Home / Romansa / Virginity For Sale / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Virginity For Sale : Chapter 61 - Chapter 70

124 Chapters

61. Hadapi Bersama

Bunyi baling-baling helikopter memenuhi udara, membawa Maura dan Raven menuju rumah sakit di mana ibunya terbaring koma. Langit yang mulai memudar menjadi oranye dengan semburat sinar cemerlang di kejauhan menciptakan suasana tenang, yang berbanding terbalik dengan suasana hati Raven yang kacau balau. Maura yang duduk di sebelahnya sesekali mencuri pandang pada wajah pria yang selalu tampak tak tergoyahkan itu, namun untuk hari ini sorot matanya tampak seolah dipenuhi oleh kebingungan. Raven menatap kosong ke luar jendela dengan pikiran yang melayang. Ia tidak tahu apa yang harus dirasakannya. Seumur hidup, ia telah belajar membenci ibunya. Wanita yang telah meninggalkannya dengan Santiago, seseorang yang tidak ragu untuk menyiksa dan telah memanfaatkannya kemampuannya. Tapi sekarang setelah mendengar kabar bahwa ibunya dalam kondisi kritis, perasaan yang lain mulai bermunculan, sesuatu yang tidak pernah ia sangka dan terasa aneh, yaitu rasa rindu yang tak terjelaskan.
last updateLast Updated : 2024-10-05
Read more

62. Sebuah Maaf

Raven berdiri di depan pintu kamar rumah sakit dengan tangannya yang masih menggenggam erat jemari Maura. Ruangan di balik pintu itu terasa lebih dingin daripada koridor yang panjang dan sunyi yang baru saja mereka lewati. Di dalam sana terbaring sosok yang selama ini ia anggap sebagai salah satu sumber penderitaan dalam hidupnya. Ibu. "Raven, kita bisa melakukannya kapan pun kamu merasa sudah siap," Maura berkata pelan, menatap Raven dengan penuh pengertian. Raven mengangguk tanpa suara, lalu menarik napas panjang sebelum kemudian ia pun membuka pintu itu dengan perlahan. Begitu pintu terbuka, aroma khas antiseptik langsung menyerbu hidungnya. Di dalam ruangan itu hanya ada bunyi monoton dari mesin-mesin yang memonitor detak jantung dan pernapasan ibunya. Wanita yang pernah menjadi segalanya baginya, yang dulu ia cintai dan benci dalam ukuran yang sama, kini terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Kulitnya tampak pucat dengan wajah yang tirus. Ada alat bantu p
last updateLast Updated : 2024-10-07
Read more

63. Cahaya

Tepat di depan mereka, ada sebuah api unggun yang menyala dengan sangat anggun dan indah, memancarkan cahayanya yang hangat. Di samping api unggun, ada selembar kain besar terbentang tak jauh, serta belasan bola lampu yang bertebaran di atas pasir. Tidak hanya itu, tapi ada juga sebuah tenda kemah berwarna putih yang estetik dengan dihiasi tirai lampu-lampu kecil serta bunga-bunga yang memberi sentuhan romantis pada malam yang gelap. Cahaya dari api unggun dan lampu-lampu kecil itu menciptakan pemandangan yang syahdu, kontras dengan lautan yang berkilauan di belakangnya. "Raven..." Maura menatap pria itu dengan bingung, tidak tahu harus berkata apa. "Ini... apa? Kenapa~~" Raven menoleh ke arahnya dengan memulas senyum samar. “Ini hadiah kecil dariku,” ucapnya dengan nada rendah. "Sebagai ucapan terima kasih untukmu. Untuk kehadiranmu, dan untuk selalu ada di sampingku." Maura pun terdiam. Hatinya tersentuh melihat apa yang ada di hadapannya. Gadis itu tidak pernah meng
last updateLast Updated : 2024-10-07
Read more

64. Grindelwald

Pagi itu, Maura terbangun dengan sinar matahari yang perlahan merayap melalui celah tenda putih, menciptakan kilauan lembut di atas pasir pantai. Suara ombak yang berdebur serta semilir angin yang menggoyangkan kain tenda membuat suasana terasa begitu tenang dan damai. Namun yang membuatnya benar-benar terbangun bukanlah situasi di tempat itu, melainkan sebuah sensasi lembut yang terasa di tubuhnya. Ia membuka matanya lebih lebar, dan melihat Raven yang sedang sibuk menikmati setiap senti kulitnya. Bibir pria itu sedang berada di perutnya, untuk mengecup dan menjilati sekeliling pusarnya. Maura terkikik geli saat merasakan gelitik halus ujung lidah Raven di sana, "Kamu sudah bangun?" bisik Raven dengan senyum lembut, tanpa menghentikan sentuhannya yang hangat. Maura merasa dislokasi untuk sesaat. Bingung melihat posisi mereka di dalam tenda putih yang asing baginya. Ia pun merasa takjub ketika baru benar-benar menyadari bahwa saat ini mereka tengah berada di tepi pan
last updateLast Updated : 2024-10-08
Read more

65. Pusat Perhatian

Maura sedang duduk di depan meja rias. Jemarinya dengan lincah menyisir rambutnya yang hitam legam, sementara cermin di depannya memantulkan bayangan seorang wanita yang tampak anggun. Dengan hati-hati, ia memoleskan lipstik berwarna merah lembut di bibirnya. Namun pandangannya sedikit melamun, seakan pikirannya tengah melayang ke tempat lain. Di tempat tidur yang terletak tak jauh darinya, Raven berbaring dengan tenang sambil memandanginya. Mata tajamnya mengikuti setiap gerakan Maura, seolah-olah ia tak ingin melewatkan satu detik pun momen itu. Ada sesuatu yang memikat baginya ketika melihat Maura berdandan, meskipun ini bukan pertama kalinya ia menyaksikan pemandangan tersebut. Raven bergerak untuk bersandar di kepala ranjang, lalu dengan nada tenang tapi penuh rasa ingin tahu ia pun bertanya, "Kenapa Grindelwald? Kenapa kamu memilih kota itu?" Pertanyaan itu membuat Maura berhenti menyisir rambutnya untuk sejenak. Raven memang pernah menanyakan hal yang sama sebelum
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

66. Petualangan Baru

Di tengah kerumunan bandara yang padat serta kilatan kamera dan mikrofon yang diarahkan kepadanya, Raven King berusaha tenang saat seorang reporter mulai menghujaninya dengan pertanyaan-pertanyaan. Di sampingnya ada Maura yang berdiri dengan wajah yang tersenyum, meski gugup juga jelas terlihat di sana karena sorotan perhatian yang begitu besar. Melakukan wawancara singkat adalah bagian dari tugas yang diberikan oleh Stefan, sebagai cara untuk menyampaikan kepada publik bahwa Raven masih tetap akan melanjutkan penulisan bukunya, meskipun sedang liburan. "Raven, apa Anda akan pergi ke Grindelwald hanya untuk liburan, ataukah ada agenda lain yang ingin Anda capai di sana?" tanya seorang reporter dengan nada antusias. "Grindelwald adalah tempat yang indah, dan tentu saja kami ingin menikmati suasananya. Namun ada juga hal-hal pribadi yang ingin aku selesaikan di sana. Moora dan aku sama-sama membutuhkan waktu untuk menjernihkan pikiran kami. Jadi, bisa dibilang ini adalah gabunga
last updateLast Updated : 2024-10-11
Read more

67. Terlihat

Maura masih tertegun ketika pintu terminal VIP dibuka, dan seorang staf bandara menyambut mereka dengan senyum penuh hormat. Di depan matanya, sebuah pesawat pribadi yang mewah telah menanti. Manik beningnya pun seketika membesar dan jantungnya berdegup kencang. Ini lebih dari yang pernah ia bayangkan! “Ini… pesawat kita?” tanyanya pelan dengan maniknya yang membulat tidak percaya. Semula ia mengira akan menaiki pesawat komersil dengan posisi duduk di business class untuk sekelas Raven King yang kaya raya dan terkenal, bukannya malah menyewa seluruh pesawat! Raven yang berjalan di sampingnya pun menganggukkan kepala ringan. “Ya, ini pesawat kita," sahut Raven. "Perjalanan akan memakan waktu belasan jam. Jadi untuk waktu yang selama waktu itu, aku tidak ingin ada yang mengganggu," tuturnya sembari mengecup jari Maura yang ada di dalam genggamannya. Begitu mereka masuk, Maura disambut oleh interior pesawat yang mewah dan serba putih yang elegan. Sofa dari bahan kulit lembut
last updateLast Updated : 2024-10-14
Read more

68. Tidak Akan Membiarkan

"Itu ibuku!" Maura berseru seraya menatap ke depan. Raven pun kemudian mencoba mengikuti arah pandangan Maura. Namun saat ia mencari sosoknya, tiba-tiba saja wanita berjaket merah itu berjalan menjauh dan menghilang di balik kerumunan turis yang sedang mengambil foto. Tanpa berpikir panjang, Maura pun segera berlari untuk mengejar. Meninggalkan Raven yang terpaku sejenak sebelum bergegas ikut menyusulnya. “Ibu!” Maura berteriak, berharap jika wanita itu akan mendengarnya. Langkah-langkahnya pun bergerak semakin cepat, berusaha keras menerobos kerumunan orang yang berjalan santai di jalur tepi tebing. “Tunggu!” Namun meskipun ia sudah berlari sekencang mungkin, sosok wanita itu terus bergerak lebih jauh dan membuat Maura mulai panik. Seluruh pikirannya dipenuhi dengan kebingungan. Jadi dugaannya ternyata benar! Ibunya ada di sini setelah menghilang dari hidupnya bertahun-tahun yang lalu, meninggalkan Maura dalam ketidakpastian dan luka batin yang mendalam. Saat Maura
last updateLast Updated : 2024-10-15
Read more

69. Halo, Putriku

Angin musim dingin yang berhembus mengelus wajah Maura saat dia melangkah keluar dari villa tempatnya menginap bersama Raven di Grindelwald. Desa ini terletak di kaki Pegunungan Alpen Swiss, dihiasi pemandangan menakjubkan yang seakan tiada habisnya, namun keindahan itu tak mampu sepenuhnya mengusir kegalauan hatinya. Sudah beberapa hari berlalu sejak pertemuan yang tak terduga dengan Helen, ibunya. Wanita yang telah menghilang dari hidupnya sejak kecil, meninggalkannya dengan banyak pertanyaan yang belum terjawab. Meski sudah bertahun-tahun berlalu, luka itu terasa segar kembali ketika ibunya tiba-tiba muncul namun kembali menghilang begitu saja. Sejak saat itu Maura berusaha keras untuk menenangkan diri, tetapi pikiran tentang ibunya selalu berputar di kepalanya, tak pernah sepenuhnya pergi. Makam hati ini, Raven pun bertekad untuk membantunya melupakan sejenak rasa sedih itu. Dia menggenggam erat tangan Maura dengan lembut serta melukis senyum di wajahnya, seolah tah
last updateLast Updated : 2024-10-16
Read more

70. Seribu Kali Lebih Buruk

“Akan tiba saatnya nanti ketika kamu akhirnya dapat memahami semuanya, Maura. Tapi untuk sekarang, nikmatilah waktumu dulu." Sebelum Muara sempat mencerna kata-kata ibunya, ia merasakan seseorang telah menabrak tubuhnya dengan keras, mendorongnya hingga terhuyung-huyung dan kehilangan keseimbangan, lalu seketika jatuh terjerembab ke atas tanah yang dingin. Seorang pria yang barusan menabraknya pun segera menunduk dan meminta maaf dalam bahasa Jerman (bahasa utama yang digunakan di Swiss) pada awalnya, namun ketika melihat wajah Asia Maura yang tampak bingung, pria itu pun akhirnya menggunakan bahasa Inggris dengan logat Jerman. “Maafkan aku! Aku tidak sengaja!” ujarnya dengan terburu-buru dan wajah yang dipenuhi rasa bersalah. Pria itu dengan cepat mengulurkan tangannya untuk membantu Maura berdiri. “Aku baik-baik saja,” jawab Maura dengan gugup karena masih terkejut oleh tabrakan yang tiba-tiba itu, namun ia menyambut uluran tangan si pria dan berterima kasih sesudahnya. La
last updateLast Updated : 2024-10-18
Read more
PREV
1
...
56789
...
13
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status