Share

59. Generasi

Penulis: Black Aurora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-03 14:50:43
Raven masih berjalan dengan membawa Maura, dalam gendongan bridal menaiki tangga menuju ke lantai dua.

Kedua insan rupawan itu sama-sama tak bersuara, membiarkan hanya keheningan yang mengiringi perjalanan mereka menuju ke kamar pribadi milik Raven.

Raven pun bukannya tak menyadari jika sejak tadi sesungguhnya Maura terus menatap wajahnya dengan lekat tanpa berkedip, namun pria itu tetap enggan tak ingin berucap apa pun.

Tidak, sebelum mereka benar-benar telah sampai di dalam kamar.

"Kamu terluka," ucap Maura tiba-tiba, saat Raven baru saja masuk ke dalam kamar melalui pintu, dan mendudukkannya di atas ranjang.

"Ini bukan apa-apa dibandingkan lukamu," sahut Raven muram, ketika terbayang kembali bagaimana senjata kejut listrik itu digunakan Sebastian untuk menyiksa Maura.

Gadis itu menggeleng pelan, lalu menyentuhkan satu jemarinya di pelipis Raven yang berdarah. "Lukamu jauh lebih besar, Raven. Dan bukan cuma yang terlihat, tapi juga... yang tak terlihat."

Maura lalu me
Black Aurora

Dateng deh biangnya 😆 lagi mager bikin adegan ranjang ni gaes, besok aja ya heheee

| 9
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Silent Heart
Sejak awal emang kelihatan kok Raven ini baik,cuma misterius aja. Dan terbukti Santiago bukan ayahnya. Jadi Raven emang terlahir dari ortu yg baik. Lewis sadis bangeeeet
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Virginity For Sale    60. Koma

    Tobias melangkah ke depan dengan sorot mata dingin yang langsung menusuk ke dalam jiwa. Di bawah sinar matahari yang menembus melalui kaca-kaca jendela Mansion, wajah tua Tobias memancarkan garis-garis pribadi yang tegas dan kuat, meskipun keriput sudah mengukir di kulitnya. Tanpa sepatah kata pun, Tobias melengang masuk ke dalam Mansion melewati Raven yang berdiri menyambutnya di pintu, seakan-akan dia hanyalah sekadar bayangan yang diabaikan. “Raven,” ucapnya dengan suara rendah, dalam, dan penuh kontrol. "Apakah ini cara yang kamu pilih untuk meneruskan nama keluarga kita? Dengan kehancuran?" Tanpa basa-basi, pria tua itu langsung mengkronfrontasi Raven atas kematian Santiago yang tiba-tiba serta mengejutkan. Dengan masih menampilkan wajah datar tak terbaca, Raven menatap kakeknya itu dengan sorot yang tak kalah tajam. "Bukan aku yang lebih dulu memulainya, Tobias. Tapi putra tersayangmu itu yang telah menculik dan menyiksa wanitaku," sergah Raven dengan wajah kelam.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Virginity For Sale    61. Hadapi Bersama

    Bunyi baling-baling helikopter memenuhi udara, membawa Maura dan Raven menuju rumah sakit di mana ibunya terbaring koma. Langit yang mulai memudar menjadi oranye dengan semburat sinar cemerlang di kejauhan menciptakan suasana tenang, yang berbanding terbalik dengan suasana hati Raven yang kacau balau. Maura yang duduk di sebelahnya sesekali mencuri pandang pada wajah pria yang selalu tampak tak tergoyahkan itu, namun untuk hari ini sorot matanya tampak seolah dipenuhi oleh kebingungan. Raven menatap kosong ke luar jendela dengan pikiran yang melayang. Ia tidak tahu apa yang harus dirasakannya. Seumur hidup, ia telah belajar membenci ibunya. Wanita yang telah meninggalkannya dengan Santiago, seseorang yang tidak ragu untuk menyiksa dan telah memanfaatkannya kemampuannya. Tapi sekarang setelah mendengar kabar bahwa ibunya dalam kondisi kritis, perasaan yang lain mulai bermunculan, sesuatu yang tidak pernah ia sangka dan terasa aneh, yaitu rasa rindu yang tak terjelaskan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05
  • Virginity For Sale    62. Sebuah Maaf

    Raven berdiri di depan pintu kamar rumah sakit dengan tangannya yang masih menggenggam erat jemari Maura. Ruangan di balik pintu itu terasa lebih dingin daripada koridor yang panjang dan sunyi yang baru saja mereka lewati. Di dalam sana terbaring sosok yang selama ini ia anggap sebagai salah satu sumber penderitaan dalam hidupnya. Ibu. "Raven, kita bisa melakukannya kapan pun kamu merasa sudah siap," Maura berkata pelan, menatap Raven dengan penuh pengertian. Raven mengangguk tanpa suara, lalu menarik napas panjang sebelum kemudian ia pun membuka pintu itu dengan perlahan. Begitu pintu terbuka, aroma khas antiseptik langsung menyerbu hidungnya. Di dalam ruangan itu hanya ada bunyi monoton dari mesin-mesin yang memonitor detak jantung dan pernapasan ibunya. Wanita yang pernah menjadi segalanya baginya, yang dulu ia cintai dan benci dalam ukuran yang sama, kini terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Kulitnya tampak pucat dengan wajah yang tirus. Ada alat bantu p

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Virginity For Sale    63. Cahaya

    Tepat di depan mereka, ada sebuah api unggun yang menyala dengan sangat anggun dan indah, memancarkan cahayanya yang hangat. Di samping api unggun, ada selembar kain besar terbentang tak jauh, serta belasan bola lampu yang bertebaran di atas pasir. Tidak hanya itu, tapi ada juga sebuah tenda kemah berwarna putih yang estetik dengan dihiasi tirai lampu-lampu kecil serta bunga-bunga yang memberi sentuhan romantis pada malam yang gelap. Cahaya dari api unggun dan lampu-lampu kecil itu menciptakan pemandangan yang syahdu, kontras dengan lautan yang berkilauan di belakangnya. "Raven..." Maura menatap pria itu dengan bingung, tidak tahu harus berkata apa. "Ini... apa? Kenapa~~" Raven menoleh ke arahnya dengan memulas senyum samar. “Ini hadiah kecil dariku,” ucapnya dengan nada rendah. "Sebagai ucapan terima kasih untukmu. Untuk kehadiranmu, dan untuk selalu ada di sampingku." Maura pun terdiam. Hatinya tersentuh melihat apa yang ada di hadapannya. Gadis itu tidak pernah meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Virginity For Sale    64. Grindelwald

    Pagi itu, Maura terbangun dengan sinar matahari yang perlahan merayap melalui celah tenda putih, menciptakan kilauan lembut di atas pasir pantai. Suara ombak yang berdebur serta semilir angin yang menggoyangkan kain tenda membuat suasana terasa begitu tenang dan damai. Namun yang membuatnya benar-benar terbangun bukanlah situasi di tempat itu, melainkan sebuah sensasi lembut yang terasa di tubuhnya. Ia membuka matanya lebih lebar, dan melihat Raven yang sedang sibuk menikmati setiap senti kulitnya. Bibir pria itu sedang berada di perutnya, untuk mengecup dan menjilati sekeliling pusarnya. Maura terkikik geli saat merasakan gelitik halus ujung lidah Raven di sana, "Kamu sudah bangun?" bisik Raven dengan senyum lembut, tanpa menghentikan sentuhannya yang hangat. Maura merasa dislokasi untuk sesaat. Bingung melihat posisi mereka di dalam tenda putih yang asing baginya. Ia pun merasa takjub ketika baru benar-benar menyadari bahwa saat ini mereka tengah berada di tepi pan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Virginity For Sale    65. Pusat Perhatian

    Maura sedang duduk di depan meja rias. Jemarinya dengan lincah menyisir rambutnya yang hitam legam, sementara cermin di depannya memantulkan bayangan seorang wanita yang tampak anggun. Dengan hati-hati, ia memoleskan lipstik berwarna merah lembut di bibirnya. Namun pandangannya sedikit melamun, seakan pikirannya tengah melayang ke tempat lain. Di tempat tidur yang terletak tak jauh darinya, Raven berbaring dengan tenang sambil memandanginya. Mata tajamnya mengikuti setiap gerakan Maura, seolah-olah ia tak ingin melewatkan satu detik pun momen itu. Ada sesuatu yang memikat baginya ketika melihat Maura berdandan, meskipun ini bukan pertama kalinya ia menyaksikan pemandangan tersebut. Raven bergerak untuk bersandar di kepala ranjang, lalu dengan nada tenang tapi penuh rasa ingin tahu ia pun bertanya, "Kenapa Grindelwald? Kenapa kamu memilih kota itu?" Pertanyaan itu membuat Maura berhenti menyisir rambutnya untuk sejenak. Raven memang pernah menanyakan hal yang sama sebelum

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-09
  • Virginity For Sale    66. Petualangan Baru

    Di tengah kerumunan bandara yang padat serta kilatan kamera dan mikrofon yang diarahkan kepadanya, Raven King berusaha tenang saat seorang reporter mulai menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan. Di sampingnya ada Maura yang berdiri dengan wajah yang tersenyum, meski gugup juga jelas terlihat di sana karena sorotan perhatian yang begitu besar. Melakukan wawancara singkat adalah bagian dari tugas yang diberikan oleh Stefan, sebagai cara untuk menyampaikan kepada publik bahwa Raven masih tetap akan melanjutkan penulisan bukunya, meskipun sedang liburan. "Raven, apa Anda akan pergi ke Grindelwald hanya untuk liburan, ataukah ada agenda lain yang ingin Anda capai di sana?" tanya seorang reporter dengan nada antusias. "Grindelwald adalah tempat yang indah, dan tentu saja kami ingin menikmati suasananya. Namun ada juga hal-hal pribadi yang ingin aku selesaikan di sana. Moora dan aku sama-sama membutuhkan waktu untuk menjernihkan pikiran kami. Jadi, bisa dibilang ini adalah gabunga

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Virginity For Sale    67. Terlihat

    Maura masih tertegun ketika pintu terminal VIP dibuka, dan seorang staf bandara menyambut mereka dengan senyum penuh hormat. Di depan matanya, sebuah pesawat pribadi yang mewah telah menanti. Manik beningnya pun seketika membesar dan jantungnya berdegup kencang. Ini lebih dari yang pernah ia bayangkan! “Ini… pesawat kita?” tanyanya pelan dengan maniknya yang membulat tidak percaya. Semula ia mengira akan menaiki pesawat komersil dengan posisi duduk di business class untuk sekelas Raven King yang kaya raya dan terkenal, bukannya malah menyewa seluruh pesawat! Raven yang berjalan di sampingnya pun menganggukkan kepala ringan. “Ya, ini pesawat kita," sahut Raven. "Perjalanan akan memakan waktu belasan jam. Jadi untuk waktu yang selama waktu itu, aku tidak ingin ada yang mengganggu," tuturnya sembari mengecup jari Maura yang ada di dalam genggamannya. Begitu mereka masuk, Maura disambut oleh interior pesawat yang mewah dan serba putih yang elegan. Sofa dari bahan kulit lembut

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14

Bab terbaru

  • Virginity For Sale    EXTRA PART

    Musim semi tiba dengan segala keindahannya, membawa serta aroma manis bunga-bunga yang bermekaran dan langit biru yang begitu cerah. Di tengah taman yang luas, dengan dekorasi klasik yang elegan, pernikahan Shane King dan Leona digelar dengan khidmat dan penuh kehangatan. Siapa sangka, seorang pria yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam kesendirian akhirnya menemukan cinta sejatinya pada wanita yang usianya hampir setengah dari umurnya? Leona, awalnya hanya ditugaskan oleh Raven untuk merawat kesehatan Shane yang menurun. Namun dalam setiap perawatan, setiap percakapan, setiap sentuhan yang terjadi antara mereka, sesuatu mulai tumbuh tanpa bisa mereka cegah. Cinta. Cinta yang datang tanpa diminta, menghapus segala batas yang ada, menghilangkan segala perbedaan, dan akhirnya membawa mereka pada hari ini. Raven duduk di barisan terdepan bersama Maura. Matanya sekilas menatap sang paman, pria yang selama ini berada dalam tawanan serta siksaan keji, kini m

  • Virginity For Sale    133. Rumah Untuk Kembali

    Malam ini terasa begitu panjang bagi Maura. Di dalam villa yang seharusnya menjadi tempat paling aman baginya, ia justru tak bisa memejamkan mata sedetik pun. Kegelisahan merayap di benaknya, membuat setiap detik yang berlalu terasa seperti siksaan. Di luar jendela, bulan sudah tenggelam digantikan gelapnya malam yang semakin pekat. Maura duduk di tepi ranjang, mendekap dirinya sendiri sambil menatap kosong ke arah pintu. Lewis telah membawanya ke tempat ini atas perintah Raven, berkata bahwa ia akan aman di sini. Tapi keamanannya bukanlah yang ia risaukan saat ini. Yang ia tunggu adalah satu hal. Satu orang, lebih tepatnya. Namun ternyata hingga pagi datang menjelang, sosok itu pun tak jua datang. Saat jarum jam di dinding menunjukkan pukul tujuh pagi, Maura akhirnya menyerah. Ia bangkit dari tempat tidur dengan langkah lesu. Percuma saja memaksa dirinya tidur ketika seluruh pikirannya penuh dengan kecemasan. Ia berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas

  • Virginity For Sale    132. Hidup

    Tobias hanya tersenyum, seolah itulah jawaban yang ia harapkan. Tobias menatap Raven tajam. “Dan sekarang, pertanyaannya… apa yang akan kau lakukan, Raven? Membunuhku?” Tobias mencondongkan tubuh ke depan, ekspresinya menantang. “Silakan. Aku sudah tua. Kematian bukanlah sesuatu yang kutakuti. Aku telah menyelesaikan tugasku. Aku telah menemukan penggantiku yang paling sempurna.” Sambil tersenyum tipis, Tobias menjentikkan jarinya. Seorang pria di sudut ruangan melangkah maju, menyerahkan sebuah map tebal. Tobias meletakkannya di atas meja, menatap Raven dengan penuh kemenangan. “Ini dokumen yang telah kususun dengan sangat hati-hati,” ujar Tobias. “Melibatkan tiga puluh pengacara terbaik di dunia. Di dalamnya, ada keputusan yang tak akan bisa diganggu gugat oleh siapa pun.” Raven tetap diam, membiarkan Tobias melanjutkan. “Dokumen ini menunjuk CEO baru untuk King’s Enterprise. Dan itu adalah kamu, Raven.” Terdengar suara Rhexton menghirup napas tajam. Tobias mena

  • Virginity For Sale    131. Pembuktian

    "Kudeta?" ulang Rhexton dengan nada tajam. Sejak tadi, ia hanya berdiri di samping Tobias, menatap Raven dengan sorot mata yang tak dapat ditebak. "Tidak bisakah kita menyelesaikan ini dengan cara lain, Raven?" lanjutnya. "Keluarga seharusnya tidak saling menghancurkan." Raven menatap saudara kembarnya dengan ekspresi datar, seolah kata-kata Rhexton sama sekali tidak berarti apa-apa baginya. “Keluarga?” Raven tertawa kecil tapi dengan nada yang dingin. “Sejak kapan aku benar-benar merasakan hakikat dari keluarga?” Ia melangkah lebih dekat, hingga kini hanya berjarak beberapa langkah dari Rhexton dan Tobias. “Nama belakang itu hanyalah sebuah label, gelar yang tidak pernah benar-benar kuanggap memiliki arti. Bukankah sejak kecil, aku tidak lebih dari sebuah alat?" Maniknya yang kelabu berkilat tajam saat ia menatap langsung ke mata Rhexton. “Aku bukan keluarga. Aku hanya pion, senjata, dan alat manipulasi untuk membodohi pihak lain demi kepentingan keluarga King. Dan ka

  • Virginity For Sale    130. Kudeta

    Manik biru dingin itu mengamati SUV hitam yang bergerak semakin menjauh, hingga akhirnya menghilang menjadi sebuah titik kecil di ujung jalan. Raven pun lalu sedikit mengangkat tangannya, memberikan isyarat singkat kepada salah satu pengawal yang berada tak jauh darinya. Tanpa perlu kata-kata, orang itu langsung memahami perintahnya dan segera menekan tombol kecil di perangkat komunikasi yang tersembunyi di pergelangan tangan. Dan hanya dalam hitungan detik, seluruh Mansion yang sebelumnya gelap gulita, kini tiba-tiba saja disinari oleh cahaya yang terang. Generator cadangan yang sebelumnya dinonaktifkan oleh orang-orang Raven pun telah kembali menyala, turut menghidupkan semua lampu dan sistem keamanan di dalam Mansion seperti sedia kala. Saat seluruh cahaya telah memenuhi ruangan, Raven pun mengayunkan kaki untuk kembali masuk dengan langkah tenang. Ia masih melangkah seraya tangan kanannya pun ikut terangkat ke wajah. Dengan gerakan perlahan tapi pasti, ia mulai m

  • Virginity For Sale    129. Yang Seharusnya Hanya Milikku

    Kalimat itu keluar dengan penuh percaya diri, setiap suku katanya terasa seperti pukulan telak kepada ego Rhexton. Nada penuh arogansi tersebut seolah disengaja untuk memprovokasi, dan terbukti berhasil. Rhexton yang kini wajahnya memerah karena kemarahan, mengepalkan tangannya hingga buku-bukunya memutih. Ia mengulurkan tangannya ke depan dengan geram, mencoba untuk menggapai sosok yang ingin sekali ia tantang untuk berbaku hantam. Tapi sayangnya, hanya angin kosong yang berhasil ia sentuh. Rhexton pun semakin frustrasi. Ia menggerakkan tangannya lebih agresif, seolah yakin Raven berada di dekatnya. Namun setiap usahanya tetaplah sia-sia. Di sisi lain, Raven yang telah diam-diam mengenakan kacamata infra merah sejak awal, hanya bisa tersenyum samar. Ia menyaksikan semua gerakan Rhexton yang terlihat putus asa dalam kegelapan, membuat situasi ini menjadi pemandangan yang hampir menggelikan baginya. Raven lalu melirik ke arah tiga orang pengawalnya yang telah bers

  • Virginity For Sale    128. Belum Selesai

    Maura terdiam. Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan bagaimana perasaannya saat itu, sebuah euforia kebahagiaan bercampur dengan rasa tidak percaya. Ia ingin sekali menanyakan semuanya. Bagaimana Raven bisa hidup, apa yang sebenarnya terjadi, lalu tubuh siapa yang dimakamkan waktu itu... tapi tidak ada satu pun pertanyaan yang berhasil keluar dari bibirnya. Ia hanya memeluk Raven lebih erat, seolah takut pria itu akan menghilang lagi. Momen itu terasa seperti keabadian. Maura tahu bahwa perjalanan mereka belum selesai. Akan ada lebih banyak rahasia yang terungkap, lebih banyak bahaya yang harus mereka hadapi. Tapi untuk saat ini ia hanya ingin menikmati kenyataan bahwa pria yang ia cintai, pria yang selama ini ia kira telah pergi, kini kembali dalam hidupnya. Maka Maura pun tak lagi berkata-kata. Ia diam dalam gendongan hangat Raven, dan semakin mengeratkan pelukannya. Dalam kegelapan yang telah menelan seluruh cahaya ini, Maura pun mempercayakan segalanya ha

  • Virginity For Sale    127. Pengakuan

    “Pengkhianat!” Rhexton mendesis tajam, wajahnya memerah karena amarah yang tidak bisa ia kendalikan. Tangannya terkepal erat, sementara tiga pengawal yang masih setia kepadanya segera mengangkat senjata mereka, siap menargetkan ketiga pembelot tersebut. “Turunkan senjata kalian!” Rhexton memerintahkan ketiga pengawal yang berpihak pada Ryland dengan suara bergetar, entah karena kemarahan atau kegelisahan. Namun mereka tidak menggubrisnya. Ketegangan pun memuncak. Suasana kamar yang semula hening kini terasa begitu penuh tekanan. Udara seolah membeku di antara kedua belah pihak, masing-masing mengarahkan senjata mereka tampak tidak ada yang mau mengalah. Maura berdiri di tengah-tengah dengan tubuh yang gemetar hebat. Ia menatap ke arah Rhexton, lalu beralih ke Ryland, yang masih berdiri tanpa bergerak dengan tatapan yang dingin dan penuh kendali. Meski tak berkata sepatah pun, namun hanya dengan kehadirannya saja telah terasa mendominasi seluruh ruangan. “Mau

  • Virginity For Sale    126. The Bigger Plan

    "Apa yang pernah menjadi milikmu?" tanya Maura bingung. Ryland menatap Maura dalam keheningan yang menegangkan. Kemudian dengan satu gerakan cepat, ia meraih tangan Maura dan menariknya mendekat, untuk memeluk dengan erat. Namun semua sentuhannya itu penuh dengan kehati-hatian, terutama pada bagian perut Maura. Seolah ia sangat menyadari keberadaan dua nyawa kecil yang sedang tumbuh di sana. "Ryland, apa yang kamu~" Maura berusaha untuk melepaskan diri, tapi kekuatannya tak cukup untuk melawan pria itu. Ia terdiam ketika tangan besar Ryland bergerak perlahan menuju ke perutnya, lalu mengusapnya dengan lembut. Sentuhan itu begitu kontras dengan sikap dingin dan tegas Ryland, membuat Maura terkejut dan kehilangan kata-kata. "Ryland..." bisiknya nyaris tak terdengar, suaranya bergetar antara kebingungan dan emosi yang tak mampu ia jelaskan. Pria itu menunduk, memandangnya dengan lebih intens, sebelum tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Maura. Sentuhannya l

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status