Home / Romansa / Virginity For Sale / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Virginity For Sale : Chapter 51 - Chapter 60

134 Chapters

51. Kekuatan

Maura tampak terkejut, tidak mengira akan diperkenalkan pada pria yang tampak begitu menyeramkan hanya dari penampilannya saja. Namun sebelum Maura sempat membalas salam, Raven bergegas melangkah maju dan menempatkan tubuhnya seperti tameng di antara ayahnya dan Maura. “Moora, kembalilah ke dalam kamar,” suara Raven terdengar tegas dan tidak ingin dibantah lagi. Maura terlihat ragu sejenak. Tatapannya pun beralih dari Sebastian ke arah Raven, dan ketika melihat sorot dingin di mata Raven, ia tahu bahwa tidak ada gunanya membantah. "Baiklah," gumamnya pelan, sebelum akhirnya membalikkan badannya dan kembali menaiki tangga. Setelah Maura menghilang, keheningan kembali memenuhi area itu. Raven memutar tubuhnya untuk menghadapkan dirinya pada Sebastian yang masih tersenyum penuh arti. Kali ini tanpa ada Maura di sana, percakapan mereka menjadi jauh lebih berbahaya. “Kamu benar-benar protektif terhadap wanita itu,” ujar Sebastian, suaranya terdengar seperti ejekan. “Kamu
last updateLast Updated : 2024-09-22
Read more

52. Kenangan

"Cepat selesaikan sarapanmu. Ayah tunggu di mobil." Pria itu mengucapkan kalimatnya dengan nada yang datar tanpa kehangatan sama sekali, sembari melayangkan tatapan tajam kepada salah seorang anak lelaki kecil yang duduk di meja makan bersamanya. "Baik, Ayah," sahut putranya itu dengan patuh sembari mengangguk. Maniknya yang kelabu hanya melirik ketika melihat ayahnya yang telah berdiri dan meninggalkan ruang makan, kemudian tangan kecilnya pun bergerak untuk menyuapkan makan paginya lebih cepat, karena ia tahu jika ayahnya tidak akan suka jika ia bersikap lambat. "Uhuk-uhukk!!" Karena terlalu terburu-buru, anak kecil itu pun tersedak makanan dan terbatuk. Sebuah gelas kaca berisi air seketika berada di hadapannya. "Minum dulu, Raven." Seorang anak lelaki kecil dengan wajah serupa dengannya tersenyum sembari menyodorkan air. "Thanks, Rhexton." Raven kecil itu segera meminum airnya hingga tandas. "Aku duluan, ayah sudah menunggu," ucapnya lagi kepada saudara kembarnya
last updateLast Updated : 2024-09-23
Read more

53. Tantangan

Ia terbangun dengan tiba-tiba, peluh yang bercucuran membasahi wajah dan sekujur tubuhnya. Mimpi tentang masa lalu telah kembali hadir, membuat tidurnya malam ini gelisah dan berakhir dengan terjaga. Raven duduk di atas ranjangnya dengan satu tangannya menyentuh kepalanya yang terasa nyeri. "Raven?" Suara lembut yang memanggil dirinya membuat pria itu menoleh ke samping, dan mendapati sosok wanita bersurai sehitam bola matanya ikut duduk di ranjang, sedang memandangi dirinya dengan kening yang berkerut halus. "Apa barusan kamu bermimpi buruk?" Maura sempat mendengar racauan pria itu yang berulangkali. Meskipun tak begitu jelas, namun Raven seperti menyebut kata "tidak!" dan "ayah!", hingga membuat Maura pun tak pelak mulai menerka-nerka. Apakah ini ada hubungannya dengan atmosfir dingin dan kaku antara Raven dan Sebastian yang ia lihat tadi siang? Apakah Raven... juga sering mengalami kekerasan di masa kecilnya, sama seperti Maura? Raven tak menjawab, nafasnya masih
last updateLast Updated : 2024-09-23
Read more

54. Sebuah Manipulasi

"Suara ledakan dan gas abu-abu di langit itu hanyalah sebuah pengalihan, Tuan Raven. Yang membuat seluruh penghuni di mansion ini tak sadarkan diri sesungguhnya adalah efek gas pembius yang dialirkan melalui seluruh saluran udara." Raven tetap terdiam, manik kelabunya tajam memandang Alberto yang menyampaikan laporan penyelidikannya. Keningnya berkerut dalam, otaknya berputar mencari celah dari peristiwa yang baru saja terjadi. Sebagai seorang yang selalu mampu mengendalikan situasi, kali ini dia merasa semuanya keluar dari kendalinya. "Lalu siapa penghianat yang melakukannya?" tanyanya dengan suara rendah namun penuh tuntutan. "Salah satu pelayan yang sedang melarikan diri, tapi saya sudah mengutus beberapa pengawal untuk menangkap dan menginterogasinya," sahut Alberto tegas. Raven mengangguk pelan, meski pikirannya tak bisa berhenti berputar. Ia pun berdiri dengan gerakan tiba-tiba, menyebabkan kursi yang ia duduki bergerak mundur dengan roda-roda yang berderit. Langkah
last updateLast Updated : 2024-09-24
Read more

55. Penyelamatan

Sebastian menatap dingin ke arah Maura yang terbaring lemas di atas lantai yang dingin dan kotor. Tubuh gadis itu tersentak, setiap kali aliran listrik dari senjata kejut yang ia genggam menghantam kulitnya. "Apa kamu pikir layak mendapatkan cinta dari gadis ini, Raven? Bodoh. Kekuasaanlah yang terpenting! Dan kamu tidak akan pernah bisa lolos dari kekuasaanku!" ucap Sebastian dengan suaranya yang penuh kebencian. Ia mendekatkan senjata itu lagi, lalu menyeringai ketika mendengar suara listrik berderak. "Maaf, Maura. Ini bukan masalah pribadi, tapi hanyalah antara aku dan Raven. Dan kamu adalah korban, sebagai pembelajaran serta shock therapy yang tepat untuk anak bodoh itu." Maura menggigit bibirnya untuk menahan erangan kesakitan. Tubuhnya mulai mati rasa. Tetapi setiap kali senjata kejut itu menyentuhnya, rasa sakit yang teramat sangat serasa membakar seluruh pori-pori serta sarafnya, membuat tubuhnya bereaksi meskipun hampir menyerah kalah. Ia tidak ingin memberikan
last updateLast Updated : 2024-09-25
Read more

56. Menghancurkan Dunia

FUCK! Tak terhitung sudah berapa ribu kali Raven mengumpat, di sepanjang langkah lebarnya yang menaiki sekaligus tiga undakan anak tangga menuju ke arah rooftop. Ia berpacu dengan waktu, setiap detiknya akan sangat berharga karena Maura bisa terjatuh kapan saja dari ketinggian tiga lantai. Raven tidak pernah merasa jantungnya berdetak sekencang ini, membayangkan jika saja tali yang rapuh dan membelit tubuh Maura itu tidak lagi bisa menahan gadis itu, dan... TIDAK. Maura pasti selamat. Maura HARUS selamat! Raven menerjang pintu yang berada di anak tangga teratas, dan udara bebas dengan angin semilir pun segera menyambutnya. Ia telah tiba di bagian paling atas rumah tiga lantai itu yang merupakan ruang terbuka, persis seperti perkiraannya. Pria bersurai coklat itu mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru selama beberapa saat, dan kembali mengumpat keras saat melihat sebuah tali yang diikat di sebuah tiang besi. Itu pasti tali yang mengikat tubuh Maura. Dengan napas m
last updateLast Updated : 2024-09-30
Read more

57. Pertarungan

Suara menderu keras yang berasal dari arah arah langit, membuat Maura memutuskan kontak mata dengan Raven untuk menatap ke atas. Manik bening gadis itu pun mengerjap pelan, saat melihat sebuah helikopter yang terbang rendah mendekati bagian rooftop. "Itu Stefan," ucap Raven yang ikut menatap ke atas. "Ikutlah dengannya, Moora. Aku telah mempercayakan Stefan untuk menjagamu dan dokter akan merawat luka-lukamu." Maura pun sontak kembali melayangkan tatapan ragu kepada Raven. "Lalu... apa kamu tidak ikut?" Raven tersenyum samar tak terbaca, dan menangkup dagu Maura untuk mengecup sekilas bibirnya. "Ada hal yang harus aku lakukan terlebih dahulu. Nanti aku akan segera menyusul." Helikopter itu melayang di udara hanya beberapa meter dari bagian atas rumah, lalu tiba-tiba saja kepala Stefan menyembul dari celah pintu yang terbuka. Pria itu menatap Raven dan Maura sambil tersenyum dan melambaikan tangannya, sebelum ia menjulurkan tangga tali ke bawah. "Ayo, aku bantu kamu n
last updateLast Updated : 2024-10-01
Read more

58. Kebenaran Yang Terungkap

Ruangan besar itu terasa mencekam saat Raven dan Sebastian berdiri saling berhadapan, bahkan udara di antara mereka terasa intens dan berat. Para bodyguard Sebastian yang semula berjaga di sudut ruangan pun bergerak mundur, memberi ruang bagi pertarungan yang akan segera dimulai. Wajah Sebastian tampak dingin, matanya menyiratkan kekejaman dan kontrol yang dulu digunakan untuk mengendalikan Raven. Namun Raven yang kini berdiri di depannya bukanlah Raven yang dulu. Ia jauh lebih kuat dan lebih tangkas. Dan jangan lupa bahwa Raven juga memiliki eidetic memory, kemampuan unik yang tidak dimiliki oleh Sebastian. Sebastian pun memulai untuk bergerak lebih dulu dengan melancarkan serangan yang cepat dan terarah. Tinju pertamanya meluncur ke arah Raven, tapi Raven dengan cepat menghindar memanfaatkan ketangkasannya. Raven tahu bahwa ayahnya punya kekuatan fisik yang luar biasa, tapi dia sendiri memiliki kecepatan dan kecerdikan yang tidak boleh diremehkan. “Sejak kapan kamu ja
last updateLast Updated : 2024-10-02
Read more

59. Generasi

Raven masih berjalan dengan membawa Maura, dalam gendongan bridal menaiki tangga menuju ke lantai dua. Kedua insan rupawan itu sama-sama tak bersuara, membiarkan hanya keheningan yang mengiringi perjalanan mereka menuju ke kamar pribadi milik Raven. Raven pun bukannya tak menyadari jika sejak tadi sesungguhnya Maura terus menatap wajahnya dengan lekat tanpa berkedip, namun pria itu tetap enggan tak ingin berucap apa pun. Tidak, sebelum mereka benar-benar telah sampai di dalam kamar. "Kamu terluka," ucap Maura tiba-tiba, saat Raven baru saja masuk ke dalam kamar melalui pintu, dan mendudukkannya di atas ranjang. "Ini bukan apa-apa dibandingkan lukamu," sahut Raven muram, ketika terbayang kembali bagaimana senjata kejut listrik itu digunakan Sebastian untuk menyiksa Maura. Gadis itu menggeleng pelan, lalu menyentuhkan satu jemarinya di pelipis Raven yang berdarah. "Lukamu jauh lebih besar, Raven. Dan bukan cuma yang terlihat, tapi juga... yang tak terlihat." Maura lalu me
last updateLast Updated : 2024-10-03
Read more

60. Koma

Tobias melangkah ke depan dengan sorot mata dingin yang langsung menusuk ke dalam jiwa. Di bawah sinar matahari yang menembus melalui kaca-kaca jendela Mansion, wajah tua Tobias memancarkan garis-garis pribadi yang tegas dan kuat, meskipun keriput sudah mengukir di kulitnya. Tanpa sepatah kata pun, Tobias melengang masuk ke dalam Mansion melewati Raven yang berdiri menyambutnya di pintu, seakan-akan dia hanyalah sekadar bayangan yang diabaikan. “Raven,” ucapnya dengan suara rendah, dalam, dan penuh kontrol. "Apakah ini cara yang kamu pilih untuk meneruskan nama keluarga kita? Dengan kehancuran?" Tanpa basa-basi, pria tua itu langsung mengkronfrontasi Raven atas kematian Santiago yang tiba-tiba serta mengejutkan. Dengan masih menampilkan wajah datar tak terbaca, Raven menatap kakeknya itu dengan sorot yang tak kalah tajam. "Bukan aku yang lebih dulu memulainya, Tobias. Tapi putra tersayangmu itu yang telah menculik dan menyiksa wanitaku," sergah Raven dengan wajah kelam.
last updateLast Updated : 2024-10-04
Read more
PREV
1
...
45678
...
14
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status