Semua Bab Pesona Istri Dadakan Sang Pewaris : Bab 101 - Bab 110

114 Bab

101. Red Room

"Aku nggak cuma kangen kamu. Tapi Karel juga." Erland membuang muka lantaran wanita di depannya masih terus menatapnya lekat-lekat. Tiga puluh menit lalu Kavia tiba-tiba datang ke apartemen pria itu. Sekedar mengecek keadaan setelah kemarin Erland mengirim fotonya yang sedang kacau. Dua bulan keduanya tidak bertemu demi menjaga perasaan Javas yang kerap kali tidak suka dengan kemunculan Erland. "Kamu ke sini ijin sama Javas kan? Aku nggak mau dia ngambek-ngambekan lagi gara-gara kamu menemuiku diam-diam." Kavia mengambuskan napas kasar lantas berdecak bosan. Dia masih fasih membaca ekspresi muka mantan pacarnya itu. Meski sejak tadi Erland terus memasang wajah masam, Kavia tahu pria itu sedang kegirangan. "Aku udah nurutin kamu buat bisa bahagia sama Javas. Semua berjalan seperti yang kamu harap. Jadi, apa yang bikin kamu begini?" Pria itu tersenyum kecut. Lantas meraih sebatang rokok dari kotaknya. "Nggak usah gusar begitu. Aku nggak bakal ganggu kalian. Kan aku cuma kangen.""
Baca selengkapnya

102. Show Me Your Body

Kavia tersenyum dan gemas sendiri mendengar Baby Karel terus tertawa dan mengoceh ketika Erland mengajak bercanda. Entah apanya yang lucu bagi seorang bayi. Padahal Erland tidak ada lucunya sama sekali. "Mas Erland itu sayang banget sama Den Karel ya, Nya," ujar Mbak Rami yang saat ini tengah sibuk di dapur bersama Kavia. Dia sedang mengajari Kavia masak makanan kesukaan Javas. Nasi daun jeruk, yang ternyata pembuatannya sangat mudah. "Iya. Mereka memang sudah akrab dari Karel masih dalam kandungan." "Loh kok bisa begitu?" Kavia hanya menanggapi dengan senyum. "Habis ini kita ngapain lagi nih, Mbak?" tanya wanita itu mengalihkan topik. "Bikin sambal goreng paru. Bumbunya udah saya siapin. Nyonya tinggal mengolahnya." "Kenalin aku ke bumbu-bumbunya dong, Mbak." Kembali tawa Karel terdengar, membuat Kavia menoleh. Mereka bermain di ruang keluarga tepat di bawah anak tangga. Sehingga mata Kavia tidak bisa menjangkau keduanya. Tapi masih bisa mendengar keseruannya. Dia hanya bisa t
Baca selengkapnya

103. Always You

Tangan Kavia kembali dicekal, ditarik, dan tubuhnya dihempaskan ke ranjang ketika mencoba beranjak. Javas tidak membiarkan wanita itu pergi begitu saja. Bahkan setelahnya pria itu menindih tubuh Kavia, membuka secara paksa kemeja yang wanita itu kenakan hingga kancingnya berhamburan. "Di mana dia melakukannya? Di sini?" Dia menekan leher Kavia hingga wanita itu meringis. "Di sini?" Lalu beralih ke dada, menarik bra ke atas, dan menekan kasar payudara Kavia. Tidak menemukan apa pun di sana, tangan dan tatapan Javas berpindah ke perut. "Atau di sini?" "Javas, stop! Jangan gila! Erland nggak ngelakuin apa pun!" Seruan dan perlawanan Kavia sama sekali tidak Javas pedulikan. Pria itu terus membabi-buta. Bahkan rok yang Kavia pakai pun dia lepas paksa. Kembali Javas meneliti dan meraba setiap inci tubuh istrinya itu. Tidak ada jejak apa pun yang tertinggal. "Di mana? Di mana dia melakukannya? Di belakang?"Kavia terpekik ketika Javas membalik tubuhnya lalu menekan kuat punggungnya. Ibu a
Baca selengkapnya

104. Semua Terasa Sempurna

"Aku bukan orang yang nggak tau berterima kasih." Kavia masih mendengar apa yang Javas katakan. Nada suara pria itu begitu lembut. Tidak ada emosi di sana. Bahkan Javas berbicara seraya mengusap punggung Kavia, seolah wanita itu yang lebih butuh banyak ketenangan dibanding dirinya. "Jika bukan karena Erland mungkin aku nggak akan pernah sadar pentingnya kamu buat aku." Javas menarik napas panjang. Tatapnya lantas jatuh pada putranya yang tertidur pulas di pangkuan Kavia. "Jika bukan karena Erland aku mungkin nggak akan pernah memiliki kesempatan bersama kalian. Hanya saja...." Javas menjeda kalimat ketika bibirnya mulai bergetar. "Aku paham," sahut Kavia spontan, sambil mengulurkan tangan meraih pipi suaminya. "Seseorang pernah menghancurkan aku sekali. Dan aku nggak mau itu terulang lagi, Kavia." "Kamu tau aku nggak akan melakukan itu."Kepala Javas mengangguk lantas menangkup tangan Kavia yang mendarat di pipinya. "Aku butuh pengertian kamu, Kavia. Nggak banyak kok. Bisa?" Kav
Baca selengkapnya

Extra Part - Latte Pappas

"Kamu tau nggak kalau di Swedia cuti ayah itu sekitar 240 hari? Yang mana 90 harinya atau 3 bulan wajib diambil.""Hm, ya. Tapi kita nggak hidup di sana, Sayang. Kamu mau kita pindah ke sana biar aku bisa jadi Latte pappas?" Dua alis tebal Javas naik 30 derajat. Dan reaksi itu membuat Kavia tergelak. Kavia merangkul lengan kekar Javas yang tengah mendorong stroller. "Perusahaan kamu emang nggak bisa ngikutin kayak aturan di sana?" Pria yang saat ini mengenakan setelan kaus abu lengan pendek plus celana chinos sebatas lutut di samping Kavia mengangkat bahu. "Kalau pun bisa, mungkin perusahaan cuma mau merekrut para pria lajang.""Mana bisa begitu? Pria yang udah menikah lebih butuh kerjaan." "Mau bagaimana lagi? Perusahaanku bisa bangkrut kalau kerja mereka cuma 125 hari." Javas memutar bola mata, dan lagi-lagi Kavia tergelak karenanya. "Nggak usah aneh-aneh deh. Aku masih bisa luangin waktu buat kalian meskipun nggak ambil cuti."Dari samping Kavia mengelus lengannya. "Kalau kamu c
Baca selengkapnya

Extra Part - Face and body care

Kavia membuka pintu kamar dengan pelan. Takut mengganggu dua anak dan ayah yang sedang terlelap dengan tenang. Hampir-hampir dia tertawa melihat posisi Karel yang tidur terlentang dengan tangan dan kaki yang merentang. Salah satu kakinya bahkan mengenai wajah Javas lantaran posisi tidurnya berlawanan arah dengan papanya. Javas sendiri terlihat sangat lelah. Mukanya kucel, ada beberapa stiker yang menempel di wajahnya. Rambutnya bahkan acak-acakan tak karuan. Kavia mendekati pria itu dengan hati-hati lantas berjongkok tepat di dekatnya. Tangannya terulur, mengusap wajah Javas. "Sayang, banguuun," bisiknya pelan, tepat di dekat telinga Javas. Hanya satu kali tiupan ringan, mata Javas langsung memicing. Pria itu terjaga dengan segera, dan agak terkejut menemukan kaki Karel ada di depan mulutnya. "Astaga," desahnya lirih. Membuat Kavia kontan terkikik pelan. Dengan hati-hati, Javas menyingkirkan kaki Karel sebelum beringsut. "Kamu baru pulang?" tanyanya setelah berhasil bangkit dari a
Baca selengkapnya

Extra Part - Perkara Rumah

Mata Kavia berbinar saat melihat Javas sudah ada di kamar ketika dia datang. Seperti malam kemarin, pria itu masih membaca buku yang sama sebelum tidur. Buku tentang ilmu parenting. Alih-alih Kavia, malah Javas yang gencar belajar soal parenting, padahal siangnya pria itu masih berjibaku dengan tumpukan pekerjaan. Kavia mengambil sebuah flyer dari dalam tas. Flyer yang sengaja dia bawa dari kantor papinya. Dengan senyum yang dibuat semelengkung mungkin, wanita itu menghampiri Javas yang masih terlihat fokus. "Pa," panggilnya lirih sembari beranjak duduk di sisi Javas. "Hm." "Lihat ini deh."Pandangan Javas langsung teralihkan sesaat. Matanya melirik benda yang Kavia bawa. "Apa tuh?" tanya dia sebelum balik lagi ke bacaannya. "Ini flyer perumahan elite terbarunya Blue Jagland. Proyek milik Mas Gyan."Javas hanya mengangguk-angguk. Matanya masih lurus menatap barisan huruf di depannya. "Hunian kelas atas yang cuma ada 10 unit. Lokasinya juga nggak jauh dari kantor kamu. Strategis
Baca selengkapnya

Extra Part - Terlanjur Sayang

Kecuali barang-barang yang ada di kamar Karen, tidak ada lagi barang yang Kavia bawa dari rumah Javas. Rumah dan isinya ditinggalkan begitu saja seolah sudah tidak berguna lagi. Bahkan ketika Javas meminta alat-alat gym untuk ikut dipindahkan, Kavia menolak tegas. "Nggak bisa. Siapa yang jamin alat-alat itu streril dari kalian?" Penolakan Kavia membuat Javas menganga tak percaya. "Ya ampun, Sayang. Kami nggak melakukan sampai sejauh itu. Rumah itu masih dalam keadaan kosong waktu itu. Ak—" Ucapan Javas kontan terhenti ketika dengan cepat Kavia mengangkat tangannya. "Aku nggak mau dengar dongeng jadul percintaan kamu lagi. Oh ya, soal sofa di ruang tamu itu, udah aku bakar." "Apa? Itu sofa bisa kita jual buat beli yang baru kalau kamu nggak mau pake lag—" Kembali Javas merapatkan mulut saat Kavia melotot padanya. "Oke, terserah kamu," lanjutnya pasrah. Benar-benar sudah tidak ada lagi yang bisa dia selamatkan. Dia menatap rumah besar kebanggaannya dengan pandangan merana. Ruma
Baca selengkapnya

Extra Part - Sofa Baru

"Sofa baru?" Kavia dan Javas saling pandang sesaat ketika melihat orang-orang suruhan Daniel mengangkut sebuah sofa yang masih terbungkus rapi dengan plastik. Orang-orang itu membawa sofa dengan kelir merah hati itu ke dalam rumah. "Pas kan diletakkan di ruang tamu kalian?" Daniel tersenyum bangga. "Ini papi impor langsung dari Italy loh. Masih satu produk sama sofa di rumah papi." "Harusnya papi nggak perlu repot-repot begini," ujar Javas meringis. Insiden sofa masih menjadi momok buat pria itu. Gara-gara itu pula, Kavia belum mau mengisi ruang tamu barunya. "Sama sekali nggak repot. Anggap aja ini hadiah buat rumah baru kalian. Iya kan, Baby?" Daniel tersenyum sambil menatap istrinya. "Iya. Toh kami nggak bisa ngasih apa-apa selain ini," timpal Delotta sambil mengusap lengan Daniel. "Memang aku nggak tau kalau papi ngasih harga diskon rumah ini sampe 50 persen?" tukas Kavia yang langsung membuat mata Javas melebar. "Harga rumah ini sebenarnya 10M kan? Aku sempat nanya kok sama
Baca selengkapnya

Extra Part - Pumping

"Astagfirullah, suami orang ganteng banget!" Jeritan tertahan itu keluar dari bibir mungil wanita gemoy saat melihat Javas turun dari anak tangga sambil membawa Karel di gendongannya. Kavia di sebelahnya hanya menggeleng melihat muka mupeng sahabatnya itu. Sementara tangannya masih sibuk mempreteli buah anggur dari tangkainya. Javas tanpa atasan memang menggoda iman. Belum lagi tato besar di bahu hingga lengannya, menambah kesan maskulinnya yang menonjol. Memamerkan bentuk tubuhnya yang seksi itu sudah menjadi kebiasaannya jika berada dalam rumah. Kavia saja yang tiap hari melihat masih bisa terbuai, apalagi Dian? "Laki lo benar-benar hot daddy banget.""Ck!" Kavia melirik sekilas dengan tatapan sebal, namun yang ditatap malah terkikik. "Dia kelihatan sayang banget sama Karel. Gue mau dong satu yang begitu." Bibir Dian mencebik memandang Javas dengan tatapan penuh damba. "Cari coba di pasar loak," sahut Kavia asal. Sejurus kemudian dia mengaduh karena dapat cubitan manis dari Dia
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status