Home / Romansa / Virginity For Sale / 69. Halo, Putriku

Share

69. Halo, Putriku

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-10-16 14:55:57
Angin musim dingin yang berhembus mengelus wajah Maura saat dia melangkah keluar dari villa tempatnya menginap bersama Raven di Grindelwald.

Desa ini terletak di kaki Pegunungan Alpen Swiss, dihiasi pemandangan menakjubkan yang seakan tiada habisnya, namun keindahan itu tak mampu sepenuhnya mengusir kegalauan hatinya.

Sudah beberapa hari berlalu sejak pertemuan yang tak terduga dengan Helen, ibunya.

Wanita yang telah menghilang dari hidupnya sejak kecil, meninggalkannya dengan banyak pertanyaan yang belum terjawab.

Meski sudah bertahun-tahun berlalu, luka itu terasa segar kembali ketika ibunya tiba-tiba muncul namun kembali menghilang begitu saja. Sejak saat itu Maura berusaha keras untuk menenangkan diri, tetapi pikiran tentang ibunya selalu berputar di kepalanya, tak pernah sepenuhnya pergi.

Makam hati ini, Raven pun bertekad untuk membantunya melupakan sejenak rasa sedih itu.

Dia menggenggam erat tangan Maura dengan lembut serta melukis senyum di wajahnya, seolah tah
Black Aurora

terima kasih untuk yang masih membaca, semoga semuanya sehat dan bahagia ❤️

| 15
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Virginity For Sale    70. Seribu Kali Lebih Buruk

    “Akan tiba saatnya nanti ketika kamu akhirnya dapat memahami semuanya, Maura. Tapi untuk sekarang, nikmatilah waktumu dulu." Sebelum Muara sempat mencerna kata-kata ibunya, ia merasakan seseorang telah menabrak tubuhnya dengan keras, mendorongnya hingga terhuyung-huyung dan kehilangan keseimbangan, lalu seketika jatuh terjerembab ke atas tanah yang dingin. Seorang pria yang barusan menabraknya pun segera menunduk dan meminta maaf dalam bahasa Jerman (bahasa utama yang digunakan di Swiss) pada awalnya, namun ketika melihat wajah Asia Maura yang tampak bingung, pria itu pun akhirnya menggunakan bahasa Inggris dengan logat Jerman. “Maafkan aku! Aku tidak sengaja!” ujarnya dengan terburu-buru dan wajah yang dipenuhi rasa bersalah. Pria itu dengan cepat mengulurkan tangannya untuk membantu Maura berdiri. “Aku baik-baik saja,” jawab Maura dengan gugup karena masih terkejut oleh tabrakan yang tiba-tiba itu, namun ia menyambut uluran tangan si pria dan berterima kasih sesudahnya. La

    Last Updated : 2024-10-18
  • Virginity For Sale    71. Perseteruan

    Pertemuan antara Raven dan Helen terjadi di sebuah gedung tua yang terbengkalai, terletak sekitar beberapa kilometer jauhnya dari villa tempat Maura menginap. Di dalam ruangan yang temaram, lampu gantung yang berayun pelan memancarkan cahaya redup. Sementara jendela besar di sudut ruangan memancarkan cahaya bulan yang samar, menyinari sosok dua orang yang saling berhadapan itu. Ketegangan di antara mereka begitu terasa, udara seolah membeku oleh konflik yang tak terucapkan namun nyata tercipta. Raven berdiri dengan postur tegap, kedua tangannya diselipkan di saku jasnya. Matanya yang tajam menatap lurus ke arah Helen, wanita yang selama ini berusaha ia temukan. Helen ternyata benar-benar mirip dengan Maura versi wanita yang jauh lebih matang dari segi usia. Rambut Helen juga tidak panjang seperti Maura, melainkan sedikit di bawah leher. Penampilannya sangat anggun, namun alih-alih seperti Maura yang polos dan tulus, sorot mata ibunya ini memancarkan kelicikan. Wanita itu dud

    Last Updated : 2024-10-19
  • Virginity For Sale    72. Melindungi Maura

    Maura duduk di atas sofa besar di ruang tamu villa yang sepi, dengan pandangan matanya yang terus melirik ke jendela besar yang menghadap ke luar. Malam mulai turun di Grindelwald, dan udara dingin pegunungan mulai menyelinap masuk melalui celah-celah kecil jendela. Pemandangan yang biasanya begitu menenangkan kini tidak bisa mengalihkan pikirannya dari kegelisahan yang terus mengusik batinnya. Raven yang telah meninggalkannya beberapa jam lalu tanpa penjelasan jelas membuat Maura tidak tenang. “Aku harus mengurus sesuatu. Tunggu saja di sini,” adalah kalimat terakhir yang diucapkan Raven sebelum dia keluar dari pintu, tanpa menjelaskan ke mana dia pergi atau kapankah dia akan kembali. Maura menghela napas panjang, berusaha meredakan kegelisahan yang melanda di dadanya. Namun kenyataan bahwa Raven yang dengan sengaja meninggalkan ponselnya di kamar malah membuatnya semakin merasakan frustrasi. Bagaimana bisa Maura menghubunginya jika terjadi sesuatu? Dan kini berjam-

    Last Updated : 2024-10-21
  • Virginity For Sale    73. Friend and Enemy

    Maura berusaha menenangkan dirinya saat mengikuti Lewis keluar dari villa. Gadis itu mengenakan mantel tebal, mencoba melindungi diri dari dinginnya udara malam di Grindelwald yang kini menyelimuti seluruh lembah dengan kabut tipis. Namun tidak ada yang bisa melindunginya dari kecemasan yang datang untuk menyergap. Raven pergi, Helen entah di mana, dan kini dia dibawa ke tempat lain oleh orang-orang kepercayaan Raven tanpa penjelasan yang jelas. “Apa yang terjadi, Lewis?” tanya Maura dengan suara pelan namun penuh rasa ingin tahu yang dalam. Lewis tetap memandang lurus ke depan, langkahnya selalu mantap meski situasi terlihat genting. “Saya hanya diperintahkan untuk memastikan bahwa Anda aman, Miss Maura. Tidak banyak yang bisa saya jelaskan sekarang, tapi ada ancaman yang sangat serius.” Maura pun sontak semakin merasa frustrasi. "Ancaman apa? Di mana Raven? Apa dia baik-baik saja?" Lewis berhenti sejenak, menatap Maura dengan raut wajah yang tegas namun tegang. “Saya

    Last Updated : 2024-10-24
  • Virginity For Sale    74. Prioritas Utama

    Raven tersenyum, tipis namun penuh kelegaan kala baru menyadari bahwa helikopter yang datang adalah milik Lewis, sosok kepercayaan yang selalu bisa ia andalkan. Beberapa saat kemudian helikopter itu pun mendarat, dengan tim pasukan khusus Lewis yang segera turun dengan senjata siap menembaki para penjaga Inferno yang mencoba menghadang. Pergerakan mereka cepat dan terkoordinasi, membuat Raven dan Helen berhasil mencapai helikopter tanpa banyak perlawanan. Ketika mereka telah masuk ke dalam helikopter, Lewis pun segera mendekati Raven. “Tuan Raven, apa kalian berdua baik-baik saja?” “Kondisi Helen parah,” jawab Raven, sambil melirik ibunya Maura yang wajahnya tampak semakin pucat. “Segera bawa kami ke tempat yang aman dan hubungi tim medis terbaik untuk Helen.” Lewis mengangguk patuh dan memberi perintah kepada pilot untuk lepas landas. Setelahnya, Lewis berbicara dengan walkie talkie untuk memerintahkan tenaga medis agar segera stand by di tujuan mereka. “Bagaimana dengan

    Last Updated : 2024-10-25
  • Virginity For Sale    75. Curiga

    Di kamar yang redup diterangi cahaya bulan yang menerobos melewati celah tirai, Raven dan Maura pun tenggelam dalam lautan kehangatan yang terasa seolah meluluhlantakkan logika. Nafas mereka yang saling menderu terdengar bersahutan, penuh gairah serta keintiman yang melampaui batas hanya sekedar kata-kata. Di luar sana, salju yang tebal dan dingin telah menyelimuti seluruh benda tanpa terkecuali, namun di dalam ruangan ini seluruh udara di sekitar mereka seolah dipenuhi oleh bara api gelora yang terus menerus menyala tanpa ada habisnya. "Uh, Raven..." Maura melenguh dengan tubuh gemetar karena hasrat yang telah mengisi penuh seluruh dirinya. Sudah hampir satu jam Maura tak berhenti bergerak untuk memuaskan pria yang tak juga mendapatkan kepuasannya, meskipun Maura telah berupaya dengan segala cara. Tubuhnya menggeliat dan melengkung dengan pinggul yang mengayun sensual di atas pangkuan Raven, meskipun gerakannya mulai tampak melemah karena lelah. Namun Raven tidak akan pe

    Last Updated : 2024-10-27
  • Virginity For Sale    76. Bagian Dari Jebakan

    Maura duduk di tepi ranjang, mengamati Helen yang tampak lemah dan rapuh. Setiap helaan napas ibunya seperti membawa beban yang tak terlihat, namun Maura merasa ini adalah kesempatan langka untuk menebus waktu yang hilang. Dengan penuh kelembutan, ia menyuapkan sendok demi sendok sarapan ke mulut Helen, memastikan makanan itu mudah dicerna. Tangannya bergerak dengan pelan karena tak ingin membuat Helen merasa terburu-buru. "Terima kasih, Nak," suara Helen terdengar serak namun penuh ketulusan. "Tidak masalah, Bu. Anggap saja ini adalah caraku membayar semua kebaikan yang mungkin belum sempat kutunjukkan," jawab Maura sambil tersenyum. Setelah sarapan selesai, Maura pun membantu ibunya mandi. Tangannya bergerak dengan sangat hati-hati agar tidak memperparah luka-luka di tubuh Helen. Bekas memar dan luka kecil tersebar di beberapa bagian tubuh Helen, bekas dari pengalaman hidup yang penuh risiko dan keputusan yang membawa penyesalan mendalam. Melihat kondisi ibunya ya

    Last Updated : 2024-10-29
  • Virginity For Sale    77. Terakhir dan Tanpa Ampun

    Di bawah langit malam Grindelwald yang dingin, Maura duduk di teras vila sambil memandangi kalung Dragon’s Blood yang melingkar di lehernya. Kilauan merah darah dari batu permata di kalung itu tampak begitu memukau, namun kata-kata ibunya terus berputar di dalam kepalanya. "Kutukan," ucap Helen tadi. "Setiap pemilik Dragon’s Blood akan mengalami kesialan, atau bahkan bisa lebih buruk lagi, mati mendadak." Maura menggigit bibirnya dengan benak yang dipenuhi oleh keraguan. Kalung ini adalah pemberian Raven. Bukankah Raven memberikannya sebagai simbol perlindungan, alih-alih sebagai kutukan? Gadis itu pun berusaha untuk menenangkan hatinya serta meyakinkan diri, bahwa ibunya itu mungkin hanya menakut-nakutinya dengan alasan yang ia tak mengerti bertujuan untuk apa. Apakah Helen ingin membuatnya tak mempercayai Raven? Tapi kenapa? Bukankah Raven yang justru telah menyelamatkan Helen? Tidak, mungkin ibunya hanya sekedar memberitahukan desas-desus yang beredar saja, tanpa ada

    Last Updated : 2024-10-31

Latest chapter

  • Virginity For Sale    EXTRA PART

    Musim semi tiba dengan segala keindahannya, membawa serta aroma manis bunga-bunga yang bermekaran dan langit biru yang begitu cerah. Di tengah taman yang luas, dengan dekorasi klasik yang elegan, pernikahan Shane King dan Leona digelar dengan khidmat dan penuh kehangatan. Siapa sangka, seorang pria yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam kesendirian akhirnya menemukan cinta sejatinya pada wanita yang usianya hampir setengah dari umurnya? Leona, awalnya hanya ditugaskan oleh Raven untuk merawat kesehatan Shane yang menurun. Namun dalam setiap perawatan, setiap percakapan, setiap sentuhan yang terjadi antara mereka, sesuatu mulai tumbuh tanpa bisa mereka cegah. Cinta. Cinta yang datang tanpa diminta, menghapus segala batas yang ada, menghilangkan segala perbedaan, dan akhirnya membawa mereka pada hari ini. Raven duduk di barisan terdepan bersama Maura. Matanya sekilas menatap sang paman, pria yang selama ini berada dalam tawanan serta siksaan keji, kini m

  • Virginity For Sale    133. Rumah Untuk Kembali

    Malam ini terasa begitu panjang bagi Maura. Di dalam villa yang seharusnya menjadi tempat paling aman baginya, ia justru tak bisa memejamkan mata sedetik pun. Kegelisahan merayap di benaknya, membuat setiap detik yang berlalu terasa seperti siksaan. Di luar jendela, bulan sudah tenggelam digantikan gelapnya malam yang semakin pekat. Maura duduk di tepi ranjang, mendekap dirinya sendiri sambil menatap kosong ke arah pintu. Lewis telah membawanya ke tempat ini atas perintah Raven, berkata bahwa ia akan aman di sini. Tapi keamanannya bukanlah yang ia risaukan saat ini. Yang ia tunggu adalah satu hal. Satu orang, lebih tepatnya. Namun ternyata hingga pagi datang menjelang, sosok itu pun tak jua datang. Saat jarum jam di dinding menunjukkan pukul tujuh pagi, Maura akhirnya menyerah. Ia bangkit dari tempat tidur dengan langkah lesu. Percuma saja memaksa dirinya tidur ketika seluruh pikirannya penuh dengan kecemasan. Ia berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas

  • Virginity For Sale    132. Hidup

    Tobias hanya tersenyum, seolah itulah jawaban yang ia harapkan. Tobias menatap Raven tajam. “Dan sekarang, pertanyaannya… apa yang akan kau lakukan, Raven? Membunuhku?” Tobias mencondongkan tubuh ke depan, ekspresinya menantang. “Silakan. Aku sudah tua. Kematian bukanlah sesuatu yang kutakuti. Aku telah menyelesaikan tugasku. Aku telah menemukan penggantiku yang paling sempurna.” Sambil tersenyum tipis, Tobias menjentikkan jarinya. Seorang pria di sudut ruangan melangkah maju, menyerahkan sebuah map tebal. Tobias meletakkannya di atas meja, menatap Raven dengan penuh kemenangan. “Ini dokumen yang telah kususun dengan sangat hati-hati,” ujar Tobias. “Melibatkan tiga puluh pengacara terbaik di dunia. Di dalamnya, ada keputusan yang tak akan bisa diganggu gugat oleh siapa pun.” Raven tetap diam, membiarkan Tobias melanjutkan. “Dokumen ini menunjuk CEO baru untuk King’s Enterprise. Dan itu adalah kamu, Raven.” Terdengar suara Rhexton menghirup napas tajam. Tobias mena

  • Virginity For Sale    131. Pembuktian

    "Kudeta?" ulang Rhexton dengan nada tajam. Sejak tadi, ia hanya berdiri di samping Tobias, menatap Raven dengan sorot mata yang tak dapat ditebak. "Tidak bisakah kita menyelesaikan ini dengan cara lain, Raven?" lanjutnya. "Keluarga seharusnya tidak saling menghancurkan." Raven menatap saudara kembarnya dengan ekspresi datar, seolah kata-kata Rhexton sama sekali tidak berarti apa-apa baginya. “Keluarga?” Raven tertawa kecil tapi dengan nada yang dingin. “Sejak kapan aku benar-benar merasakan hakikat dari keluarga?” Ia melangkah lebih dekat, hingga kini hanya berjarak beberapa langkah dari Rhexton dan Tobias. “Nama belakang itu hanyalah sebuah label, gelar yang tidak pernah benar-benar kuanggap memiliki arti. Bukankah sejak kecil, aku tidak lebih dari sebuah alat?" Maniknya yang kelabu berkilat tajam saat ia menatap langsung ke mata Rhexton. “Aku bukan keluarga. Aku hanya pion, senjata, dan alat manipulasi untuk membodohi pihak lain demi kepentingan keluarga King. Dan ka

  • Virginity For Sale    130. Kudeta

    Manik biru dingin itu mengamati SUV hitam yang bergerak semakin menjauh, hingga akhirnya menghilang menjadi sebuah titik kecil di ujung jalan. Raven pun lalu sedikit mengangkat tangannya, memberikan isyarat singkat kepada salah satu pengawal yang berada tak jauh darinya. Tanpa perlu kata-kata, orang itu langsung memahami perintahnya dan segera menekan tombol kecil di perangkat komunikasi yang tersembunyi di pergelangan tangan. Dan hanya dalam hitungan detik, seluruh Mansion yang sebelumnya gelap gulita, kini tiba-tiba saja disinari oleh cahaya yang terang. Generator cadangan yang sebelumnya dinonaktifkan oleh orang-orang Raven pun telah kembali menyala, turut menghidupkan semua lampu dan sistem keamanan di dalam Mansion seperti sedia kala. Saat seluruh cahaya telah memenuhi ruangan, Raven pun mengayunkan kaki untuk kembali masuk dengan langkah tenang. Ia masih melangkah seraya tangan kanannya pun ikut terangkat ke wajah. Dengan gerakan perlahan tapi pasti, ia mulai m

  • Virginity For Sale    129. Yang Seharusnya Hanya Milikku

    Kalimat itu keluar dengan penuh percaya diri, setiap suku katanya terasa seperti pukulan telak kepada ego Rhexton. Nada penuh arogansi tersebut seolah disengaja untuk memprovokasi, dan terbukti berhasil. Rhexton yang kini wajahnya memerah karena kemarahan, mengepalkan tangannya hingga buku-bukunya memutih. Ia mengulurkan tangannya ke depan dengan geram, mencoba untuk menggapai sosok yang ingin sekali ia tantang untuk berbaku hantam. Tapi sayangnya, hanya angin kosong yang berhasil ia sentuh. Rhexton pun semakin frustrasi. Ia menggerakkan tangannya lebih agresif, seolah yakin Raven berada di dekatnya. Namun setiap usahanya tetaplah sia-sia. Di sisi lain, Raven yang telah diam-diam mengenakan kacamata infra merah sejak awal, hanya bisa tersenyum samar. Ia menyaksikan semua gerakan Rhexton yang terlihat putus asa dalam kegelapan, membuat situasi ini menjadi pemandangan yang hampir menggelikan baginya. Raven lalu melirik ke arah tiga orang pengawalnya yang telah bers

  • Virginity For Sale    128. Belum Selesai

    Maura terdiam. Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan bagaimana perasaannya saat itu, sebuah euforia kebahagiaan bercampur dengan rasa tidak percaya. Ia ingin sekali menanyakan semuanya. Bagaimana Raven bisa hidup, apa yang sebenarnya terjadi, lalu tubuh siapa yang dimakamkan waktu itu... tapi tidak ada satu pun pertanyaan yang berhasil keluar dari bibirnya. Ia hanya memeluk Raven lebih erat, seolah takut pria itu akan menghilang lagi. Momen itu terasa seperti keabadian. Maura tahu bahwa perjalanan mereka belum selesai. Akan ada lebih banyak rahasia yang terungkap, lebih banyak bahaya yang harus mereka hadapi. Tapi untuk saat ini ia hanya ingin menikmati kenyataan bahwa pria yang ia cintai, pria yang selama ini ia kira telah pergi, kini kembali dalam hidupnya. Maka Maura pun tak lagi berkata-kata. Ia diam dalam gendongan hangat Raven, dan semakin mengeratkan pelukannya. Dalam kegelapan yang telah menelan seluruh cahaya ini, Maura pun mempercayakan segalanya ha

  • Virginity For Sale    127. Pengakuan

    “Pengkhianat!” Rhexton mendesis tajam, wajahnya memerah karena amarah yang tidak bisa ia kendalikan. Tangannya terkepal erat, sementara tiga pengawal yang masih setia kepadanya segera mengangkat senjata mereka, siap menargetkan ketiga pembelot tersebut. “Turunkan senjata kalian!” Rhexton memerintahkan ketiga pengawal yang berpihak pada Ryland dengan suara bergetar, entah karena kemarahan atau kegelisahan. Namun mereka tidak menggubrisnya. Ketegangan pun memuncak. Suasana kamar yang semula hening kini terasa begitu penuh tekanan. Udara seolah membeku di antara kedua belah pihak, masing-masing mengarahkan senjata mereka tampak tidak ada yang mau mengalah. Maura berdiri di tengah-tengah dengan tubuh yang gemetar hebat. Ia menatap ke arah Rhexton, lalu beralih ke Ryland, yang masih berdiri tanpa bergerak dengan tatapan yang dingin dan penuh kendali. Meski tak berkata sepatah pun, namun hanya dengan kehadirannya saja telah terasa mendominasi seluruh ruangan. “Mau

  • Virginity For Sale    126. The Bigger Plan

    "Apa yang pernah menjadi milikmu?" tanya Maura bingung. Ryland menatap Maura dalam keheningan yang menegangkan. Kemudian dengan satu gerakan cepat, ia meraih tangan Maura dan menariknya mendekat, untuk memeluk dengan erat. Namun semua sentuhannya itu penuh dengan kehati-hatian, terutama pada bagian perut Maura. Seolah ia sangat menyadari keberadaan dua nyawa kecil yang sedang tumbuh di sana. "Ryland, apa yang kamu~" Maura berusaha untuk melepaskan diri, tapi kekuatannya tak cukup untuk melawan pria itu. Ia terdiam ketika tangan besar Ryland bergerak perlahan menuju ke perutnya, lalu mengusapnya dengan lembut. Sentuhan itu begitu kontras dengan sikap dingin dan tegas Ryland, membuat Maura terkejut dan kehilangan kata-kata. "Ryland..." bisiknya nyaris tak terdengar, suaranya bergetar antara kebingungan dan emosi yang tak mampu ia jelaskan. Pria itu menunduk, memandangnya dengan lebih intens, sebelum tiba-tiba saja mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Maura. Sentuhannya l

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status