nada pasrah dari bibir Sarah. Wanita setengah baya itu hanya mengelus punggung sang menantu. Namun begitu, diam-diam, Lucy mengirimkan pesan pada putranya.Dokter anak yang memeriksa Vivi mengatakan bahwa bayi itu memang kurang minum. Sarah segera melakukan pengecekan ke dokter lakta
last updateLast Updated : 2024-11-02
Read more

165. Bodoh!

Sarah menahan napas sejenak sambil menatap suaminya. “Tunggu Vivi tidur. Aku harus mengajarinya minum susu dari botol lebih dulu.”Tanpa menunggu balasan Marc, Sarah pergi ke kamar bayi. Meski Vivi saat ini sedang bersama anggota keluarga lain di ruang keluarga, Sarah tetap menunggu suster membawa bayinya ke kamar bayi.Marc memperhatikan suster mengajari Sarah membuat susu formula untuk Vivi. Lalu keduanya mencoba meminumkan Vivi. Bayi perempuan itu menangis saat mulutnya dijejali benda asing.Sarah kembali terisak sedih melihat putrinya kesulitan minum. Marc terpaku dan bingung harus melakukan apa. Ia berpikir ini sesuatu yang sederhana, namun melihat Sarah terpuruk, ia jadi tau masalahnya tidak semudah perkiraannya.Saat melamun, Marc melihat suster memberi kode untuk membawa Sarah keluar. Marc mendekati istrinya dan memeluknya erat.“Biar suster yang mengajari, Vivi, ya. Suster tau apa yang harus dilakukan.” Marc berkata lembut pada Sarah.Meski Sarah terlihat tidak setuju, Marc te
last updateLast Updated : 2024-11-03
Read more

166. Pelajaran Berharga

Sarah terbangun pukul dua dini hari. Perlahan ia turun dari ranjang dan menyelinap keluar kamar. Sarah masuk ke kamar bayi dan mengamati putrinya.Vivi tidur lelap. Hatinya miris melihat perlengkapan susu formula dan botol berjejer di samping ranjang putrinya. Namun ia lega, Vivi bisa tidur yang artinya ia sudah kenyang meski tidak minum ASI.Sambil merapatkan kimononya, Sarah kembali ke kamar. Ia tidur miring menghadap Marc. Suami tampannya terlihat tidur dengan kening berkerut. Entah jam berapa Sarah tertidur kembali. Ia menggeliat saat merasa lehernya diciumi. Matanya memicing pada sosok di depannya.“Selamat pagi, Sayang.” Marc tersenyum sambil mengelus kepala Sarah.“Mmm .... “ Sarah bergumam pelan. “Jam berapa?”“Sudah jam tujuh pagi.”Seketika mata Sarah membulat. Ia kesiangan karena biasanya selalu bangun jam lima saat Vivi mau menyusu.“Vivi sedang berjemur. Setelah ini kamu bisa menyusui.” Marc menenangkan istrinya yang kaget.Sarah mengangguk lega. Ia duduk dan menatap sua
last updateLast Updated : 2024-11-03
Read more

167. Hal yang Wajar

“Kenapa Papa tidak mengantarku sekolah?” Arzan bertanya saat mereka sarapan bersama.“Adik Vivi kan sedang demam. Papa ikut jaga Adik dulu, ya.” Marc mengusap sayang kepala Arzan.Arzan mengangguk. “Sebenarnya, aku juga mau jaga Adik Vivi.”“Nanti pulang sekolah kamu bisa jaga Adik. Oke?” Sarah menimpali.Sarah dan Marc mengantar Arzan hingga putra mereka naik ke mobil jemputan. Keduanya mengamati kendaraan sekolah hingga keluar dari pagar rumah. Lalu, Marc menggandeng Sarah masuk kembali ke dalam.“Kamu mau ke kamar Vivi?”“Iya. Sebentar lagi, Vivi mau mandi.”Sarah dan Marc berbincang sebentar dengan Frank dan Lucy yang menginap karena khawatir dengan keadaan cucu mereka. Frank yang saat sarapan telah rapi dengan pakaian kerja sekalian berpamitan untuk ke kantor.Sebelum berangkat, Frank mengajak Lucy dan Marc mengobrol di ruang kerja. Sarah mengerti ada pembicaraan antar keluarga Carrington. Dengan beralasan bahwa ia ingin melihat Vivi, Sarah segera pergi ke kamar bayi.Marc lalu m
last updateLast Updated : 2024-11-04
Read more

168. Perkembangan yang Terlewat

“Marsha hamil, Tuan Marc.”Marc mengembuskan napas berat lalu menggeleng pelan mendengar pernyataan dokter jiwa. Akhirnya apa yang Marsha imaginasikan terwujud. Meski ia hamil akibat pemerk*s**n.“Apa hubungannya denganku?” Marc bertanya dengan sikap masa bodoh.“Marsha tidak memiliki siapa pun sekarang. Ayahnya masih di penjara. Beliau yang meminta kami menghubungi Anda, Tuan.”“Maaf, aku tidak lagi dalam kapasitas membantu Marsha.”“Bukan itu maksudnya.”Sekali lagi, Marc mengembuskan napas berat. Kesabarannya menipis mendapat teka-teki dalam dokter Marsha yang berdiri di depannya ini.“Sekali lagi aku tegaskan, aku tidak akan membantu Marsha. Lagipula, Marsha sudah menjadi tanggung jawab rumah sakit, bukan?”Dokter terdiam. Ia seperti ragu mengungkapkan sesuatu. Tentu saja itu semakin membuat Marc kesal.“Aku tidak ada waktu lagi untuk ini.” Marc berdiri dan berjalan ke arah pintu.“Tuan, tunggu!” Dokter memanggil Marc. “Saya tau Tuan tidak lagi ada hubungannya dengan Marsha. Tetapi
last updateLast Updated : 2024-11-04
Read more

169. Perjanjian Baru

“Kamu yakin ini bisa membuat Marsha dan Benny menjauh dari kehidupan keluarga Carrington?” Marc bertanya ragu pada pengacara pribadinya.Marc dan pengacara memegang berkas perjanjian yang akan diajukan kepada Benny. Tertulis bahwa Marc akan mencabut tuntutan pada Benny hingga lelaki itu bisa bebas bersyarat. Setelah bebas, Benny harus membawa Marsha ke rumah sakit jiwa di luar kota dan mengurusnya.“Salah satu pasal menyebutkan bahwa mereka tidak diperbolehkan mendekati keluarga Carrington secara langsung atau dengan bantuan orang lain.” Pengacara membaca salah satu butir perjanjian.Kembali Marc meneliti kata demi kata. Pengacara pribadinya ini memang bukan pengacara sembarangan. Prestasinya memenangkan berbagai kasus sudah tidak terhitung.Selain itu Frank merekomendasikan pengacara ini karena ia juga sangat dermawan. Beberapa kasus ia bantu tanpa memungut biaya sepeser pun. Terutama pada kaum tertindas.Untuk itu, sejujurnya Marc percaya pada rencana sang pengacara. Apalagi pengaca
last updateLast Updated : 2024-11-05
Read more

170. Besar Kemungkinan ....

Lucy tersenyum pada anak-anak panti yang menyapanya santun. Anak-anak itu sungguh manis. Lucy jadi berpikir kenapa dulu ia dan Frank tidak mengadopsi anak saja saat ia tak kunjung hamil lagi?Kepalanya menggeleng untuk membuyarkan lamunan tentang kehidupannya dulu dengan Frank. Mantan suaminya itu sudah dengan tegas berkata bahwa ia tidak bisa memberikan kesempatan kedua jika masalahnya adalah dengan kesetiaan.“Lydia.” Lucy menyapa temannya.Pemilik yayasan yang sedang duduk di kursi kerjanya sambil membaca kertas, mengangkat kepala. Lydia tersenyum dan berdiri. Ia balas menyapa dan mempersilahkan Lucy untuk duduk.“Apa kabar, Lucy? Bagaimana cucumu?”“Baik sekali. Vivi sudah mulai rewel jika ditinggal Sarah. Ia juga semakin cantik.” Dengan bangga Lucy menceritakan cucunya.Bahkan setelahnya Lucy memperlihatkan layar ponsel yang menampakkan beberapa foto dan video Vivi. Lydia langsung memuji kelucuan cucu temannya tersebut.“Lalu, Arzan? Bagaimana kabarnya anak itu?”Bibir Lucy kemba
last updateLast Updated : 2024-11-05
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
21
DMCA.com Protection Status