Harsha menahan langkahnya yang hampir saja terayun, sentuhan tangan Ron di lengannya seakan memaksa Harsha untuk bergeming. "Aku akan melakukan apapun, selama kamu tidak meminta bercerai." Ron mulai bersuara ketika Harsha tak kunjung berbalik untuk sekedar menatapnya. "Aku tidak akan pernah menceraikan kamu, Harsha."Diantara rasa sakit yang menderanya, Ron masih memaksakan diri untuk turun dari ranjang dan bangkit perlahan-lahan. Ia menarik istrinya agar mau berbalik. Di mata Harsha saat ini, wajah Ron bukan hanya menyeramkan, tapi juga menyedihkan. Bentuk wajahnya sudah tak beraturan dengan luka di beberapa bagian. Meskipun begitu, Ron selalu memaksakan diri untuk tersenyum dan berlagak seolah ia baik-baik saja. "Setidaknya sampai anak kita lahir, jangan dulu berpikir untuk bercerai."Anak kita?Harsha tergemap mendengar dua kata asing itu. Selama ini, Harsha selalu menganggap bayi ini bukanlah miliknya. Sel telur dan rahimnya adalah sesuatu yang ia tukar dengan uang. Pun kepera
"Halo, Mi?" "Happy anniversary, Ronney!!" Teriakan di seberang sana yang berbarengan dengan suara tiupan terompet membuat kantuk Ron Kyle lenyap seketika. Ia mengangkat sebagian tubuhnya ke atas untuk bersandar di bantalan ranjang, masih terasa ngilu di beberapa bagian tubuhnya tetapi Ron memilih untuk tetap bangkit. Otaknya spontan bekerja untuk mengingat-ingat tanggal berapa hari ini! Ketika akhirnya Ron ingat jika di tanggal dan bulan ini adalah anniversary pernikahannya, Ron lantas berkata, "Thanks, Mi." "Di mana Bela? Kalian tidak pergi liburan? Sudah sepuluh tahun, Ron! Ayolah, segera buatkan cucu untuk kami!""Mi, please. Bukankah aku sudah bilang jangan membahas tentang anak lagi!" Ron memijat keningnya yang berdenyut pening, Briggita mulai lagi! "Ups! Sorry, Ronney. Btw, apa rencana kalian hari ini? Mau merayakan di mana? Mami dan Papi berencana akan ikut merayakan hari spesial kalian karena ini perayaan yang ke sepuluh, Nak! Tidakkah itu keren? Rumah tangga kalian awet
"Halo, Vick. Tolong bantu aku melacak nomor ponsel Bela dan mencari tahu posisi dia sekarang!"Ron langsung memutuskan sambungan telepon itu sebelum Vick sempat menjawab. Langkah kakinya yang lebar lantas terayun menuju kamar, barangkali ia bisa mendapat petunjuk di mana istrinya sekarang berada. Baru juga tangannya hendak menekan handle pintu, ponsel di genggaman tangan kiri Ron lantas bergetar. Ada panggilan masuk. Dari Brigitta. "Ya, Mi?" Ron menerima telepon itu seraya meringsek masuk ke dalam kamar tidurnya. "Ronney, Mami bertemu Bela di toko kue. Tapi dia buru-buru pergi sebelum Mami sempat menyapanya!" "Di toko mana itu?" Ron yang tadinya hendak mencuci muka, sontak menghentikan langkah dan berbalik badan."Di toko kue dekat bank Zurish. Rencana Mami akan membelikan cake untuk kalian, tapi rupanya Bela sudah membeli cake yang sama menurut pelayan di toko itu." Ron menghela napasnya panjang. "Baiklah, Mi. Tidak usah membeli kue. Bela sudah mempersiapkan semuanya.""Benarka
"Apa maksudmu dengan menyingkirkan dia?" Ron bertanya dengan napas tertahan. "Bela, how could you--""Pilihannya hanya dua, Ron. Aku dan bayi itu, atau dia.""Bel--""Sejak awal tujuanmu menikahinya karena bayi itu, kan? Dia juga sudah setuju dengan kesepakatan itu. Lalu apa yang membuatmu ragu untuk menyingkirkan Harsha?" tukas Bela berusaha menjabarkan tujuan awal pernikahan Ron dan Harsha kala itu. "Jangan bilang kalo kamu mulai mencintai dia? Ron, kamu sudah berjanji untuk tidak tergoda padanya!""No. Aku tidak pernah bilang kalo aku mencintai dia, you know how much i love you, Bela! Aku menikahinya karena bayi itu akan menjadi pelengkap rumah tangga kita.""Good. Baguslah kalo pikiranmu sudah terbuka sekarang." Bela menyunggingkan senyuman dan membelai pipi suaminya dengan lembut. "Is it hurt? I'm sorry, Honey," bisiknya penuh sesal ketika jemarinya menyentuh luka yang berasal dari cakaran kukunya. "Aku minta maaf karena sudah kalap waktu itu. Aku menyesal." Ron menahan tangan B
Napas yang semula sempat tertahan karena merasakan nikmat yang tiada tara, juga kelopak mata yang tadinya terpejam ketika bibir itu mulai memberikan sensasi yang luar biasa di bawah sana, sontak terbuka dan terbelalak ketika nama itu tiba-tiba disebut. Bela menurunkan salah satu kakinya yang ditahan keatas oleh Ron dan mendorong suaminya itu dengan perasaan terhina. Bisa-bisanya Ron menyebut nama wanita lain ketika sedang menjamahnya! Merasa ditolak untuk melakukan aktifitas foreplay itu, Ron lantas bangkit dan memandang Bela dengan bingung. Kesadarannya masih belum sepenuhnya pulih pasca menenggak minuman alkohol tadi. Nafsunya sudah di ubun-ubun, teganya Bela menghentikan semuanya disaat permainan mereka baru dimulai! "Kamu bilang kita bisa memulainya setelah orangtuaku pergi?" Ron memandangi istrinya yang beringsut pergi dari hadapannya. "Aku mau tidur, aku capek!" sahut Bela dingin seraya mengganti bathrobe-nya dengan piyama tidur. "Bela, kenapa?" Ron memprotes seraya menarik
Aroma tobaco dan wood menguar dengan sangat kuat ketika Bela baru saja menjejakkan kakinya masuk ke dalam mansion mewah itu. Ia terus mengayunkan langkah menuju sebuah ruangan, di mana seorang pria --yang akan ia temui, biasanya selalu menghabiskan sebagian besar waktunya di sana. Ketika akhirnya tubuhnya berhenti di depan sebuah pintu kayu kokoh berukiran abstrak, Bela menarik napasnya dalam-dalam sebelum kemudian menekan handle pintu dan meringsek masuk. "Hai, welcome, Darling!" sapa sebuah suara hangat yang langsung menyambutnya. "Tumben sekali kemari sore-sore? Aku sudah menunggumu sejak siang padahal!" "V, tell me why did you do that?" Langkah kaki Bela terus terayun hingga akhirnya berhenti di depan meja, di mana pria itu sedang duduk di baliknya. "Kamu sengaja, huh?" Senyuman di wajah pria itu semakin merekah lebar, ia menutup layar laptopnya dan memandangi perempuan di hadapannya dengan lekat. "Bagaimana kalau jawabannya adalah benar. Aku memang sengaja melakukannya."
Ron Kyle, meskipun usianya sudah matang, tetapi pengalamannya dalam asmara sangatlah payah. Ron sangat mempercayai Bela, tanpa ia pernah tahu jika Bela selama ini berselingkuh di belakangnya. Sikap dan kasih sayang yang Bela tampakkan pada Ron tak pernah berubah sejak mereka menikah, itulah mengapa Ron selalu berpikir jika Bela adalah istri yang setia. Pagi ini, Ron terbangun dengan kondisi wajah yang mulai membaik. Beberapa lebam sudah mulai memudar, bengkak pun sudah kempes dan tak lagi mengganggu. Selama beberapa hari meninggalkan kantor, Ron merasa sangat bosan. Apalagi Bela jarang berada di mansion dan lebih sering menghabiskan waktunya di bank Zurish. "Selamat pagi, Pak!" sapa Vick ketika melihat bosnya keluar dari lift secara tiba-tiba. Ron bahkan tak mengabari sekretarisnya itu jika pagi ini ia mulai ngantor. Pantas saja Vick kelabakan dan kalang kabut menyambut bosnya itu. "Pagi." Ron menyahut singkat seraya melenggang masuk ke ruangannya. Aroma khas dari pewangi ruangan
[Tuan, kamu baik-baik saja?] [Tuan, apa luka-lukamu sudah sembuh?] [Tuan, kamu marah ya? Apa aku sudah membuat kesalahan? Maafkan aku.] [Tuan, obat-obatan dan vitaminku sudah habis. Apa aku harus membelinya sendiri atau kamu yang akan membelikan untukku?] [Tuan, kamu beneran marah, ya? Kenapa pesanku tidak dibalas? Aku minta maaf kalo sudah membuatmu kesal. Tapi tolong jangan acuhkan aku seperti ini.] [Kenapa rasanya semakin hari semakin menyakitkan kalo Tuan nyuekin aku seperti ini? Tolong balas pesanku sekaliiii saja.] [Baiklah. Aku minta maaf kalo sudah bikin Tuan marah dan kesal. Aku janji nggak akan merepotkan Tuan lagi. Aku juga minta maaf kalo sikapku ini jadi membuat Tuan risih. Aku janji ini nggak akan terulang lagi.] Harsha mematut ponselnya yang tak sekalipun berdenting selama seminggu ini. Baik Ron maupun Devan seakan menghilang di telan bumi. Sudah hari ke-enam sejak Ron pergi meninggalkan rumahnya, dan tak ada kabar apapun lagi setelah itu. Siang ini, kiriman pes