"Adam Abimanyu." Bian mengucapkan nama itu dengan pelan, hampir seperti berbisik. Setiap suku kata terdengar seperti mantra yang memanggil rasa sakit dari dalam dirinya. Ada nada kemarahan yang samar namun jelas dalam suaranya, seolah nama itu saja sudah cukup untuk menyalakan api di dadanya. Matanya menyipit, memperlihatkan kilatan kebencian yang terpendam, sementara bibirnya mengerut, menahan emosi yang ingin meledak. Nama itu bergema di ruang kecil antara mereka, menggantung berat di udara. Bian menatap lurus ke arah pintu kamar yang tertutup, tempat ia menghukum Luna di sana, seolah berharap bisa menembus penghalang fisik dan menyaksikan kebenaran yang tersembunyi di baliknya. Kecurigaan melintas di wajahnya; kecurigaan yang kuat, nyaris menggerogoti ketenangannya yang biasanya tak tergoyahkan. Nama Adam Abimanyu seolah menjadi pemicu yang membangkitkan semua perasaan negatif yang pernah dia rasakan—kebencian, kemarahan, dan ketidakpercayaan. "Siapa dia?"Setelah mendapat infor
Baca selengkapnya