Home / Romansa / Virginity For Sale / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Virginity For Sale : Chapter 71 - Chapter 80

124 Chapters

71. Perseteruan

Pertemuan antara Raven dan Helen terjadi di sebuah gedung tua yang terbengkalai, terletak sekitar beberapa kilometer jauhnya dari villa tempat Maura menginap. Di dalam ruangan yang temaram, lampu gantung yang berayun pelan memancarkan cahaya redup. Sementara jendela besar di sudut ruangan memancarkan cahaya bulan yang samar, menyinari sosok dua orang yang saling berhadapan itu. Ketegangan di antara mereka begitu terasa, udara seolah membeku oleh konflik yang tak terucapkan namun nyata tercipta. Raven berdiri dengan postur tegap, kedua tangannya diselipkan di saku jasnya. Matanya yang tajam menatap lurus ke arah Helen, wanita yang selama ini berusaha ia temukan. Helen ternyata benar-benar mirip dengan Maura versi wanita yang jauh lebih matang dari segi usia. Rambut Helen juga tidak panjang seperti Maura, melainkan sedikit di bawah leher. Penampilannya sangat anggun, namun alih-alih seperti Maura yang polos dan tulus, sorot mata ibunya ini memancarkan kelicikan. Wanita itu dud
last updateLast Updated : 2024-10-19
Read more

72. Melindungi Maura

Maura duduk di atas sofa besar di ruang tamu villa yang sepi, dengan pandangan matanya yang terus melirik ke jendela besar yang menghadap ke luar. Malam mulai turun di Grindelwald, dan udara dingin pegunungan mulai menyelinap masuk melalui celah-celah kecil jendela. Pemandangan yang biasanya begitu menenangkan kini tidak bisa mengalihkan pikirannya dari kegelisahan yang terus mengusik batinnya. Raven yang telah meninggalkannya beberapa jam lalu tanpa penjelasan jelas membuat Maura tidak tenang. “Aku harus mengurus sesuatu. Tunggu saja di sini,” adalah kalimat terakhir yang diucapkan Raven sebelum dia keluar dari pintu, tanpa menjelaskan ke mana dia pergi atau kapankah dia akan kembali. Maura menghela napas panjang, berusaha meredakan kegelisahan yang melanda di dadanya. Namun kenyataan bahwa Raven yang dengan sengaja meninggalkan ponselnya di kamar malah membuatnya semakin merasakan frustrasi. Bagaimana bisa Maura menghubunginya jika terjadi sesuatu? Dan kini berjam-
last updateLast Updated : 2024-10-21
Read more

73. Friend and Enemy

Maura berusaha menenangkan dirinya saat mengikuti Lewis keluar dari villa. Gadis itu mengenakan mantel tebal, mencoba melindungi diri dari dinginnya udara malam di Grindelwald yang kini menyelimuti seluruh lembah dengan kabut tipis. Namun tidak ada yang bisa melindunginya dari kecemasan yang datang untuk menyergap. Raven pergi, Helen entah di mana, dan kini dia dibawa ke tempat lain oleh orang-orang kepercayaan Raven tanpa penjelasan yang jelas. “Apa yang terjadi, Lewis?” tanya Maura dengan suara pelan namun penuh rasa ingin tahu yang dalam. Lewis tetap memandang lurus ke depan, langkahnya selalu mantap meski situasi terlihat genting. “Saya hanya diperintahkan untuk memastikan bahwa Anda aman, Miss Maura. Tidak banyak yang bisa saya jelaskan sekarang, tapi ada ancaman yang sangat serius.” Maura pun sontak semakin merasa frustrasi. "Ancaman apa? Di mana Raven? Apa dia baik-baik saja?" Lewis berhenti sejenak, menatap Maura dengan raut wajah yang tegas namun tegang. “Saya
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more

74. Prioritas Utama

Raven tersenyum, tipis namun penuh kelegaan kala baru menyadari bahwa helikopter yang datang adalah milik Lewis, sosok kepercayaan yang selalu bisa ia andalkan. Beberapa saat kemudian helikopter itu pun mendarat, dengan tim pasukan khusus Lewis yang segera turun dengan senjata siap menembaki para penjaga Inferno yang mencoba menghadang. Pergerakan mereka cepat dan terkoordinasi, membuat Raven dan Helen berhasil mencapai helikopter tanpa banyak perlawanan. Ketika mereka telah masuk ke dalam helikopter, Lewis pun segera mendekati Raven. “Tuan Raven, apa kalian berdua baik-baik saja?” “Kondisi Helen parah,” jawab Raven, sambil melirik ibunya Maura yang wajahnya tampak semakin pucat. “Segera bawa kami ke tempat yang aman dan hubungi tim medis terbaik untuk Helen.” Lewis mengangguk patuh dan memberi perintah kepada pilot untuk lepas landas. Setelahnya, Lewis berbicara dengan walkie talkie untuk memerintahkan tenaga medis agar segera stand by di tujuan mereka. “Bagaimana dengan
last updateLast Updated : 2024-10-25
Read more

75. Curiga

Di kamar yang redup diterangi cahaya bulan yang menerobos melewati celah tirai, Raven dan Maura pun tenggelam dalam lautan kehangatan yang terasa seolah meluluhlantakkan logika. Nafas mereka yang saling menderu terdengar bersahutan, penuh gairah serta keintiman yang melampaui batas hanya sekedar kata-kata. Di luar sana, salju yang tebal dan dingin telah menyelimuti seluruh benda tanpa terkecuali, namun di dalam ruangan ini seluruh udara di sekitar mereka seolah dipenuhi oleh bara api gelora yang terus menerus menyala tanpa ada habisnya. "Uh, Raven..." Maura melenguh dengan tubuh gemetar karena hasrat yang telah mengisi penuh seluruh dirinya. Sudah hampir satu jam Maura tak berhenti bergerak untuk memuaskan pria yang tak juga mendapatkan kepuasannya, meskipun Maura telah berupaya dengan segala cara. Tubuhnya menggeliat dan melengkung dengan pinggul yang mengayun sensual di atas pangkuan Raven, meskipun gerakannya mulai tampak melemah karena lelah. Namun Raven tidak akan pe
last updateLast Updated : 2024-10-27
Read more

76. Bagian Dari Jebakan

Maura duduk di tepi ranjang, mengamati Helen yang tampak lemah dan rapuh. Setiap helaan napas ibunya seperti membawa beban yang tak terlihat, namun Maura merasa ini adalah kesempatan langka untuk menebus waktu yang hilang. Dengan penuh kelembutan, ia menyuapkan sendok demi sendok sarapan ke mulut Helen, memastikan makanan itu mudah dicerna. Tangannya bergerak dengan pelan karena tak ingin membuat Helen merasa terburu-buru. "Terima kasih, Nak," suara Helen terdengar serak namun penuh ketulusan. "Tidak masalah, Bu. Anggap saja ini adalah caraku membayar semua kebaikan yang mungkin belum sempat kutunjukkan," jawab Maura sambil tersenyum. Setelah sarapan selesai, Maura pun membantu ibunya mandi. Tangannya bergerak dengan sangat hati-hati agar tidak memperparah luka-luka di tubuh Helen. Bekas memar dan luka kecil tersebar di beberapa bagian tubuh Helen, bekas dari pengalaman hidup yang penuh risiko dan keputusan yang membawa penyesalan mendalam. Melihat kondisi ibunya ya
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

77. Terakhir dan Tanpa Ampun

Di bawah langit malam Grindelwald yang dingin, Maura duduk di teras vila sambil memandangi kalung Dragon’s Blood yang melingkar di lehernya. Kilauan merah darah dari batu permata di kalung itu tampak begitu memukau, namun kata-kata ibunya terus berputar di dalam kepalanya. "Kutukan," ucap Helen tadi. "Setiap pemilik Dragon’s Blood akan mengalami kesialan, atau bahkan bisa lebih buruk lagi, mati mendadak." Maura menggigit bibirnya dengan benak yang dipenuhi oleh keraguan. Kalung ini adalah pemberian Raven. Bukankah Raven memberikannya sebagai simbol perlindungan, alih-alih sebagai kutukan? Gadis itu pun berusaha untuk menenangkan hatinya serta meyakinkan diri, bahwa ibunya itu mungkin hanya menakut-nakutinya dengan alasan yang ia tak mengerti bertujuan untuk apa. Apakah Helen ingin membuatnya tak mempercayai Raven? Tapi kenapa? Bukankah Raven yang justru telah menyelamatkan Helen? Tidak, mungkin ibunya hanya sekedar memberitahukan desas-desus yang beredar saja, tanpa ada
last updateLast Updated : 2024-10-31
Read more

78. Pengkhianatan

Di kamar dengan penerangan yang remang, Maura duduk di kursi sambil memandangi Helen dengan wajah penuh tanya yang memenuhi benaknya. Sementara itu Helen menatap putrinya dengan senyum di wajahnya yang terlihat tenang, namun diam-diam ada kilatan rahasia di balik matanya. Di luar kamar terdengar suara angin dingin menggoyang ranting pepohonan, memberikan atmosfer misterius yang terasa mengintimidasi. Raven saat itu tidak ada di villa, ia sedang menemui Victor Valdez untuk sebuah negosiasi penting dan meninggalkan Maura hanya berdua dengan ibunya. "Kamu terlihat lelah, Maura," ucap Helen sambil tersenyum kecil, matanya menatap lekat wajah putrinya. "Sudah lama ya, sejak terakhir kita bisa mengobrol seperti ini." Maura mengangguk, meski ada kegelisahan yang menari di balik pikirannya. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana Helen muncul kembali dalam hidupnya setelah bertahun-tahun menghilang, dan bagaimana setiap ucapan Helen kini terasa seperti bayangan yang penuh rahasia.
last updateLast Updated : 2024-11-02
Read more

79. Aku Akan Selalu Ada

Di ruangan remang-remang yang dipenuhi bayangan suram, Helen sedang duduk berhadapan dengan seorang pria misterius yang selama ini membuatnya hidup dalam ketegangan. Pria itu memiliki tatapan tajam dan senyum yang tak pernah bisa ditebak maknanya. Hati Helen terasa bergetar namun bukan karena takut, melainkan karena rasa benci yang terpendam sejak lama. Namun demi mempertaruhkan semuanya, Helen harus tetap tenang dan mampu mengendalikan dirinya. Dengan tegas, Helen pun mengambil kalung Dragon's Blood dari dalam tasnya. Kalung berwarna merah tua itu berkilauan di bawah sinar lampu, memancarkan aura yang membuat ruangan itu seakan menjadi jauh lebih gelap. Helen meletakkan kalung tersebut di atas meja, tepat di hadapan pria itu. "Ini yang kau inginkan," ucapnya datar tanpa ekspresi, tapi dengan sorot mata menyiratkan kebencian yang tak tertahankan. Pria di hadapannya itu hanya menyeringai tipis, dengan tangan terlipat di depan dada. Ia tidak segera meraih kalung itu, seolah ingi
last updateLast Updated : 2024-11-04
Read more

80. Rencana

Di sebuah ruang tersembunyi di dalam markas, Victor Valdez duduk menunggu. Pria berusia empat puluhan dengan tatapan tajam dan aura dominan itu memiliki reputasi menakutkan. Namun untuk malam ini dia tampak santai dan percaya diri, seolah-olah semua yang dia inginkan berada di dalam jangkauannya. Victor menoleh ketika mendengar suara ketukan di pintu, dan seketika senyuman lebar menghiasi wajahnya saat melihat wajah Raven yang berada di baliknya."Kamu datang tepat waktu, Raven," Victor berkata dengan suaranya yang dalam dan berwibawa. "Apakah kamu membawa apa yang dijanjikan?"Raven mengangguk dan mengeluarkan kalung Dragon's Blood dari dalam saku. Kalung itu bersinar indah dalam cahaya, memberikan ilusi keaslian yang sempurna. "Ini dia benda yang kamu inginkan. Kalung Dragon's Blood."Victor mengambil kalung tersebut dan memeriksanya dengan saksama. "Sungguh luar biasa. Ini lebih baik dari yang aku bayangkan. Terima kasih padamu, Raven.""Senang bisa membantu," jawab Raven, berus
last updateLast Updated : 2024-11-05
Read more
PREV
1
...
678910
...
13
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status