Home / Romansa / Virginity For Sale / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Virginity For Sale : Chapter 81 - Chapter 90

124 Chapters

81. Bidak

"Jadi... yang diambil oleh ibu adalah kalung yang palsu?" Maura menatap Raven dengan manik gelapnya yang membelalak lebar, membuat pria yang ada di depannya itu mengecup gemas ujung hidung mungilnya. "Ya, begitulah, Sugar Cookie. Maaf kalau aku tidak segera memberitahumu," ucap Raven, yang masih sibuk memasang syal tebal di leher Maura dan memakaikan gadisnya topi rajut yang nyaman untuk melindungi kepalanya dari serangan hawa dingin di Grindelwald. Maura memajukan bibirnya. Ia memang agak kesal karena merasa dibohongi, tapi di sisi lain juga merasa lega karena kalung Dragon's Blood yang asli ternyata berada di tempat yang aman. Tindakan Raven itu memang sangat tepat, menukar kalung asli dengan replika yang hampir serupa, sehingga berhasil mengelabui Helen. Raven menarik napas dalam dan memandang Maura yang sudah terbungkus hangat dengan syal tebal dan topi rajut. Meskipun ada kebekuan di udara Grindelwald, kehangatan yang mereka bagi mampu mengusir hawa dingin di sekitarnya.
last updateLast Updated : 2024-11-06
Read more

82. Giliran Kalian

“Kita akan langsung ke New York?” Maura bertanya kepada Raven yang berjalan di sampingnya. Mereka baru saja tiba di bandara, dan Maura pun baru saja diberitahu jika akan berangkat ke Kota itu. “Ya,” jawab Raven singkat. “Di sana kita punya akses dan keamanan lebih baik. Selain itu, aku perlu bertemu orang-orang yang akan membantuku mengakhiri permainan ini.” Raven mengangkat ponsel dan menekan tombol panggilan. “Lewis? Pastikan semua sudah siap setibanya kami di sana.” Tak lama, sebuah suara berat pun menjawab, "Sudah diatur, Tuan. Tapi ada perkembangan lain.” Suara Lewis terdengar ragu, yang segera menarik perhatian Raven. “Apa yang terjadi?” “Donny tampaknya bukan hanya ingin bekerja untuk Helen. Ada kemungkinan dia punya rencana sendiri untuk kalung itu.” Raven menyipitkan mata mendengar nama kriminal bayaran Helen yang memang kabarnya sudah mulai bergerak untuk mencuri kalung Dragon's Blood. Mereka semua mengira bahwa Raven masih menyimpannya, padahal telah ia serahk
last updateLast Updated : 2024-11-11
Read more

83. Sebuah Pesan

"Uh..." Maura melenguh pelan ketika merasakan sesuatu yang hangat dan basah menggelitik dadanya, serta merasakan aroma napas hangat yang menerpa kulitnya. Gadis itu membuka sedikit celah di kelopak matanya, lalu sebuah senyum tipis pun kemudian terurai di wajahnya. "Raven..." Pria yang sedang asyik mengecup dada Maura itu pun seketika mendongakkan wajahnya saat sebuah suara renyah namun lembut menyebut namanya. "Kamu sudah bangun, Sugar Cookie?" Raven lalu segera merangkak perlahan di atas tubuh Maura untuk mensejajarkan wajahnya dengan gadis itu. Bibirnya pun tak pelak menyunggingkan senyum melihat wajah bantal Maura yang menggemaskan. "Uh-hum..." Maura menyahut, lalu melirik piyamanya yang terbuka lebar di bagian dada, serta beberapa kiss mark yang tercetak di sana. Oh, ternyata Raven sudah melakukannya sejak tadi. "Tidurmu lelap sekali." Raven mengulurkan punggung tangannya untuk mengusap lembut pipi Maura. Gadis itu pun meringis malu. "Maaf." "No need to say sorry,
last updateLast Updated : 2024-11-15
Read more

84. Untuk Maura

"Raven?" Maura berucap, ketika ia melihat wajah Raven yang tampak berubah dingin ketika membaca pesan di ponselnya. "Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" Tanya gadis itu kembali dengan nada cemas yang berusaha ia tutupi. Raven mengangkat wajahnya dari layar ponselnya untuk menatap seraut wajah jelita yang memandanginya. Ia tersenyum dan menaruh ponselnya kembali ke atas nakas, lalu mengecup ujung hidung Maura. "Tidak ada apa-apa, Moora. Justru aku menerima kabar baik dari Lewis," sahutnya seraya mengelus kulit di sepanjang tangan Maura yang mengalung di lehernya dengan usapan lembut. Maura seketika terdiam dan tampak berpikir untuk sesaat, sebelum kembali ia berucap. "Apa... Lewis mendapatkan kabar tentang ibuku?" tanyanya hati-hati. Raven menggeleng. "Jejak ibumu masih belum ditemukan. Orang-orangku masih berusaha mencari Helen." 'Tapi aku sudah menemukan ayahmu', batin Raven diam-diam menyeringai samar. "Moora. Apa boleh jika aku bertanya tentang sesuatu?" "Iya, boleh,
last updateLast Updated : 2024-11-16
Read more

85. Janji

"AYAH!!" Seketika Maura terbangun dari tidurnya ketika tanpa sadar ia menjeritkan ayahnya, setelah sebuah mimpi buruk barusan yang ia alami. Dengan keringat yang bercucuran membasahi seluruh tubuhnya, gadis itu pun mencoba untuk mengatur nafasnya yang berantakan. Dadanya terasa sesak, seperti ada beban berat tak kasat mata yang menghimpitnya. Ah, kenapa tiba-tiba saja ia memimpikan ayah? Maura pun memegang kepalanya yang mendadak berdenyut. Dengan tubuh gemetar menahan nyeri, Maura memejamkan mata mencoba untuk fokus menormalkan napas serta kinerja jantungnya. Mungkin saja penyebab sakit kepalanya ini karena kurang oksigen. Gadis itu lalu melirik sisi tempat tidur di sampingnya yang masih kosong, sama seperti ketika ia hendak tidur tadi. Kenapa Raven belum kembali juga? Maura merasakan kehilangan dan kedinginan sendirian di atas ranjang yang besar dan kamar mewah yang luas ini. Biasanya jika terbangun dan resah karena habis bermimpi buruk, Raven akan mendekapnya dengan er
last updateLast Updated : 2024-11-17
Read more

86. Makan Malam

Malam itu, New York City memancarkan keindahannya yang tak tertandingi. Lampu-lampu kota bersinar gemerlap, memantul di kaca-kaca gedung pencakar langit. Di sebuah restoran mewah dan ikonik bernama The Glass Crown, yang terletak di puncak salah satu gedung tertinggi di Manhattan, suasana berbeda terasa begitu magis. Restoran ini terkenal dengan interiornya yang didominasi oleh dinding kaca, menawarkan pemandangan 360 derajat kota New York.Maura melangkah masuk dengan Raven yang menggenggam erat tangannya. Ia mengenakan gaun hitam sederhana namun elegan yang disiapkan khusus oleh Raven. Sepanjang perjalanan ke restoran, Maura tidak tahu apa yang direncanakan pria itu. Yang ia tahu hanya Raven sangat pendiam sejak pagi, meskipun senyum tipis tak pernah lepas dari wajahnya.Saat tiba di depan pintu restoran, Maura pun sontak tertegun. Tidak ada tamu lain di sana, hanya pelayan-pelayan yang berdiri dengan sikap profesional, seperti sudah menunggu kedatangan mereka. Ia menoleh ke arah
last updateLast Updated : 2024-11-19
Read more

87. Penjemputan

Sepanjang perjalanan pulang, Maura yang tiba-tiba berubah menjadi sangat pendiam membuat Raven bingung serta bertanya-tanya. Padahal pria itu telah membayangkan hubungan mereka akan menjadi jauh lebih romantis lagi dari sebelumnya, setelah Raven melamar Maura untuk menjadi istrinya. Sambil menyetir, Raven melirik Maura yang sejak tadi terus melayangkan tatapan keluar jendela. Apa yang sebenarnya gadisnya itu sedang lamunkan? Saat hypercar mewah itu berhenti di lampu merah, Raven mengulurkan tangannya untuk mengusap pelan paha Maura yang tertutup gaun, dan seketika membuat gadis itu menoleh ke arahnya. "Hei." Manik asap kelabu milik Raven tampak menyorot wajah Maura, meneliti setiap senti ekspresinya. Maura tersenyum. "Hei juga," sahutnya. "Apa yang sedang kamu pikirkan?" Raven bertanya. Maura mengerjap pelan, ragu untuk mengungkapkan. Namun di sisi lain ia pun penasaran. Tapi... tidak. Tidak mungkin jika Raven telah membunuh ayahnya. Ibunya pasti telah mendapatkan infor
last updateLast Updated : 2024-11-22
Read more

88. Bukan Pilihan

Suara baling-baling helikopter kembali bergema di udara malam, kali ini lebih berat dan dalam. Raven segera mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara yang semakin mendekat. Sebuah helikopter berukuran lebih besar muncul di langit gelap, dengan lampu sorot yang jauh lebih terang dan menyilaukan. Raven pun seketika mengenali helikopter itu. Itu milik Lewis, salah satu bawahannya yang paling dapat diandalkan, seorang pria tangguh yang setia penuh padanya tanpa keraguan. "Moora, tetaplah di belakangku," ucap Raven tegas namun suaranya hampir tenggelam dalam kebisingan baling-baling. Ia melangkah maju untuk menempatkan dirinya sebagai perisai hidup di antara Maura dan Helen. Helen tampak tidak terkejut. Sebaliknya, wanita itu justru menatap helikopter kedua dengan senyum dingin, seolah sudah memperkirakan kedatangannya. "Pemain tambahan telah datang," gumam Helen pelan. Helikopter Lewis berhenti melayang beberapa meter dari balkon. Tangga tali turun dengan cepat,
last updateLast Updated : 2024-11-24
Read more

89. Titik Sempurna

Maura menghela napas panjang, merasa lega sekaligus terbebani oleh perkataan Raven barusan. Ia pun lalu menyentuh lembut wajah tampan pria itu. "Terima kasih," bisik Maura sarat akan emosi, meskipun matanya masih diliputi keraguan terhadap apa yang akan terjadi selanjutnya. Raven tidak menjawab, hanya menatap Maura seolah ingin memastikan bahwa gadis itu benar-benar mengerti tentang bahaya yang sedang mengintai. Lalu kemudian ia pun melangkah mundur, memberikan jalan pada Maura untuk mengikuti Helen. Lewis yang berada di sana sontak memandang Raven dengan sorot tak percaya. "Tuan Raven, apa Anda yakin akan membiarkan Nona Maura pergi begitu saja?" tanyanya pelan namun cukup tegas. Raven hanya menoleh sekilas ke arah salah satu orang kepercayaannya itu. "Moora tidak akan benar-benar pergi, Lewis. Aku punya cara untuk memastikan agar dia akan tetap aman." Pria itu berucap pelan dengan sengaja agar hanya Lewis yang dapat mendengarnya. Lewis pun akhirnya mengangguk singkat,
last updateLast Updated : 2024-11-25
Read more

90. Kontrak Pengikat

Maura menatap tiga buah testpack yang berada di tangannya.Tanda (+) yang sama tertera di ketiga alat itu, telah menegaskan kecurigaan tentang gejala mual serta muntah-muntah hebat yang ia rasakan. Ia benar-benar hamil. Rasanya lebih seperti mimpi dibanding nyata, dan Maura masih merasa berdiri di antara kedua ambang batas itu. Seorang anak... anaknya dan Raven, tengah berkembang di dalam rahimnya.Maura menyentuh dan mengusap lembut perutnya, seolah sedang mengusap janin yang kini bersemayam di dalam tubuhnya. 'Ibu akan menjagamu, Sayang,' gumannya dalam hati dengan tatapan kosong seperti melamun. 'Dunia ini mungkin kacau balau dan penuh dengan kebobrokannya, tapi Ibu berjanji akan selalu memberikan yang terbaik untukmu, anakku.' Sementara itu, Helen menatap Maura dengan pandangan penuh perhitungan seperti seorang pemain catur yang baru saja mendapatkan langkah kemenangan. Ia beranjak ke meja kecil di sudut kamar untuk membuka tasnya, dan mengeluarkan selembar dokumen yan
last updateLast Updated : 2024-11-27
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status