Home / CEO / IBU PENGGANTI KESAYANGAN TUAN CEO / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of IBU PENGGANTI KESAYANGAN TUAN CEO: Chapter 31 - Chapter 40

95 Chapters

Hukuman Maut

"Nyonya?" Entah sudah berapa kali bik Sumi memanggil sang majikan, tetapi perempuan muda itu masih saja mematung dengan pandangan kosong ke arah air mancur kecil di taman. "Nyonya?" Sekali lagi bik Sumi memanggil, tapi kali ini dengan sedikit menyentuh pundak Harsha. Ketika akhirnya perempuan itu tersentak dan bergerak dengan gelisah, bik Sumi pun reflek mundur menjauh. Setelah kesadarannya utuh kembali dan menyadari jika seseorang sedang berdiri di sebelahnya, Harsha pun menoleh dengan bingung. "Ngapain Bibik di sini?" tanyanya heran. "Anu, barusan Tuan telepon." Bik Sumi menyodorkan ponsel milik Harsha yang sudah dalam keadaan mati. "Tuan panik takut Nyonya kabur!" Kabur? Harsha mendengus cepat. Perlahan tangannya bergerak menyentuh bibirnya yang kembali basah oleh saliva-nya sendiri. Teringat jelas momen beberapa saat lalu yang terjadi. .."Baiklah, aku akan menghukummu!" Seakan mendengar vonis mati dari hakim agung, Harsha perlahan bergerak mundur dengan takut. Apalagi,
Read more

The Day

Hari yang dinanti-nantikan akhirnya tiba. Sejak subuh, Harsha sudah di dirias oleh tim Make up Artis dari Studio yang tempo hari ia kunjungi. Harsha tak suka make up yang terlalu tebal, ia request agar hasil akhirnya nanti tak terlalu merubah wajah aslinya. Jika Harsha sedang berkutat dengan bedak dan lipstik, lain pula dengan Ron yang menghabiskan paginya dengan bersantai di taman sambil minum secangkir kopi. Hari libur adalah anugerah baginya. "Bik, tolong bawakan sarapan Harsha ke kamarnya. Dia tidak akan sempat sarapan kalo tidak dipaksa."Perintah Ron pada seorang pelayan yang sedang menyapu taman. Dengan patuh, pelayan itu meletakkan sapu di tangannya dan bergegas masuk ke dalam rumah untuk memberi tahu bik Sumi. Saat sedang terbuai dalam lamunan, Ron tiba-tiba teringat pada istrinya yang saat ini masih berada di Italia. Jika sesuai jadwal, maka Bela akan pulang pada hari Rabu pekan depan. Itu berarti Ron harus berhadapan lagi dengan sikap konservatif istrinya yang tak pandan
Read more

Telah Terbiasa Bersamamu

Matahari yang perlahan merangkak turun ke peraduannya, membuat suasana di sore itu semakin syahdu. Langit perlahan berubah jingga, menyelimuti bumi yang bersiap untuk mengendurkan aktifitasnya. Di taman, di kursi kayu yang menghadap ke kolam air mancur kecil, Harsha duduk santai sembari menggeser layar ponselnya perlahan. Ia sedang mengamati kembali foto-foto wisudanya yang berlangsung tadi pagi. Momen ketika Ron dan Devan berebut untuk berfoto bersama Harsha membuat tawa perempuan muda itu kembali mencuat. Di sebelahnya, Ron melirik dengan penasaran. "Kamu pasti menertawakan kejadian tadi siang!" gerutu Ron dongkol. Saking serunya berebut foto, Vick --yang memegang kamera, akhirnya kesal sendiri dan mengajak Harsha pergi tanpa mempedulikan dua pria yang masih saja berdebat itu. Baik Ron dan Devan tak sadar jika perempuan yang mereka perebutkan malah asyik berfoto dengan jajaran dekan dan dosen."Awas saja besok. Aku akan menghukum Vick!" "Ck, bukannya aku sudah bilang kalo nggak
Read more

Kembali ke Neraka

"Fiuh!" Ron menghela napas panjang ketika kaca jendela mobilnya telah menutup dengan sempurna. Ia baru saja melambaikan tangan pada perempuan muda yang beberapa bulan terakhir seakan ditakdirkan untuk menjadi istrinya. Ron masih merasakan jantungnya berdegup kencang, bahkan semakin menggila dan sedikit nyeri ketika ia meninggalkan rumah itu beserta Harsha. Kejadian demi kejadian yang terjadi seminggu terakhir bersama istri mudanya itu, melintas dan menyunggingkan senyuman samar di wajah kaku Ron Kyle. Harusnya Ron menepati janjinya pada Bela untuk tidak tergoda pada Harsha, tetapi pada akhirnya Ron hanyalah manusia biasa. Meskipun ia masih bisa menjaga nafsu dan kemaluannya, tetapi Ron tak bisa mengelak jika hatinya mulai terbagi. Perasaan aneh ini membuatnya tak nyaman, Ron merasa berdosa sekaligus bahagia. "Pak." Ron tersentak dan kepalanya sontak menoleh pada seseorang yang sudah berdiri di sebelahnya. "Mr. Simon meminta pertemuannya di jadwalkan ulang. Apakah anda mau menemui
Read more

Cemas Berlebihan

"Halo?" sapa Harsha sekali lagi ketika si penelepon itu tak kunjung bersuara. Namun, hingga beberapa detik berlalu, tak ada siapapun yang menjawab sapaannya. Merasa dikerjai oleh seseorang, Harsha akhirnya memutuskan sambungan telepon itu dan memilih fokus pada kegiatannya beberapa saat lalu. Berbincang dengan Ron melalui pesan. [Kamu mau juga? Baiklah, aku akan meminta Vick memesankan makanan ini juga untukmu. Btw, bisakah kamu melambaikan tangan ke arah vas bunga di meja kabinet. Aku sedang mengawasimu dari sini.] Nah, kan! Harsha menarik napasnya panjang. Benar dugaannya jika Ron meletakkan CCTV di balik vas bunga itu. Entah secanggih apa kameranya sampai-sampai Harsha tak melihat penampakan benda apapun di sana selain seonggok vas dan beberapa tangkai bunga. Dengan ragu, meskipun merasa konyol, Harsha menuruti kemauan Ron dan melambaikan tangan seperti orang gila pada vas bunga itu. Setelahnya, ia membalas pesan Ron dan bertanya apakah pria itu juga meletakkan kamera di dalam
Read more

Kamu Tahu Resikonya

"Mbak Harsha?" "Suster silvy!" Secara reflek, Harsha bangkit dan berhambur memeluk suster baik hati yang telah banyak berjasa dalam membantunya menjaga Ranti semasa di rumah sakit. Menyadari jika ada yang membesar di bagian perut Harsha, suster muda itupun mengernyitkan kening. "Mbak Harsha hamil?" tanyanya dengan mata membeliak. Meskipun setelah ini Harsha yakin jika nama baiknya akan tercoreng, tetapi Harsha memilih untuk jujur dan menganggukkan kepalanya. "Iya. Saya hamil, Sus," jawabnya di iringi senyuman samar. "Suster kaget, ya?" "I-iya. Udah berapa bulan, Mbak?" "Mau masuk tiga bulan."Bibir Silvy reflek membulat sembari mengangguk. "Suster sendirian? Yuk, duduk dulu sini. Udah lama banget kita nggak ngobrol!" Harsha menawarkan bangku kosong di depannya agar Silvy mau duduk barang sebentar. Sekalian, dia ingin mengonfirmasi perihal gosip yang dulu sempat santer berhembus. Dengan patuh, Silvy menarik bangku itu dan meletakkan pantatnya dengan perlahan. Usai Harsha meme
Read more

Luka yang Lebih Perih

"Pak, anda tidak tidur?" Vick memandang bosnya dengan tatapan prihatin. Tadi, Ron tiba-tiba datang ke apartemennya dalam kondisi wajah penuh luka bekas cakaran. Vick lebih terkejut lagi ketika Ron melepas jas hitamnya, kemeja putih di balik jas mahal itu sudah koyak di beberapa bagian. Setelah membantu mengoleskan obat antiseptik dan salep, Vick pun membiarkan Ron meminjam pakaiannya untuk sementara waktu. Vick tak tahu, apa yang terjadi dengan bosnya sebelum pria itu memutuskan datang ke apartemennya. Ron tak sekalipun berbicara kecuali mengucapkan kata 'maaf sudah merepotkanmu' dan 'terimakasih'. Saat ini, jam sudah menunjuk angka sebelas malam, tetapi Ron masih belum jua bisa memejamkan mata barang sedetik. Ia memilih tidur di sofa ruang tamu karena apartemen Vick hanya memiliki satu kamar. Meskipun sekretarisnya itu sudah memaksa Ron untuk beristirahat di dalam kamar, tetapi Ron bersikeras menolak dan tak ingin semakin merepotkan sekretarisnya itu. Ketika Vick hendak mengamb
Read more

Jauh Lebih Perih

Harsha termenung dengan pandangan kosong setelah Devan menjelaskan panjang lebar tentang segala resiko dan sanksi sosial yang akan ia dapatkan seandainya tetap bersikeras dengan perasaannya pada Ron Kyle. Harsha terlalu buta akan cinta, apalagi ini merupakan cinta pertamanya. Tak dipungkiri, ada rasa tak rela dan penyangkalan yang ingin ia sampaikan pada Devan, tetapi Harsha memilih untuk merendamnya sendiri. "Kamu perempuan cerdas, Sha. Masa gini aja kamu nggak bisa milih mana yang terbaik dan mana yang harus dibuang!" Devan menyesap teh tarik pesanannya dengan perlahan sembari memandang sahabatnya dengan iba. "Udahlah, jangan dipikirin! Sekarang kamu fokus aja dulu sama kandungan kamu, lahirin bayi itu dengan selamat dan segera pergi dari kota kecil ini!" "Apa aku bisa, Dev?""Bisa, Sha! Kamu pasti bisa. Kamu sudah pernah kehilangan seseorang yang sangat berarti di hidup kamu. Kehilangan Ron nggak akan sesakit itu, kok! Percaya deh!" Devan semakin berapi-api. "Apalagi kamu lulusan
Read more

Monster Berhati Malaikat

Hening. Hanya suara detik jarum jam yang mendominasi kamar tamu bernuansa putih dan biru itu. Di ranjang berukuran king, Ron masih belum sadar dari pingsannya. Dan, tepat di sebelahnya, di pinggiran ranjang, Harsha menangis sesenggukan sembari menggenggam telapak tangan Ron yang mulai hangat setelah tadi sempat sedingin es."Kenapa Kak Vick nggak bilang sebelumnya kalo badan tuan Ron penuh luka-luka kaya gini!" keluh Harsha sembari menyeka air matanya dengan hati pedih. "Kalo tahu tuan Ron sakit, aku--""Saya saja tidak tahu kenapa tuan Ron datang ke apartemen saya dengan tubuh penuh luka seperti itu, Nyonya. Maafkan saya." Vick membungkuk penuh sesal. "Saya memang tidak berguna."Harsha menyentuh luka di wajah Ron yang memanjang dari pelipis ke bagian rahang, juga di lengan dan lehernya. Belum lagi, mata dan bibirnya mulai lebam dan membengkak pasca bertikai dengan Devan beberapa menit yang lalu. "Apa kita perlu membawa dia ke rumah sakit?" "Tuan Ron tidak mau, Nyonya. Kemarin saya
Read more

Apakah Tuan Mencintaiku?

Harsha menahan langkahnya yang hampir saja terayun, sentuhan tangan Ron di lengannya seakan memaksa Harsha untuk bergeming. "Aku akan melakukan apapun, selama kamu tidak meminta bercerai." Ron mulai bersuara ketika Harsha tak kunjung berbalik untuk sekedar menatapnya. "Aku tidak akan pernah menceraikan kamu, Harsha."Diantara rasa sakit yang menderanya, Ron masih memaksakan diri untuk turun dari ranjang dan bangkit perlahan-lahan. Ia menarik istrinya agar mau berbalik. Di mata Harsha saat ini, wajah Ron bukan hanya menyeramkan, tapi juga menyedihkan. Bentuk wajahnya sudah tak beraturan dengan luka di beberapa bagian. Meskipun begitu, Ron selalu memaksakan diri untuk tersenyum dan berlagak seolah ia baik-baik saja. "Setidaknya sampai anak kita lahir, jangan dulu berpikir untuk bercerai."Anak kita?Harsha tergemap mendengar dua kata asing itu. Selama ini, Harsha selalu menganggap bayi ini bukanlah miliknya. Sel telur dan rahimnya adalah sesuatu yang ia tukar dengan uang. Pun kepera
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status