All Chapters of Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris : Chapter 91 - Chapter 100

114 Chapters

91. Kritis

Terakhir Javas merasakan ketakutan sebesar ini ketika ayah dan ibunya pergi. Ketakutan yang sampai membuat tubuhnya menggigil saat petugas medis membawa ayah dan ibunya memasuki ruang tindakan seperti Kavia sekarang. Mata Javas perih dan memerah menahan air mata yang menggenang di pelupuk mata. Seandainya bisa, ingin rasanya dia menggantikan posisi Kavia. Biarkan dia saja yang terbaring di sana dan merasakan sakit itu. Tatapannya nanar memandang istrinya terkulai tak berdaya. Membiarkan dokter dan para perawat di depannya sibuk dengan segala peralatan medis menangani Kavia. Suara-suara yang sulit Javas mengerti dari mereka keluar masuk begitu saja. Kakinya benar-benar lemas melihat istrinya belum sadarkan diri. "Pak, kami harus melakukan sectio secepatnya. Kami memerlukan persetujuan Anda," salah seorang perawat bicara pada Javas. "Lakukan apa pun yang terbaik. Asal istri dan anakku selamat." Tidak membutuhkan waktu lama, Kavia segera dipindahkan ke ruang operasi. Dan Javas tidak
Read more

92. Terima Kasih

Bukan Javas yang pertama kali Kavia lihat ketika membuka mata. Melainkan Delotta yang terlihat sedang berbincang dengan Gyan. Saat menggulirkan bola mata ke ujung tempat tidur, dia melihat Erland yang tampak fokus dengan ponselnya sehingga tidak sadar Kavia terbangun. Tidak ada Javas di ruangan itu. Padahal dia sangat ingin melihat pria itu. "Javas ke mana?" Suara lirih Kavia membuat semua yang ada di ruangan mengalihkan perhatian, dan terkejut seketika. Erland segera menghentikan aktivitasnya dan mendekat ke sisi kanan Kavia. Begitu pun Delotta dan Gyan yang langsung bergerak mendekatinya. "Kavia, kamu udah sadar?" tanya Delotta tersenyum senang. "Pretty, gimana perasaan kamu?" tanya Erland menyusul. "Aku merasa lebih baik." Mata biru Kavia tidak sendu lagi. Pembuluh darah di wajahnya juga tampak bermunculan, sehingga wajahnya tidak terlihat pucat lagi. "Kalian hanya bertiga? Javas mana? Dan bayiku?" Dellotta tersenyum lantas menarik kursi yang berada di dekat bed Kavia. "Javas
Read more

93. Permohonan Kakek

"Kamu bisa tinggalkan kami berdua? Ada beberapa hal yang ingin kakek sampaikan pada istrimu." Javas baru saja akan duduk di sofa saat Javendra mengucapkan itu. Dia sontak membuang napas kasar. Agak kesal karena sang kakek justru malah yang meminta prioritas lebih dulu dibanding dirinya. Yang suami di sini sebenarnya siapa sih? "Kamu. Ada giliran tersendiri untuk kakek mintai pertanggungjawaban," lanjut Javendra yang serta-merta bikin alis Javas menukik. "Pertanggungjawaban apa lagi?" "Kamu nggak lupa kan sudah meninggalkan tugas kamu sebelum selesai?"Wajah tegang Javas kontan mengendur. Dia melirik Phil yang berdiri di sampingnya. Pria yang dia tatap hanya melempar senyum kalem. "Aku kan nemenin Kavia, Kek. Itu lebih penting dari apa pun." "Hm, ya, kakek tau. Tapi meninggalkan begitu saja tugas yang kamu emban itu juga bukan hal baik. Kelak kamu akan memegang kendali semuanya. Kalau masih bersikap begitu, kapan kamu bisa menjadi profesional?" Di saat seperti ini Javas tidak in
Read more

94. Sebuah Nama

"Karel Ravendra Wirahardja.""Good name. Siapa yang kasih nama? Kamu?" Javas menggeleng dengan raut kecewa. Dia beringsut ke sisi tempat tidur sambil membawa piring kertas berisi potongan apel. "Karel dari Papi, Ravendra dari Kakek. Ravendra itu nama mendiang ayahku." "Oh ya? It sounds good," sahut Kavia sambil lalu, dia masih sibuk mengawasi putranya yang sedang menyusu padanya. "Sounds good apaan sih? Aku bahkan nggak diizinkan menyumbang nama. Padahal ini anakku sendiri," ujar Javas bersungut-sungut. Parasnya yang seperti itu membuat Kavia terkekeh. "Kan tinggal kasih satu nama lagi." "Namanya nggak boleh panjang-panjang. Kasihan nanti terlalu berat di nama. Aku mengalah sajalah." "Itu lebih bagus." Kavia menekan gundukan payudaranya agar tidak menutupi hidung kecil putranya. Dia lantas tersenyum melihat bayi berusia tujuh hari itu menyusu dengan lahap. "Jadi, kita panggil dia apa? Karel atau Raven?" "Karel." Javas tersenyum seraya mengambil satu potong apel dan mendekatkann
Read more

95. Insecure

"Maaf karena baru bisa menjenguk." Suara itu terdengar lembut. Selembut kulitnya yang bersinar terpapar cahaya matahari pagi. Kavia di tempatnya menelan ludah melihat keindahan itu. Sementara dirinya masih tampak kacau dengan piyama rumah sakit. Bahkan untuk sekedar menyentuh sisir pun tidak sempat. Rambut panjang bergelombangnya hanya digelung asal agar tidak merepotkan. "Wah, baby-nya tampan. Persis seperti ayahnya. Oh ya, by the way dia panggil kamu apa nanti?" Wajah cantik itu menoleh kepada Javas yang berdiri di sisinya. Dari awal datang, Kavia tidak diliriknya sama sekali. Untuk basa-basi sekedar menanyakan kabar pun enggak. "Papa," sahut Javas singkat sambil memandang buah hatinya yang masih tertidur nyenyak di boks bayi. "Papa. Uhm, cocok juga." Wanita itu tersenyum menambah berkali-kali lipat kecantikannya. "Ameera, apa kamu nggak ada pekerjaan hari ini?" tanya Javas, yang sepertinya merasa tidak nyaman dengan kehadiran wanita itu. Beberapa kali tanpa sengaja dia melihat
Read more

96. Kumbang

Rasanya seperti sedang creambath ketika Javas memijat kepala Kavia. Pijatannya benar-benar lembut dan hati-hati. Membuat beban di kepala seolah rontok seketika. "Enak?" tanya Javas melihat ekspresi istrinya. "Banget. Kamu nggak ada keinginan buka salon?" Pria bertato naga itu terkekeh. "Emang boleh? Pasti salon bakal laris banget sih kalau terapis creambath-nya aku." Javas tertawa mendengar Kavia berdecak. "Nggak usah buka salon kalau begitu." Javas kembali meraih gagang shower dan menyiram perlahan ke rambut Kavia. Busa-busa shampo berjatuhan di lantai kamar mandi bersama beban di kepala wanita itu. Kepala Kavia terasa ringan. Apalagi ketika Javas kembali memijat sembari memberi krim conditioner. Dari urusan rambut dan kepala, Javas lanjut memandikan Kavia. Wanita itu duduk di sebuah kursi sementara suaminya memberikan pijatan ringan dari punggung hingga leher. Javas terlihat fokus melakukan tugasnya. Saking enaknya, Kavia sampai mendesah ketika telapak tangan pria itu bergerak
Read more

97. Jatuh ke Tangan

Mata tua, tapi tajam itu menyorot Javas. Alis tebalnya yang keperakan menukik, pun dengan kumis melintangnya yang lebat. Hidungnya yang mencuat menambah kesan seram, tapi penuh karismatik. Meski begitu tidak sedikit pun Javas merasa terintimidasi. Dia tetap duduk tenang di hadapan sosok yang sudah membesarkannya selama puluhan tahun itu. Javas tahu apa yang akan kakeknya bahas hari ini. Bukan hanya dirinya, di sebuah ruang kerja kediaman Wirahardja itu Javendra juga mengundang anak angkatnya, pengacara keluarga dan juga dua asisten pribadinya. Harusnya Javas senang karena pada akhirnya hari ini tiba. Hari di mana seluruh kekayaan milik Wirahardja akan jatuh ke tangannya, sang pewaris tunggal. Namun entah kenapa perasaan menggebu itu malah padam. "Bukan hanya seorang suami, kamu juga telah berhasil menjadi seorang ayah. Dengan status barumu itu kakek harap kamu bisa lebih dewasa dalam bersikap dan bertindak. Bukan hanya anak dan istrimu. Setelah kamu menandatangani dokumen ini beban
Read more

98. Momen Menggemaskan

"Kakek akan berumur panjang sampai kita punya belasan anak, Javas."Javas masih tidur di pangkuan Kavia. Menempelkan pipinya di paha wanita itu. Pria itu menikmati ketika jemari istrinya itu menyisir rambutnya yang mulai panjang. Sejak Kavia masuk rumah sakit dia belum sempat merapikan diri sendiri. Bahkan untuk sekedar mencukur facial hair. "Sepertinya akan lebih baik aku menempati posisi sekarang. Menjabat CEO bakal bikin aku sibuk. Aku takut nggak akan punya waktu buat kalian." Javas meraih tangan Kavia dan membawanya ke bibir. "Saat ini aku ingin banyak menghabiskan waktu bersama kalian." "Tapi Javas, perusahaan juga butuh kamu. Kakek pasti menaruh harapan besar ke kamu. Sebagai pewarisnya." Lagi-lagi Javas menghela napas panjang. "Aku harap Kakek bisa hidup seribu tahun lagi sehingga aku bisa sedikit bersantai mengelola perusahaan." Mendengar itu Kavia terkekeh. "Kupikir kamu takut kehilangan kakek karena sayang banget sama kakek. Nggak taunya karena nggak mau sibuk di perusa
Read more

99. Hadiah dari Istri

Rapat pemegang saham pagi ini secara final memutuskan Javas yang akan menduduki kursi CEO, menggantikan CEO lama yang mengundurkan diri lantaran ingin fokus pada perusahaannya sendiri. Tidak ada pilihan lain. Banyak suara yang mendukung Javas. Meskipun setengah hati, dia harus profesional mengemban tugasnya. Tepuk tangan menggema di ruang meeting utama ketika Javas selesai memberikan sepatah dua patah kata setelah resmi menjadi CEO. Beban berat kini benar-benar berada di pundaknya. Meski begitu melihat Kavia yang tersenyum lebar di kursinya, Javas seperti mendapat kekuatan untuk bisa ikut tersenyum. Walaupun itu hanya berlangsung selama beberapa saat saja. "Ruang ini sudah didesain ulang seperti selera Anda, Pak," ucap Phil begitu Javas memasuki ruangan barunya. Tidak terlalu banyak perabot di sana. Sirkulasi pencahayaan yang memadai menjadi salah satu permintaan Javas. Satu set sofa berwarna abu terlihat tidak jauh dari meja kerjanya yang besar. Di sudut-sudut ruangan terdapat beb
Read more

100. Lembur

Hal yang tidak Javas sukai setelah menjabat sebagai CEO ketika dia terpaksa lembur sehingga saat pulang ke rumah mendapati anak istrinya sudah terlelap. Boleh dibilang kesibukannya menjadi berkali lipat dari sebelumnya. Lantaran tanggung jawabnya tidak terbatas cuma satu departemen seperti dulu. Seperti sekarang. Ketika membuka pintu kamar, Kavia sudah tertidur lelap. Begitu juga Baby Karel. Bayi empat bulan itu menggeliat ketika Javas menciumnya, tapi dengan nyamannya terlelap lagi. Reaksi itu menerbitkan senyum Javas. Apalagi ketika mulut Karel bergerak-gerak seolah sedang menyusu. Benar-benar sangat lucu. Meninggalkan bayinya, Javas kembali bergerak ke kamarnya. Sebisa mungkin gerakannya tidak menimbulkan suara agar tidur Kavia tidak terganggu. Namun---"Kamu baru pulang?" Suara serak istrinya membuatnya menoleh. "Kok bangun? Aku ganggu kamu tidur ya?" Masih dengan mata setengah terpicing Kavia tersenyum. "Nggak, tapi bau kamu langsung bisa kecium."Refleks Javas mencium tubuh
Read more
PREV
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status