Home / CEO / Presdir, Istri Sahmu Telah Kembali / Chapter 171 - Chapter 180

All Chapters of Presdir, Istri Sahmu Telah Kembali: Chapter 171 - Chapter 180

205 Chapters

171. Alergi Susu Sapi

“Alergi susu sapi.” Dokter anak mengamati kulit Vivi yang merah di beberapa bagian tubuh termasuk wajah.Sarah dan Marc saling berpandangan. Sarah berkata pada dokter bahwa Vivi sudah minum susu sapi hampir satu minggu.“Kenapa alerginya baru muncul sekarang? Bukankah seharusnya langsung terdeteksi?” Sarah bertanya dengan nada bingung pada dokter.“Karena Vivi masih minum ASI. Ia mendapat imun dari sana. Tetapi karena terus-menerus diberi susu sapi, akhirnya alerginya muncul juga.” Dokter menjelaskan seraya menuliskan resep untuk Vivi.“Jadi, Vivi tidak boleh minum susu formula lagi?” Marc kini yang bertanya pada dokter.“Boleh, Tuan. Hanya saja bagi bayi yang alergi susu sapi, susunya diganti dengan susu soya.”Marc memandang putrinya yang tampak gelisah. Pasti merasa gatal di wajah dan tubuh. Tangannya terjulur dan mengambil alih Vivi dari gendongan Sarah.Saat Sarah berbincang dengan dokter, Marc menenangkan putrinya. Jarinya mengusap lembut pipi Sarah yang merah.“Setelah minum ob
last updateLast Updated : 2024-11-06
Read more

172. Berhak Tau

Lydia mengintip ruangannya. Menurut salah satu pekerja sosial, ada wanita yang ingin bertemu. Lydia menduga wanita ini yang menanyakan Arzan.Sebelum masuk, Lydia mengirim pesan singkat pada Lucy. Ia juga mengirimkan foto wanita di dalam ruangannya. Setelah itu, Lydia memasukkan kembali ponselnya ke saku.“Selamat pagi.” Lydia menyapa wanita yang tampak gelisah itu.Spontan, wanita itu berdiri. Mereka bersalaman. Wanita itu memperkenalkan dirinya bernama Vania.“Silahkan duduk, Nona Vania.” Lydia berkata santun. “Ada yang bisa saya bantu?”“Aku bertemu Vano kemarin sore di toko buku.” Tanpa basa-basi, Vania berucap cepat.Lydia mengerutkan kening. “Vano?”“Putraku yang kutinggalkan hampir sepuluh tahun lalu di sini.”Mata Lydia menatap lekat wanita di depannya. Memang ada kemiripan antara Vania dan Arzan. Sama-sama berkulit coklat, bibir penuh dan berambut sedikit ikal.“Anda yakin? Sudah hampir sepuluh tahun dan saya pikir ada banyak sekali anak dengan kemiripan yang sama.” Lydia men
last updateLast Updated : 2024-11-06
Read more

173. Pesta Ulang Tahun

Sejak kejadian di toko buku, gerak Arzan dipersempit. Ia selalu ditemani satu suster dan dua pengawal saat sekolah dan les. Setelah tidak ada kegiatan, Arzan dilarang bepergian.Untungnya, Arzan anak yang penurut. Ia tidak keberatan harus pulang tepat waktu dan tidak keluar rumah.Agar putranya tidak bosan, Marc menyiapkan banyak kegiatan di rumah. Olahraga, kesenian bahkan permainan disediakan Marc di rumah mereka. Arzan menikmati semua fasilitas tersebut.“Minggu depan, Arzan ulang tahun. Bagaimana pestanya? Kita tidak mungkin menggunakan rencana awal dengan membuat perayaan di hotel, bukan?” Sarah bertanya pada Marc.“Itu juga yang sedang aku pikirkan.”“Padahal, kita sudah janji pada Arzan untuk merayakan ulang tahunnya.”“Aku akan diskusi dengan event organizer saja.”Sarah mengangguk setuju. Wanita itu mendengar suaminya bicara di telepon dengan salah satu kenalannya yang biasa menyelenggarakan pesta.Malam harinya, Marc berbaring di samping Sarah. Ia melewati hari yang berat. D
last updateLast Updated : 2024-11-07
Read more

174. Darah Kental

“Maksudnya? Om Adrian kenal Vania? Wanita yang mengaku ibu kandung Arzan?” Marc bertanya seraya mengerutkan kening.Mereka langsung berkumpul di ruang keluarga sesaat setelah pesta Arzan selesai. Arzan telah tertidur karena kelelahan. Padahal setelah mandi, anak lelaki itu mengatakan ingin membuka hadiah-hadiah ulang tahunnya.“Wajah wanita yang diberikan Lydia memang kurang jelas karena temanku itu memfotonya secara diam-diam. Tetapi, di berita ini memang terlihat kemiripannya dengan Arzan.” Frank mengamati video rekaman yang diperlihatkan Adrian. “Siapa dia, Adrian?”Adrian mengotak-atik tabletnya. Kemudian, layar tablet itu balik menghadap Sarah, Marc, Frank dan juga Lucy. Keempat pasang mata menatap serius pada layar tersebut.“Penulis? Vania seorang penulis novel?” Sarah yang lebih dulu berkomentar.“Betul. Nama penanya Ainav, kebalikan dari nama aslinya. Salah satu bukunya yang berjudul ‘Anak yang Diinginkan namun Tidak Didambakan’. Istriku membaca buku menyedihkan tersebut.”Me
last updateLast Updated : 2024-11-07
Read more

175. Secepatnya Saja

Sarah dan Marc menghela napas panjang. Tak menyangka bahwa Arzan ternyata ingat ia pernah bertemu dengan seseorang yang mengenalinya.“Siapa?” Sarah berpura-pura bertanya.“Tidak tau, Ma. Tiba-tiba ia membalik tubuhnya lalu menatapku dari wakah hingga kaki. Terus dia panggil aku Vano.”“Lalu?” Marc ikut bertanya sekaligus mengkonfirmasi apa yang diceritakan pengawal Arzan.“Om Awan bilang dia salah orang terus kami pergi.”“Kamu masih ingat wajahnya?”Kepala Arzan mengangguk pelan. “Wajahnya sepertinya mirip denganku.”Tidak ada komentar lagi dari Sarah maupun Marc. Mereka memilih mengalihkan perhatian pada apa yang dilakukan Vivi. Hingga akhirnya Arzan pun ikut bermain bersama adiknya.Saat Vivi mulai rewel karena lapar, mereka berjalan ke ruang makan. Marc menggendong Vivi dan menciumi pipi putrinya. Arzan bermain-main dengan kaki Vivi hingga bayi perempuan itu menendang-nendang dan tertawa.Suster ternyata sudah menyiapkan makanan Vivi. Kali ini bayi perempuan itu akan makan biskui
last updateLast Updated : 2024-11-08
Read more

176. Bukan Siapa-Siapa

Adrian menunggu seseorang di restoran. Ia melirik jam tangan dan mendesah kesal saat melihat janji temu ini telah terlambat lima menit. Sebagai seorang profesional, Adrian terbiasa bekerja tepat waktu.Matanya lalu menatap seorang wanita yang baru saja datang. Seorang pelayan mengarahkan ke mejanya.“Pak Adrian?” Wanita itu – Vania menyapa.“Ya. Silahkan duduk, Nona Vania. Atau saya panggil Nyonya Vania?” Pertanyaan itu seolah menyindir status Vania yang tidak jelas.“Vania saja, boleh.”Adrian tersenyum sedikit. “Nyonya Vania lebih cocok. Anda telah memiliki putra berumur sepuluh tahun.”Mata Vania terbelalak. Tubuhnya condong ke depan dan dengan wajah berbinar menatap Adrian.“Jadi, anda mau bertemu saya karena mengetahui informasi tentang putra saya?”“Iya.” Adrian mengangguk. “Saya tau persis putra anda berada di mana?”“Di mana?” Vania bertanya antusias.“Ada syaratnya.”Wanita di depan Adrian menghela napas berat. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Adrian melihat Vania membu
last updateLast Updated : 2024-11-08
Read more

177. Pertemuan Canggung

Sontak, Sarah dan Marc menatap putra mereka. Tidak menyangka Arzan sangat ketus pada Vania. Mereka tidak mengajari Arzan bersikap begitu."Arzan, Ibumu hanya ingin bicara saja." Sarah dengan lembut berkata."Ya, bicara saja di sini." Arzan melipat kedua tangannya di perut seolah tak perduli.Sungguh, Sarah melihat cerminan Marc pada sikap Arzan. Apa Arzan sudah mulai terpengaruh gaya Matc yang datar, terutama pada orang yang tidak disukai?"Ya sudah, tak apa kalau kamu tidak mau bicara berdua Ibumu." Marc kemudian menatap sekilas pada Vania. "Mungkin Arzan masih shock bertemu denganmu."Vania menghela napas berat. Ia mengamati lekat-lekat putra kandungnya. Anak lelaki itu terlihat sangat terawat."Kamu sekolah di mana, Vano?""Aku maunya dipanggil Arzan." Anak lelaki itu bersungut kesal."Baiklah." Vania mengalah. "Kamu sekolah di mana, Arzan?""Sekolah Spring Internasional. Kelas empat."Sekolah internasional. Berarti, orang tua angkat Arzan sangat kaya. Vania berucap dalam hati."Ap
last updateLast Updated : 2024-11-09
Read more

178. Selamat Datang

Semua kepala menoleh ke belakang. Mereka terkejut karena ternyata Arzan berdiri di sana dengan wajah kesal. Marc segera menghampiri putranya.“Arzan. Papa pikir kamu tidur.” Marc menggandeng tangan Arzan dan membawanya ke sofa.“Tidak. Aku tadi baca buku lalu ingin ambil minuman.“Oh. Ya, sudah. Sebentar.”Marc memanggil pelayan untuk menyiapkan makanan dan minuman. Setelah pelayan pergi, lelaki itu menatap putranya dengan senyum penuh arti.“Mama pasti tidak suka kamu berprilaku tidak sopan pada orang lain, terutama ibu kandungmu.”Arzan menghela napas berat.”Memangnya dia betul-betul ibuku, Pa?”“Kenapa kamu tidak yakin? Ia memberikan banyak bukti yang mirip denganmu.”“Kata temanku, lebih baik tes DNA saja.”Sarah yang lebih dulu berhasil mengatasi rasa terkejutnya. Sementara yang lain saling memandang dengan dahi berkerut. Tak menyangka, Arzan mengerti tentang tes DNA.“Temanmu? Pasti Mario, yang sering kamu sebut-sebut itu.”Arzan mengangguk. “Tadi pagi aku cerita kalau aku akan
last updateLast Updated : 2024-11-10
Read more

179. Tidak Perlu Dibuka

“Arzan sendiri yang meminta tes DNA?” Vania berkata bingung pada Adrian.“Iya.”“Kenapa?”“Karena ia tidak percaya ada ibu yang tega meninggalkan bayinya di depan pintu yayasan, kemudian ibunya itu tiba-tiba muncul sekarang.” Dengan nada datar Adrian menjawab.Vania terdiam. Pagi ini ia ditelepon Adrian yang memintanya datang ke rumah sakit. Pikiran buruknya mengatakan Arzan mungkin mengalami suatu kecelakaan.Tak lama kemudian, Sarah, Marc dan Arzan datang. Tanpa berbasa-basi, mereka ke sebuah ruangan tertutup. Dokter kenalan Frank sudah menunggu.“Apa kamu sudah pernah diambil darah.” Dokter bertanya saat melihat Arzan tegang.“Belum.” Anak lelaki itu menjawab.“Biar aku pegangi Arzan agar tidak takut.” Vania berjalan mendekat.Cepat, Arzan menggeleng. Ia langsung menghampiri Marc yang berada paling dekat dengannya. Marc segera memeluk kemudian memangku putranya.“Sudah. Duduk sama Papa saja.”Kemudian, Arzan tampak tenang. Bahkan ketika jarum suntik masuk ke pembuluh darahnya, ia h
last updateLast Updated : 2024-11-10
Read more

180. Pelanggan Setia

“Ini wanita yang mengaku sebagai ibu kandung Arzan?” Irma mengamati foto yang diberikan Irwan melalui layar ponsel.Irwan mengangguk. “Iya. Kalau dilihat-lihat memang mirip. Ia juga tau detail bagaimana ciri bayi yang ia tinggalkan di panti asuhan dan tanda lahir Arzan.”“Ya ampun. Ini sih ibu kenal.” Irma menggeleng-geleng tak percaya. “Orangnya baik sekali.”Irwan mengerutkan kening dalam. “Bagaimana? Ibu kenal di mana? Salah orang kali.”Irma kembali mengamati foto Vania. Ia bahkan memperbesar foto tersebut lalu mengangguk-angguk. Kemudian, tangannya melambai memanggil salah satu pegawai kafe.Irwan mendengar ibunya bertanya pegawai kafe. Wanita bercelemek itu menatap layar ponsel Irwan dan mengangguk. Irwan mengerti, pasti Vania pernah datang ke kafe ini.“Costumer ya, Bu?” Irwan menyimpulkan.“Pelanggan setia tepatnya. Vania selalu datang menjelang malam hingga kafe tutup. Ia selalu duduk di kursi yang sama, di pojok ruangan.” Irma menunjuk pada meja di ujung.“Maksud Ibu, dia da
last updateLast Updated : 2024-11-11
Read more
PREV
1
...
161718192021
DMCA.com Protection Status