"Anda sudah mau pulang, Pak?" Vick memperhatikan bosnya yang baru saja memintanya untuk menelepon supir untuk standby di lobi. "Ya. Aku harus ke rumah vila sebelum semuanya terbongkar." Vick mengerutkan keningnya dengan bingung. "Apa terjadi sesuatu, Pak?" "Harsha bertemu mamiku di swalayan. Dan mami membawanya menginap di rumah vila selama weekend!" jelas Ron dengan rahang mengeras. Melihat mood bosnya sedang buruk, Vick tak berani mengeluarkan sepatah kata apapun lagi. Ia hanya mengikuti langkah lebar Ron yang berakhir di teras lobi. Selama di perjalanan, Ron berusaha menghubungi nomor Bela yang tak aktif sejak beberapa jam yang lalu. Entah sudah berapa kali panggilan yang tersambung hingga kesabaran Ron mulai terkikis. Pada akhirnya, Ron hanya mengirim pesan dan meminta Bela untuk menyusul ke rumah orangtuanya untuk makan malam bersama di sana. Ron juga membahas tentang Harsha yang bertemu ibunya di swalayan dan berakhir menginap di rumah orang tuanya. Ia tak mau Bela sala
"M-maaf." Harsha mundur semakin jauh demi menutupi rasa gugupnya. "Aku cuma mau membangunkanmu, Tuan."Ron menghela napas berat. Bukan tanpa alasan Ron mengamuk, ia hanya tak mau orangtuanya curiga tentang status Harsha. Namun, sepertinya reaksinya terlalu berlebihan hingga membuat wajah Harsha pucat dengan tubuh gemetaran. "Nyonya Brigitta dan tuan Alex sudah menunggu Tuan di bawah. Tadi nyonya besar sudah mencoba membangunkan Tuan tapi--""Jangan diulangi lagi, Harsha. Jangan melakukan apapun yang akan membuat orang tuaku mencurigai hubungan kita!" Ron mendekat ke tempat Harsha dan mencekal lengan istri mudanya itu dengan erat. "Kamu mendengarku?!" "I-iya. Maafkan saya." Harsha menunduk untuk menyembunyikan matanya yang sudah memanas. Ketika akhirnya cengkeraman Ron mengendur, Harsha buru-buru pergi tanpa menoleh lagi. Langkahnya cepat dan lebar menuju kamar Ron yang ia tempati sementara, Harsha sudah kehilangan selera untuk melanjutkan makan malam. Ketika Brigitta dan Alex mel
"Siapa, Bebe?" Sebuah kecupan singkat mendarat di pipi Bela dan mengagetkannya yang sedang mengecek ponsel. Perhatiannya lantas beralih pada pria kesayangannya yang melenggang ke kamar mandi tanpa sehelai benang pun melekat di tubuhnya. "Ron Kyle." Bela menyahut samar sembari menghembuskan napas singkat. 21 panggilan tak terjawab dari Ron telah memenuhi bilah notifikasi di layarnya. Dan oh, ada satu pesan yang masuk darinya. Jemari Bela menyentuh pesan itu hingga jendela aplikasi hijau itu terbuka. [Aku diundang makan malam di rumah papi dan mami. Kalo tidak sibuk, segeralah menyusul ke sana. Di sana juga ada Harsha, btw. Orangtuaku mengajaknya menginap dan berlibur di rumah vila sampai hari minggu.] Sorot netra Bela berubah nanar, napasnya mendadak sesak. Jadi, Harsha sudah meluncurkan jurus baru untuk merayu mertuanya? Licik sekali!"Dia bilang apa?" Victor tiba-tiba muncul dan merebut ponsel di genggaman Bela, ia membaca pesan itu dengan seksama lantas menyeringai samar bebera
Di atas ranjang dengan seprai putih itu, Harsha duduk termenung seraya menatap ke pemandangan malam di luar jendela. Suara dengungan humidifier berpadu dengan bunyi detik jam yang terus bergerak maju. Tatapan Harsha kosong, napasnya berhembus dengan teratur, rambut panjangnya menutupi sebagian wajahnya yang murung. Sesekali, Harsha merasakan tendangan di perutnya. Ya, sejak tadi sore rupanya janinnya mulai memberi tanda-tanda kehidupan. Ada yang bernyawa di dalam rahimnya, yang menggantungkan seluruh hidupnya pada Harsha. Harusnya, Harsha tak sendirian menikmati momen berkesan ini. Selayaknya pasangan normal, seharusnya Ron juga turut berbahagia bila tahu janinnya mulai bergerak. Apa daya, hubungan Ron dan Harsha tidaklah senormal itu. Rupanya Harsha hanya dianggap sebagai rahim sewaan. Tatapan Harsha lantas beralih pada lemari kayu berwarna putih yang berada tak jauh dari jendela. Seakan ada yang menuntunnya, Harsha turun dari ranjang dan mendekat pada lemari itu. Rak laci yang be
"Selamat pagi." Sapaan hangat di meja makan ketika Harsha tiba di sana, sontak membuatnya menahan napas dengan gugup. Ternyata Harsha tidak bermimpi, Ron juga menginap di rumah ini!"Pagi." Harsha menyahut kikuk seraya menghempaskan pantatnya ke kursi yang sudah disiapkan pelayan. "Tuan menginap?" "Tidak. Aku baru sampai tadi subuh." Ron menjawab dengan sangat santai dan tanpa beban. Tentu saja jawaban itu untuk menggoda Harsha. "Tuan dan Nyonya ke mana?" Harsha mengedarkan pandangan ketika tak dilihatnya Brigitta dan Alex di meja makan. "Mereka berenang. Tuh!" Ron menunjuk ke arah kolam renang di luar dengan menggunakan dagunya. "Makanlah dulu. Setelah itu aku akan mengantarmu pulang.""Pulang? Aku masih mau di sini.""Mau ngapain lagi? Kan kamu sudah menginap!" sela Ron cepat. "Tapi kan nggak harus keburu pulang. Tuan aja sana pulang sendiri. Aku bisa minta pak Udin menjemputku nanti!" gerutu Harsha menolak. "Lagian siapa suruh Tuan juga ikut nginap di sini. Aku--""Kamu selal
"Ethan Zurishmo?" Kedua alis Brigitta menyatu dengan rapat. "Maksudmu, kita akan menjodohkan Ronney dengan putri tunggal Ethan Zurishmo?" Alex yang baru saja pulang dari perusahaannya, lantas mengangguk dengan senyuman lebar. "Benar. Bagaimana menurutmu, Darling?" "Kenapa harus dengan putrinya Ethan? Ada banyak putri pengusaha lain yang cantik dan pintar selain dia. Tidaklah keputusanmu ini terlalu terburu-buru?" protes Brigitta tak rela. "Tidak terburu-buru. Ron sudah berusia 25 tahun, usianya sudah cukup untuk menikah," terang Alex santai. "Dan putri Ethan baru saja lulus dari kuliah S2-nya di Amerika. Dia cerdas, cantik dan menurutku pantas bersanding dengan Ron." Melihat kesungguhan dari cara suaminya menjelaskan tentang putri tunggal keluarga Zurishmo, mau tak mau Brigitta akhirnya mengalah. "Baiklah. Tapi seandainya Ronney menolak, jangan pernah paksa dia, Alex.""Oke, Darling. Serahkan saja semua padaku." Ketika akhirnya Alex merancang pertemuan antara Ron dan Bela, mere
[Aku tidak bisa bergabung bersama kalian. Maaf. Besok pagi aku harus mengantar papa ke Singapore untuk berobat. Sampai jumpa besok lusa di mansion!] Pesan yang dikirim oleh Bela ketika Ron dan kedua orang tuanya sedang makan malam, membuat suasana hatinya kembali memburuk. Pasca membentak Harsha tadi, Ron merasa dirinya menjadi semakin aneh dan sukar dimengerti. Luapan amarah yang tanpa sengaja ia lampiaskan pada Harsha, pastilah sudah melukai hati istri mudanya itu. Selera makan Ron sudah musnah. Merasa bersalah pada Harsha sekaligus jengkel pada Bela yang selalu susah untuk dihubungi, pada akhirnya membuatnya memutuskan untuk menginap saja. Toh, Bela tak akan pulang malam ini. "Tidurlah di kamar tamu kalo begitu. Jangan macam-macam dan berani mengusir Harsha dari kamarmu!" ancam Brigitta ketika Ron menyampaikan keputusannya untuk menginap. "Awas saja kalo besok pagi Mami lihat kamu malah tidur di kamarmu sendiri!" "Iyaaa. Ck, cerewet sekali!" decak Ron kesal seraya melenggang m
"Ron Kyle!?" Teriakan nyaring ketika Ron baru saja memasuki pintu utama, sontak membuatnya menoleh ke arah meja resepsionis di sisi kiri ruangan. Seorang wanita cantik dengan pakaian yang melekat seksi di badannya, berdiri di sana seraya menatap Ron dengan sorot mata berbinar. Ia merentangkan tangan, berlari kecil menyambut tamu spesialnya yang sudah lama tak berkunjung ke salon relaksasi miliknya. Setelah keduanya berpelukan dengan hangat, Ron memandangi wajah kawan lamanya yang lumayan banyak berubah. Seandainya tak mengenali suaranya, mungkin Ron akan mengira Kalina adalah talent baru di tempat ini. "Apa kabar, Kal?" Ron menelisik penampilan Kalina dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Kamu semakin cantik! Kamu sudah banyak berubah.""Ofcourse I do! Dan seperti yang kamu lihat, aku sehat dan bahagia!" Kalina membimbing Ron masuk ke dalam ruangan salon. "Apa yang membuatmu nyasar ke tempat ini lagi? Jangan bilang kamu sudah bercerai dengan istrimu dan merindukan aku sekarang!"