Semua Bab Virginity For Sale : Bab 21 - Bab 30

48 Bab

21. Diperbolehkan Untuk Menggoda

Akhirnya saat ini tiba juga. Maura menatap bayangannya sendiri yang terpantul di cermin dengan wajah melamun. Akhirnya ia bisa menuntaskan tugasnya sebagai gadis perawan yang dibeli oleh Raven, karena pria itu akan meng-klaim dirinya malam ini. Sejak ia terbangun siang hari tadi, Maura sama sekali belum bertemu dengan pria itu. Hanya Alberto yang menemuinya untuk mengingatkan Maura agar bersiap. Alberto juga bilang kalau Raven sedang bekerja dan tidak ingin diganggu. Apa Raven sedang menulis buku barunya? Menulis tentang... Maura? Semula Maura sangat senang dan bangga karena dirinya telah menjadi inspirasi untuk pria itu, tapi sekarang... entahlah, ia tak begitu yakin lagi. Maura bahkan sudah memutuskan untuk takkan pernah lagi membaca buku pria itu dan tak lagi mengidolakannya. Perutnya masih terasa mual setiap kali mengingat betapa ringannya Raven memerintahkan untuk menyabotase helikopter Daniel, yang bisa berdampak sangat fatal pada nyawa Daniel dan pilotnya! Dan M
Baca selengkapnya

22. Karena Aku Menginginkannya Lebih Sering Lagi

Tak perlu menunggu lama, Maura pun segera menjulurkan kedua tangannya untuk mengalung di leher Raven, sebelum ia memagut bibir pria itu dengan lembut. Raven membiarkan Maura yang lebih dulu bergerak, ingin tahu sejauh apa gadis ini bisa membuatnya terpikat. Maura menyambut perintah Raven dengan penuh suka cita. Kali ini Raven membiarkannya bebas bersikap, sesuai dengan dirinya yang memang seharusnya bersikap menggoda. Gadis itu menyesap bibir Raven dan menjilatinya, lalu menelusupkan lidahnya ke dalam mulut Raven untuk merayu seluruh isinya. Satu tangannya yang semula berada di leher Raven, kini mulai merayap turun ke dada bidang yang dipenuhi otot keras, untuk diusap dengan lembut. "Aaah... Moora." Ledakan euforia mengisi benak Maura ketika mendengar alunan suara serak milik Raven yang telah diliputi oleh gairah. Gadis itu pun memutuskan untuk semakin berani bertindak. Ciumannya kini tak lagi lembut, namun menuntut. Maura telah banyak belajar dari Raven, dan kini saatnya ia
Baca selengkapnya

23. Wawancara

"Miss Maura... bangunlah." Maura merasakan sesuatu yang perlahan menyentuh lengannya, menyertai sebuah suara yang akhirnya membuatnya membuka kedua mata yang terasa berat. Berat sekali. Dan... sakit. Sekujur tubuhnya sakit. "Ah, syukurlah Anda akhirnya bangun juga." Maura menatap seorang pelayan yang sedang berdiri di samping tempat tidur dan tersenyum padanya. Manik gadis itu pun kembali mengerjap pelan. "Apakah Anda bisa bangun? Mari saya bantu untuk jalan ke kamar mandi." Maura mengangguk. Pelayan itu pun membantunya untuk bangun. Maura mendesis pelan saat ia berubah posisi menjadi duduk, dan tekanan di panggulnya memberikan tusukan nyeri di bagian bawah tubuhnya. "Maaf, saya sudah membuat Anda makin kesakitan ya?" Maura menggeleng. Tentu saja bukan pelayan ini yang membuatnya kesakitan, tapi... Raven. Yang ganas sekali saat melakukannya. Namun Maura tahu ia tak boleh mengeluh, karena sesungguhnya Maura sendiri yang memperbolehkan pria itu untuk lepas kendali.
Baca selengkapnya

24. Pria Di Balik Kegelapan

"Aku seolah bisa 'melihat' perasaanmu kepada Moora ini. Kamu seperti sedang jatuh cinta pada 'Moora' yang ada di dunia nyata, lalu mencoba melukiskannya dalam rangkaian kata di dalam buku. Apa aku benar, Raven?" Shailene tak sadar bahwa ia telah melemparkan sebuah pertanyaan kritis yang telah membuat kehebohan bagi para penggemar Raven King, terutama para wanita. Pertanyaan yang juga membuat Stefan, pria berkacamata yang menjadi Manajer sekaligus editor Raven ikut meradang. Stefan juga berada di studio, ikut mendengarkan talk show dengan perasaan geram. Padahal sebelumnya ia telah mewanti-wanti Shailene agar tidak menanyakan hal pribadi kepada Raven! Untuk beberapa saat yang sangat sangat singkat, pertanyaan Shailene itu membuat ekspresi Raven sempat berubah. Namun karena pria itu terlalu lihai menyembunyikannya, bahkan Shailene yang berada di dekatnya pun sama sekali tidak menyadari perubahan itu. Raven masih tampak berwajah datar seperti biasa. "Wow, Shailene. Bukankah
Baca selengkapnya

25. Gadisku Yang Penurut

Maura membuka mulutnya bermaksud untuk menjerit, namun salah satu tangan pria itu yang semula mencengkram pinggangnya kini telah berpindah ke mulutnya. Hingga membuat suara gadis itu teredam oleh telapak tangan yang besar. Maura hanya bisa membelalakkan maniknya yang beradu dengan pria yang wajahnya mirip dengan Raven. "Ssstt... jangan berisik," guman pelan pria itu. "Raven sangat posesif dengan segala sesuatu yang menjadi miliknya. Dia akan sangat murka jika mengetahui kita berduaan di tempat yang sepi ini, Nona. Kamu pasti sudah tahu kelakuannya jika sedang kesal kan?" Maura mengerjap dengan kelopak matanya yang bergetar, antara takut dengan pria asing di depannya, tapi juga memikirkan perkataannya yang tepat sekali menggambarkan sifat seorang Raven King. "Jika kamu berjanji tidak akan berteriak, maka aku akan melepaskan tanganku dari mulutmu," ucap pria itu lagi. Maura menganggukkan kepala, dan sedetik kemudian tangan besar itu pun lepas dari bibirnya. Untuk beberapa
Baca selengkapnya

26. Hadapi Seperti Lelaki

"Hm? Apa ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan, Sugar Cookie?" Maura menggeleng pelan dengan kedua bibirnya yang terkatup rapat. Di dalam benaknya terngiang kembali perkataan Rhexton saat mereka masih di dalam gudang. [Ingat, pertemuan kita ini adalah rahasia. Jangan sampai Raven tahu jika kamu tidak ingin melihatnya benar-benar murka...] Ya, Maura merasa harus tetap merahasiakan pertemuannya dengan Rhexton dari Raven. "Begitu ya? Jadi kamu benar-benar telah menjadi gadis yang penurut selama kutinggalkan?" Raven terus bertanya dengan satu tangannya yang masih tetap meremas lembut dada Maura. "Uuh-huum...." Tak sengaja Maura mengiyakan dengan desahan. Gadis itu menggigit bibirnya saat ibu jari Raven mulai menggoda bagian puncak dadanya dari balik bajunya. Munafik sekali. Maura merasa menjadi wanita hipokrit, yang akan melakukan apa saja agar bisa menjauh dari Raven, namun juga tak mampu mengelak bahwa sentuhan pria ini membuat sekujur tubuhnya panas dingin. Momen perci
Baca selengkapnya

27. Kembali Memilih

"Uhm..." Maura yang mulai terbangun, kini mengernyit sayu sambil menoleh ke samping ranjangnya. Dan sama seperti biasanya, sosok Raven pun sudah tidak ada lagi di sana. Sebenarnya bagus juga seperti ini, karena jujur ia masih rikuh jika harus menghadapi wajah pria itu setelah aktivitas panas mereka di ranjang semalam. Gadis bersurai gelap itu pun meringis pelan ketika ia bangkit dari ranjang. Ah, lagi-lagi ia harus menghadapi situasi dimana sekujur tubuhnya terasa pegal luar biasa dan lemas, akibat Raven yang menjamahnya hingga berkali-kali dalam semalam. Tampaknya ia mulai harus menyesuaikan diri dan terbiasa, apalagi sampai dengan sekarang tak tampak sama sekali Raven yang ingin melepasnya. Maura masih duduk di tempat tidur dengan selimut yang ia tahan di dada sambil melamun, ketika ia mendengar suara connecting door dari ruang kerja Raven yang tiba-tiba saja terbuka dari luar. Saat maniknya bertemu dengan manik asap kelabu milik Raven, Maura pun mengerjap pelan penuh ket
Baca selengkapnya

28. Dan Akan Terus Memilih

Air mata tampak semakin membanjiri manik bening yang sayu itu. Maura serasa ingin pingsan mendengar Raven yang hendak menggigit putus satu jarinya dengan wajah serius dan mengerikan. Maura merasa bahwa sosok Raven yang ada di hadapannya ini bukanlah manusia, melainkan entitas jahat yang akan menyakitinya hingga di luar batas rasional. "Raven... tidak..." Maura menggeleng dengan tenggorokan yang terasa tercekat. "Pilih salah satu, atau aku yang akan memilihkannya untukmu," potong Raven seraya mengamati jemari Maura dengan seksama. "Bagaimana jika jari manis? Bukankah itu jari yang paling tidak berguna? Kamu tidak akan pernah mengenakan cincin pernikahan dan menikah dengan pria mana pun, Moora. Karena hidupmu selamanya hanya untuk membuatku senang." Kalimat kejam namun diucapkan dengan santai itu membuat Maura semakin terisak kencang. Ya Tuhan. Ia takut sekali!! Raven lalu mengarahkan jari manis tangan kanan Maura ke bibirnya yang telah terbuka, dan memasukkan jari itu ke
Baca selengkapnya

29. Pilihan Maura

***BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA... Bola mata kelabu asap Raven sejak tadi tak berkedip memandangi wajah Maura yang sedang sibuk berkutat dengan kancing kemeja miliknya. Ia suka melihat bagaimana bola mata gelap dan bibir penuh menggiurkan itu menutup rapat dan sedikit mengerucut itu sedang fokus pada sesuatu. Raven menyuruh Maura untuk memakaikannya baju, lalu dengan patuh gadis itu pun melaksanakannya. "Kamu masih lelah?" Raven bertanya, mengacu pada aktivitas bercinta mereka sebelumnya di dalam kamar mandi yang berlangsung cukup lama, karena Raven yang tak pernah merasa cukup bercinta. Maura mendongakkan kepalanya hingga dirinya pun beradu tatap dengan bola mata kelabu berkilau yang menghipnotis itu, lalu kepalanya pun segera mengangguk. Tentu saja ia sangat lelah! Bahkan Maura masih tak berdaya dan tak bertenaga ketika akhirnya Raven selesai menjamahnya, hingga pria itu pun akhirnya menggendong tubuh Maura yang lemas keluar dari kamar mandi untuk dibaringkan di ranjang.
Baca selengkapnya

30. Sebuah Taktik?

Buntu dan bimbang. Itulah yang sedang dirasakan oleh Maura, ketika tiba-tiba saja Raven melontarkan dua pilihan sulit, antara berada di sisi pria itu ataukah bersama kembarannya, Rhexton. Logika yang biasa ia gunakan untuk menentukan pilihan terbaik seolah tak lagi berguna. Ia lelah dengan semuanya, lelah dengan semua tekanan-tekanan yang serasa menguras fisik serta jiwanya. Ia hanya ingin hidup sendiri, tenang dan damai. Sesulit itukah permintaannya? Namun realita hidup malah mempertemukannya dengan sosok Raven, yang bukan saja membuat Maura merasa terpenjara serta semakin terlontar jauh dari impiannya, tapi juga membuatnya seolah menjadi sebuah obyek penelitian. Maura sadar jika Raven sengaja memberikan semua pilihan-pilihan itu dengan sebuah maksud yang terselubung, dan gadis itu pun mengira-ngira bahwa alasannya adalah karena Maura telah ia jadikan tokoh utama di dalam bukunya. Raven ingin melihat reaksinya. Ingin menyelami dirinya, memahami semua pemikirannya untuk dit
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status