"Aku sudah tak ingin mengenalnya lagi. Apalagi cinta. Aku sendiri bahkan sudah tak tahu apa itu cinta, hatiku sudah mati, dan sudah muak," ucapku serius.Ya, aku bahkan sudah tak percaya lagi tentang cinta. Bagiku tak ada cinta abadi, selain kecintaan kita pada sang pemilik hidup.Abian terdiam."Silahkan di lanjutkan makannya Pak.""Iya, ehm Tyas. Ehm maaf maksudku Bu Tyas, maaf boleh aku tanya lagi sesuatu?""Ya boleh. Silahkan aja Pak. Nggak usah kaku gitu Pak, panggil saya Tyas saja tak apa, toh usiaku juga masih lebih mudah dari Pak Abian," ucapku terkekeh.Abian tersenyum. "Usia boleh lebih muda, tapi tetap saja, saya harus menghormati Bu Tyas, karena Bu Tyas putrinya dari Pak Aditama."Aku tersenyum dan mulai mengaduk soto yang ada di depanku, uap panasnya mengepul di udara, aroma khas rempah dan segarnya aroma jeruk nipis menusuk hidung, membuat perutku makin meronta ingin di isi."Ya, ya, terserah Pak Aditama saja kalau gitu." Aku menjawab sekenanya, sambil mulai meniup pela
Read more