Home / Pernikahan / Aku Ingin Bercerai, Pak CEO! / Chapter 151 - Chapter 160

All Chapters of Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!: Chapter 151 - Chapter 160

270 Chapters

151. Meminta Bantuan Haris

Setelah berkali-kali mencoba akhirnya Adhitama dan Risha berhasil membujuk Lily agar mau mereka tinggal liburan.Namun, bukannya bersama Kakek Roi, Lily bersedia ditinggal tapi dengan syarat bersama Haris.Karena alasan itu Risha mendatangi Haris di kantor bersama Lily untuk menyampaikan niatnya.“Kak, aku minta tolong! Lily hanya mau ditinggal bersama Kak Haris,” kata Risha setelah menjelaskan maksud kedatangannya.Haris sejatinya senang karena bisa menghabiskan waktu bersama Lily, tapi dia juga kesal saat tahu alasan Risha menitipkan Lily hanya untuk pergi honeymoon bersama Adhitama.“Oke aku akan membantumu, tapi ini tidak gratis.” Haris akhirnya menyetujui meskipun dengan syarat.“Hm … Kak Haris mau minta apa?” tanya Risha langsung mengiyakan asal bisa menitipkan Lily.“Katakan ke suamimu, berhenti menjodoh-jodohkanku dengan wanita apalagi sampai mengatur kencan buta,” pinta Haris.Risha tersenyum kecil mendengar permintaan Haris. Dia lantas mengangguk setuju dan mengucapkan terim
Read more

152. Kerepotan

Hari itu, Haris berusaha menyelesaikan setumpuk pekerjaannya sambil mengawasi Lily yang baru saja dia jemput dari sekolah. Risha dan Adhitama sudah berangkat bulan madu, meninggalkan Lily yang tidak mau ditinggal bersama Kakek Roi. Lily tampaknya bosan hanya melihat tablet dan bermain dengan mainan yang Risha bawakan untuknya, hingga anak itu mulai bergerak ke sana-kemari di ruangan Haris, memainkan semua yang bisa dia jangkau. "Paman Haris, kapan selesainya? Aku mau main! Nggak ada yang seru di sini!" Haris yang sedang fokus dengan laporan di hadapannya berusaha tetap tenang. "Lily, sabar ya, Paman masih harus menyelesaikan sedikit pekerjaan. Setelah selesai nanti kita main, oke!" Namun, Lily tidak berhenti. Anak itu mulai mendekat ke Haris dan memencet-mencet keyboard laptop Haris bahkan menjatuhkan beberapa kertas di meja. Haris menghela napas, dia sadar tidak bisa membiarkan Lily lebih lama atau pekerjaannya tidak akan selesai-selesai. Haris akhirnya memanggil Alma mengguna
Read more

153. Paris

Sementara itu di belahan bumi lainnya, di bawah langit Paris yang megah, Risha dan Adhitama akhirnya tiba untuk bulan madu yang mereka impikan sejak lama. Selain tiket pesawat, Kakek Roi ternyata juga sudah menyiapkan akomodasi di sebuah hotel mewah di tepi Sungai Seine. Di mana dari sana Menara Eiffel terlihat sempurna dari balkon kamar Adhitama dan Risha. Tanpa mengajak Lily bersama, mereka bisa benar-benar merasakan suasana romantis yang murni hanya untuk berdua. Ketika tiba di lobi hotel, suasana mewah dan elegan langsung menyelimuti Adhitama dan Risha. Chandeliers kristal menggantung tinggi, memantulkan cahaya ke lantai marmer yang mengkilap. Risha tak bisa menyembunyikan senyumnya. "Kita benar-benar di sini, di Paris!" ucap Risha ke Adhitama yang masih menggenggam erat tangannya. "Kakek memang pandai memilihkan tempat," kata Adhitama. Petugas hotel menyambut dan mengantar ke kamar mereka. Saat pintu terbuka, pemandangan menakjubkan menyambut Adhitama dan Risha. Sebuah r
Read more

154. Pura-pura Gila

Siang itu Sevia duduk berhadapan dengan dua polisi di ruang interogasi. Dia diam, tapi bukan karena takut melainkan memikirkan sebuah rencana di kepala.“Kami sudah memiliki cukup bukti bahwa Anda menjebak saudara Adhitama, dan bahkan berusaha membunuh Pak Roi,” ujar salah satu polisi dengan nada tegas.Sevia tertawa kecil. “Adhitama? Roi? Siapa itu?” tanyanya dengan suara agak mengejek.Sevia memainkan ujung rambutnya dan tertawa lebih keras dari sebelumnya, membuat kedua polisi itu saling pandang.“Jangan main-main! Ini bukan pemeriksaan pertama Anda. Kami sudah tahu apa yang Anda lakukan,” ucap polisi . “Menurut keterangan tersangka Arin, Anda berencana menjebak saudara Adhitama dengan membunuh kakeknya sendiri,” imbuhnya.Sevia menoleh tiba-tiba ke arah polisi itu, wajahnya berubah sedih. Sevia tertawa keras, mengayunkan tubuhnya ke depan dan belakang seperti orang kesurupan.Polisi mulai tidak sabar. “Anda pikir bertingkah seperti ini bisa membuat Anda lolos dari jerat hukum?”Se
Read more

155. Satu Keluarga Usil

Malam itu, Haris duduk di samping ranjang Lily sambil memegang sebuah buku dongeng.Lily menarik selimutnya, matanya berbinar siap mendengarkan cerita dari Haris."Ayo, Paman Haris, baca dongeng yang itu," kata Lily sambil menunjuk gambar di sampul buku dongeng tentang hewan-hewan kesukaannya.Haris tersenyum lembut dan mulai membuka halaman buku. Dia membacakan satu cerita hingga habis, tapi Lily tampak belum juga mengantuk.“Kenapa Lily tidak memejamkan mata? Apa ada yang Lily pikirkan?” tanya Haris penuh kelembutan.Lily mengangguk kecil. "Iya. Kapan Papa dan Bunda pulang dari Paris?"Haris berhenti sejenak, menatap Lily dengan tatapan hangat. "Tidak lama lagi, mereka pasti segera pulang.”Lily mengerutkan alis. "Aku kangen Bunda sama Papa. Tapi aku senang ada Paman Haris di sini," katanya sambil bersandar manja pada Haris.“Mereka pasti juga kangen banget sama Lily,” kata Haris. "Mereka lagi jalan-jalan ya di sana?" Lily bertanya lagi, anak itu cerewet seperti bundanya waktu keci
Read more

156. Pulang

Hari itu Rara pergi ke penjara. Dia sudah duduk menunggu di ruang kunjungan, lalu beberapa saat kemudian Arin masuk ruangan itu dengan kedua tangan terborgol. “Bagaimana kabar Mama?” tanya Rara saat Arin sudah duduk berhadapan dengannya. “Menurutmu? Apa kamu tidak bisa menilai sendiri? Kamu pikir mama baik-baik saja?” Arin agak sewot karena kesal. Rara hanya menghela napas kasar mendengar jawaban Arin. Ya, dia menganggap jika Arin hanya tertekan karena mendekam dan terkekang di penjara. “Kenapa papamu tidak datang ke sini menjenguk mama?” tanya Arin karena selama dirinya ditahan, Roshadi sama sekali belum menemuinya. “Mama berharap apa? Tentu saja Papa sangat kecewa karena itu tidak mau menjenguk Mama,” jawab Rara, “aku sudah memperingatkan agar Mama tidak terlibat, tapi Mama tidak mengindahkan ucapanku,” imbuh Rara. Andai Arin percaya pada Rara dan tidak mengikuti rencana Sevia, pasti Arin masih bisa hidup enak. Sekarang Arin harus menerima hukuman dengan tidur di tempat dingi
Read more

157. Kebenaran

Adhitama mengerutkan kening, dia bingung dengan arah pembicaraan Kakek Roi saat ini. "Apa maksud Kakek?" tanyanya. Kakek Roi lagi-lagi membuang napas. "Sejak awal semuanya memang bukan salah papamu. Dia tidak seperti yang kamu pikirkan," ucapnya. Adhitama diam, begitu juga dengan Risha yang masih mencoba menerka. Kakek Roi seperti memiliki beban yang sangat berat di pundaknya. Tatapan mata pria itu ke Adhitama tampak sangat sendu. “Mamamu berselingkuh, bahkan mamamu meninggal karena mengalami kecelakaan bersama selingkuhannya itu. Papamu tahu semua, tapi dia memilih diam,” ujar kakek Roi menceritakan fakta sebenarnya. Adhitama mencengkram lutut mendengar cerita Kakek Roi. Tentu saja dia tidak bisa percaya begitu saja. Sementara itu, Risha sangat kaget sampai menoleh Adhitama yang masih terdiam. “Bahkan, Roshadi juga diam saat kamu membencinya. Kamu tahu kenapa dia melakukan itu? Tentu saja agar kamu tidak membenci mamamu. Dia menerima semua kebencianmu karena baginya, seo
Read more

158. Memaafkan Semuanya

Adhitama tak bisa menjawab ucapan Roshadi. Dia sudah cukup kecewa dengan kenyataan dan enggan membahas itu lebih dalam.Adhitama mengambil cangkir kopinya lagi, sebelum menanyakan hal lain. “Aku dengar Papa ingin menceraikan Arin. Apa itu benar?” tanya Adhitama setelah membahas ibu kandungnya. Roshadi menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan kasar. “Perbuatannya sudah tidak bisa ditolerir lagi, dia harus mendapatkan balasan yang setimpal karena apa yang dilakukannya sudah sangat keterlaluan,” jawab Roshadi. Dia sudah mempertimbangkan semuanya dengan matang dan keputusannya untuk bercerai adalah final. “Hm .... mungkin itu yang terbaik.” Adhitama mengangguk mendengar ucapan Roshadi. Adhitama menatap ayahnya itu, lantas berpikir mulai sekarang hubungannya dan Roshadi pasti akan membaik. Dia akan belajar menerima keadaan karena memang bukan Roshadi yang bersalah. Setelah bicara dengan Roshadi. Adhitama pamit dan meninggalkan rumah ayahnya itu. Dia mengemudikan mobil di jala
Read more

159. Aku Milikmu

Sore itu, Haris berdiri di depan gerbang sekolah Lily, matanya menyapu setiap anak yang berlarian keluar dari gerbang. Tak lama kemudian, Haris melihat Lily berjalan pelan keluar, mengenakan seragam sekolah lengkap dengan tas ransel kecil di punggungnya. “Paman Haris!” seru Lily. Anak itu mempercepat langkahnya dan berlari ke arah Haris. Haris tersenyum hangat, lalu berjongkok agar sejajar dengan Lily, dia membuka tangannya lebar untuk menyambut gadis kecil itu dalam pelukannya. "Keponakan Paman tersayang! Gimana sekolahnya hari ini?" Haris bertanya sambil membelai rambut Lily. "Capek!" balas Lily. "Aku tadi tidak tidur siang," imbuhnya. Lily melepas pelukannya ke Haris kemudian menatap ke arah mobil yang terparkir tak jauh dari tempat mereka berdiri. “Lho kok Paman yang jemput, Bunda sama Papa ke mana? Kok mereka nggak jemput Lily?” Haris tersenyum lembut dan mengambil tangan Lily, menggandengnya ke arah mobil. “Bunda sama Papa lagi ada urusan penting, jadi Paman yang j
Read more

160. Bayi Tabung

Hari itu seperti sebelumnya Risha dan Adhitama menjemput Lily di rumah Haris, lantas mengajak anak itu pergi ke rumah sakit untuk menemui dokter. Mereka ingin mendengar dokter membacakan hasil tes laboratorium Lily yang terbaru. Risha dan Adhitama sudah tak sabar menunggu. Namun, dokter terlihat diam sambil menatap kertas yang ada di tangannya. Dokter itu terlihat bingung. Mungkin merasa bersalah karena sudah berbohong pada Risha dan Adhitama soal kondisi Lily atas permintaan Kakek Roi. Hasil tes di hadapannya menunjukkan Lily baik-baik saja, hingga membuat dokter itu merasa tak tega jika harus kembali berbohong. “Ada apa, Dok? Apa ada masalah?” tanya Risha karena dokter tak kunjung menjelaskan. Adhitama terlihat cemas dan takut jika kondisi Lily memburuk. “Penyakit Lily tidak semakin parah, kan?” tanya Adhitama yang tidak sabar karena dokter itu diam cukup lama. Dokter itu menatap bergantian Risha dan Adhitama. “Tidak, untuk sementara tidak ada yang perlu dikhawatirkan, semu
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
27
DMCA.com Protection Status