Semua Bab Suami Dadakanku Seorang Miliarder : Bab 21 - Bab 30

32 Bab

Hamil

Samira kembali bertanya hal yang sama. Pikirnya, mungkin sang dokter kurang jelas mendengar."Anda tidak sakit." Dahi Samira sampai mengkerut mendengarnya. Tidak mungkin ia dibawa ke sana kalau keadaannya baik-baik saja.Tapi ... Samira kaget, uluran tangan tiba-tiba sang dokter yang mencoba menjabatnya. “Selamat, Anda hamil!”Berbeda dengan wajah bahagia sang dokter, Samira nyaris jatuh pingsan mendengarnya. Wajahnya memucat, sampai tangannya yang bergetar mencengkeram sisi meja guna menahan tubuhnya yang ikut bergetar. Seketika ia merasakan semua sekelilingnya runtuh. Sampai dokter meletakan beberapa bungkusan obat di depannya, Samira yang bergeming kembali tersentak. Tanpa bicara apapun lagi, dalam kebimbangan dan dengan beban yang berat di kepalanya, Samira keluar dari ruangan dokter."Samira, apa kata dokter?" tanya Morgan yang cemas menunggunya sedari tadi."Tidak apa-apa. Katanya karena kelelahan saja," bohong Samira menutupi raut wajahnya yang memucat dan menegang."Jadi,
Baca selengkapnya

Disambut Istri Muda Ayahnya

Waktu terus memutar, hingga tiba malam yang juga kian larut. Samira melepas ponsel yang sedari tadi dalam genggaman erat tangannya. Sudah tujuh jam yang lalu ia hendak menelepon sang papi namun hingga detik ini belum berani menekan nomor teleponnya."Apa perlu memberitahu Papi tentang kehamilan ini?" Samira seakan bertanya kepada dinding kamar yang diam bisu."Papi pasti akan berkata ini berita baik!" Lagi-lagi Samira mendesah dalam kebingungan dan keputusasaannya. Jari-jemarinya mencengkram seprai yang kusut. Lama berpikir namun tidak juga menemukan satu ide yang bisa mengeluarkannya dari beban beratnya ini. Bunyi nyaring perutnya yang kosong terdengar. Samira baru sadar sejak pagi belum makan. Karena terburu-buru ke kantor tadi pagi, sampai-sampai ia tidak sempat mengisi perutnya.Samira mengganti seragam kerjanya dengan kimono tidur. Kemudian keluar kamar menuju dapur. Berharap ada sepotong roti atau makanan lain yang bisa mengisi perutnya yang mulai terasa perih dan panas. Sa
Baca selengkapnya

Panggilan Sang Atasan

Samira merasakan hatinya terkoyak-koyak. Orang terakhir yang ia kira bisa menjadi tempat ternyaman dan perlindungannya, sudah tidak memperdulikannya lagi. Lama hanya terdiam. Tekanan batin menyerangnya bertubi-tubi, seolah hilang harapan dan hilang tempat perlindungan. Keadaan dirinya saat ini sangat membuatnya tidak aman dan sangat tertekan.Sudah berapa lama mobilnya berhenti di sisi jalan, yang bahkan ia tidak menyadari tengah berada di mana sekarang. Samira terus merenung dalam waktu yang lama.Di saat pikiran-pikirannya berkelebar, seseorang yang membukakan pintu mobil menyentakkannya."Apa yang kamu lakukan di sini?" Seperti tersadar dirinya menangis, cepat-cepat Samira membuang wajahnya. Tangannya gesit menyeka air mata yang membanjiri wajah cantiknya. "Kenapa kamu kemari? Bukankah seharusnya kamu ke kantor di jam sekarang?" Samira bertanya tanpa berani melihat wajah panik pria yang begitu mengkhawatirkannya.Samira melakukan penekanan pada suaranya agar tidak terdengar goya
Baca selengkapnya

Kebohongan

Tanggapan apa maksudnya? Bukannya aku tidak bisa menolak semua perintahnya? Dia yang pikun apa aku yang tidak paham sekarang?"Tanggapan?" ulang Samira bertanya ditengah kebingungannya.Tampak pak Baroto mendesahkan nafas berat. Seolah-olah mengerti kebingungannya, pak Baroto berkata untuk menjelaskan maksudnya. "Bagaimana hubunganmu dengan kekasihmu itu, Samira?""A-apa?" Samira gugup setengah mati karena kagetnya.Otak cerdasnya langsung bekerja dengan baik mengingat jelas percakapan mereka tentang cucu sang atasannya ini. "Iya. Saya berharap kamu mau menikah dengan cucu saya."GLEKKSamira semakin tidak bisa menjawab. Ia tidak tahu harus membuat kebohongan apalagi menolak tawaran sang atasannya ini. Di sisi yang lain ia membutuhkan seseorang yang bisa menikahinya secara sah, dan mau bertanggungjawab atas kehamilannya ini.Namun, Samira juga ragu kalau cucu pak Baroto dan sang atasannya ini mau menerima keadaan dirinya, yang tengah mengandung benih Morgan sebab kesalahannya di mal
Baca selengkapnya

Ingin Mengakhiri Perjanjian

Di dalam kamarnya. Jarum jam dinding sudah di angka sebelas namun tanda-tanda kepulangan Morgan dari rumah kakeknya belum juga terlihat. Samira masih terus menunggunya. Ia tidak ingin menunda-nunda niatnya membicarakan ini secepat-cepatnya dengan Morgan. Iapun sudah memikirkan semua yang harus ia katakan kepada Morgan. Ia juga sudah memikirkan jawaban dan alasan semisal Morgan bertanya tentang keputusannya itu nanti. Namun, sampai ia tertidur tanda-tanda kepulangan Morgan tidak kunjung terdengar. Dalam lelahnya akhirnya Samira tertidur pulas. Alarm ponsel membangunkan Samira. Pikirannya masih jernih mengingat dirinya tengah menunggu-nunggu Morgan yang tak kunjung pulang. Samira keluar kamar menuju ruang tamu. "Kemana dia? Apa dia tidak pulang semalam?" tanyanya kepada seisi ruang tamu. Samira hanya bisa mendesahkan rasa kecewanya yang mendalam. Ia memutuskan sedikit waktu lagi duduk menunggunya di ruang tamu. Namun, hingga jam tujuh pagi Morgan tak kunjung juga pulang. H
Baca selengkapnya

Rahasia Besar Cucu Sang Atasan

"Samira, saya mencari mu," kata pak Baroto sesaat setelah melihatnya.Samira menyembunyikan ponselnya dibalik tumpukan map yang ia peluk. Takut kalau pak Baroto sampai tahu ia mengabaikan panggilan telepon sang atasannya itu. "Saya baru dari ruangan Morgan untuk mengambil berkas laporan kerjanya, Pak." Samira berdalih. Untungnya ia membawa tumpukan map tadi. "Iya, tidak apa-apa. Kamu selesaikan dulu pekerjaanmu, setelahnya segera ke ruangan saya ya." Pak Baroto beranjak pergi.Dahi Samira mengkerut kebingungan. Belakangan pak Baroto sudah seringkali mendatanginya ke ruangannya. Lebih membingungkannya, pak Baroto tidak pernah marah atau menegurnya, jika membuat alasan dengan membawa nama Morgan.Apa pak Baroto sudah tahu ia memiliki hubungan dengan Morgan?Tapi ...Jika pak Baroto tahu tentu tidak akan menjodoh-jodohkan dirinya dengan cucunya.Samira meletakkan map di atas meja. Setelah merapikan diri, ia keluar untuk menemui pak Baroto."Apa pekerjaanmu sudah selesai?" Pak Baroto t
Baca selengkapnya

Pengakuan Sang Atasan

"Sudah lama saya ingin mengatakan ini kepadamu, Samira. Namun, karena kesibukan pekerjaan maka sekarang saya baru sempat mengatakannya."Samira mempererat pegangannya pada sisi pintu, sesaat mengumpulkan kekuatannya untuk menjawab. "Terimakasih, tapi saya tidak berhak merebut kebahagiaan orang lain.""Itu benar. Tapi, tidak ada yang tidak mungkin asal kamu mau saja."Jawaban apa itu? Benar-benar tidak punya hati! Seandai ia mau, apa pak Baroto tidak berpikir rasa sakit menantu cucunya itu? Samira kesulitan menguasai getaran tubuhnya. Namun, mau tak mau ia harus segera berlalu dari sana. Sebelum semua pengakuan pak Baroto melumpuhkan semua kekuatan tubuhnya.Setengah menyeret kedua kakinya, Samira melanjutkan langkahnya kembali ke ruangannya. Gemuruh dadanya meningkat, dahinya berkeringat dingin, dan telapak tangannya mengepal kaku.Selama ini hubungannya dengan pak Baroto memang sangat baik dalam pekerjaan. Samira juga merasa nyaman selama menjadi bawahannya. Tapi ia tidak menyan
Baca selengkapnya

Keheningan

"Aku tidak mengatakan seperti itu." Morgan menggeser posisi duduknya menghadap ke depan. Matanya lurus menatap dinding yang cuma berjarak beberapa centimeter di depannya."Apa itu yang kamu inginkan, Samira?"Kenapa dia bertanya seperti itu? Apa dia tidak bisa merasa getaran suaraku yang penuh kekhawatiran?"Aku juga tidak mengatakan seperti itu." Samira menekan beban berat pikirannya dengan menjawab tenang. Andai mereka pasangan resmi, ia sudah menumpahkan beban pikirannya ini kepada Morgan. Tidak perlu menjaga-jaga rahasia dalam ketakutan dan keputusasaannya.Yang ia lakukan hanya bermanja-manja di pelukannya, namun ...Beberapa lama hanya terjadi keheningan di dalam kamar. Keduanya membungkam seolah sibuk dengan pikiran masing-masing. Tampak satu sama lain sungkan untuk mengutarakan isi hati yang menghimpit. "Apa yang ingin kamu sampaikan tadi?" Samira bertanya dengan tatapan kosong ke depan. "Kakek memintaku ..."Morgan kembali menggantung ucapannya. Dia tidak sanggup harus m
Baca selengkapnya

Fitnah

Melihat dirinya datang dengan wajah yang tampak sangat ceria, seolah tidak ada masalah mereka di hari-hari lalu. Silva, sang mama benar-benar kaget dengan kedatangannya tersebut.Begitu juga dengan tante Lala dan Rosa. Ketiganya sampai ternganga melihat dirinya begitu santai dan hangat menyapa mereka. Padahal, sejak masalah hari itu mereka yakin kalau Samira sudah jera datang ke rumah itu.Atau, mungkin Morgan yang tidak mengizinkan Samira lagi datang ke sana. "Ini ada kue untuk, Mami," ucap Samira melintas dari depan Silva, kemudian meletakkan paper bag di atas meja ruang tamu. Lelah sebab tenaga terkuras dan pikirannya dihantam beban berat belakangan ini, Samira menjatuhkan tubuhnya di atas sofa panjang. Beberapa detik Silva cuma ternganga. Kemudian kepalanya celingukan keluar seperti mencari-cari seseorang yang datang bersama Samira.Silva menghela nafas lega setelah yang ditakutkannya tidak terjadi. Dia takut kalau Samira mengadukan masalah waktu itu ke Philip, lalu mantan sua
Baca selengkapnya

Kecupan Dari Morgan

Samira terbelalak melihat Morgan lah yang datang. "K-kenapa dia kemari?" Kaget Samira bergumam sangat pelan, gegas menghampirinya dan bertanya, "apa urusan kamu sudah selesai?" Tanpa ragu-ragu Samira menggamit lengan kekar Morgan mesra.Untungnya Morgan paham dengan perlakuannya barusan. Membalas Samira tidak kalah mesra dan hangat. Bahkan berani mengecup kening Samira layaknya mereka pasangan sungguhan.Samira harus berjuang menguasai getaran hatinya. Nafasnya memburu dengan semua perlakuan tiba-tiba dan hangat dari Morgan. Ia berusaha tetap bersikap tenang dan santai."Elehhh, sandiwara apalagi ini? Modelan pria miskin begitu punya kesibukan pekerjaan?" sindir Rosa mempermainkan ujung kuku jari-jemari tangannya.Tak bisa disangkal, dalam hatinya, Rosa sangat terkagum-kagum melihat ketampanan Morgan dibalik penampilan maskulinnya kali ini. Bahkan ketampanan Pedro, kekasihnya, tidak ada apa-apanya dibanding suami Samira yang selalu direndahkannya itu.Hatinya bergetar hebat saat mena
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status