Semua Bab Kesepakatan Hati: Ibu Pengganti Untuk Anak CEO: Bab 141 - Bab 150

362 Bab

Bab 141 Muslihat Elsie

“Cheers Elsie!” Rosa mengangkat gelas whiskey ketiganya tinggi-tinggi, sebelum ia meneguknya. Elsie membalasnya dengan mengangkat tequila rose miliknya tetapi ia hanya menyesap sedikit saja. Elsie tidak ingin minum terlalu banyak dan berakhir mabuk malam ini. Sebab, Bastian akan pulang ke rumah. Ia tidak ingin Bastian mengetahui jika ia pergi clubbing dan minum-minum dengan Rosa dan teman kencan mereka. Baru saja Elsie menaruh gelas tequila miliknya, telepon genggam keluaran terbaru miliknya yang ada di atas meja menyala dan bergetar. Semua yang ada di meja itu otomatis menoleh, melihat ke arah layar telepon itu. Melihat siapa orang yang menghubunginya, Elsie langsung meraih telepon itu dan beranjak berdiri. “Sebentar,” ucapnya kepada teman-temannya sebelum ia berjalan menuju ke kamar mandi. Begitu sampai di kamar mandi, Elsie menjawab panggilan telepon itu dengan setengah hati. “Halo?” “Selamat malam Bu Elsie.” Suara Alex yang tegang terdengar dari ujung sambungan telepon.
Baca selengkapnya

Bab 142 Sebuah Buku Yang Terbuka

Setelah tarik ulur mengenai uang itu. Alex pun akhirnya setuju. Ia dan Tyo mau tidak mau menerima keputusan Elsie. Apalagi mereka memang tidak memiliki bukti apa pun mengenai keterlibatan Elsie. Di kamar mandi club malam, Elsie tampak begitu kesal. Ia harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk membungkam mulut mereka. Ini semua karena perempuan itu! Kalau saja dia tidak minta dinikahi, ia mungkin tidak perlu merasa sekhawatir ini! Batin Elsie mengumpat Kanaya di dalam hatinya. Setelah selesai berurusan dengan Alex di telepon, Elsie kembali ke mejanya. Namun mood-nya untuk bersenang-senang hilang sudah. “Els, tos lagi! Kamu harus coba ini! Mereka bilang ini minuman baru!” Rosa yang sudah setengah mabuk langsung menyambut Elsie dan memberikan temannya itu segelas minuman beralkohol terbaru club itu. “Sudahlah Ros, aku mau pulang saja!” ucap Elsie menolak. Ia lalu membereskan barang-barang miliknya di atas meja. “Babe, kok balik? Ini kan masih sore,” protes Rico merasa heran
Baca selengkapnya

Bab 143 Siapa Dia?

Di ruangan scrub up di Emerald Restorative Centre, sebuah rumah sakit terbesar, terlengkap dan terbaru di Emerald City, Ardyan melepas jubah dan sarung tangan sterilnya, dibantu oleh seorang perawat.Ardyan adalah seorang neurosurgeon atau yang biasa disebut sebagai dokter bedah syaraf. Dan ia baru saja selesai melakukan operasi tumor otak seorang pasien yang dikerjakan selama 7 jam di dalam ruangan operasi.“Dok, Pak Bastian menghubungi Dokter beberapa kali. Mungkin ada sesuatu yang penting,” ujar Rosita, salah seorang perawat yang berada di ruangan bedah itu.Ia mengerling dan memberikan lirikan menggoda sembari memberikan sebuah telepon genggam kepada dokter bedah muda yang masih mengenakan seragam scrub berwarna hijau muda itu.“Terima kasih, Sita,” ucap Ardyan sembari memberikan senyuman khas menawannya.Tidak ayal perawat-perawat muda yang ada di ruangan itu, melirik padanya dengan hati yang berdebar, berharap mendapat senyuman semanis itu dari sang dokter.Selain muda dan tampa
Baca selengkapnya

Bab 144 No Say No

Ardyan menatap Bastian, menunggu jawaban darinya.Bastian menimbang apakah sekarang waktu yang tepat?Ia merubah posisi duduknya, menyandarkan punggungnya di sofa sembari menatap Ardyan."Bas, kalau kamu ingin aku membantumu, beri aku informasi," ujar Ardyan. Ia tidak memaksa Bastian, namun ia perlu mengetahui identitas pasien itu agar ia bisa membantunya."Dia ibunya Kanaya," jawab Bastian sambil menatap temannya itu.Ardyan bersumpah, ia seperti mendengar suara Bastian menahan gejolak emosi saat menyebutkan nama seorang perempuan.Apakah Kanaya wanita itu? Wanita lain yang ia lihat bersama Bastian di Hotel Royal tempo hari? Ardyan selalu penasaran, ingin mengetahui siapa sosok perempuan itu."Dan siapa Kanaya?" tanya Ardyan, berusaha menahan diri untuk tidak terlihat terlalu antusias bertanya.Diam-diam ia melirik jari manis Bastian. Dan benar dugaannya, temannya itu tidak mengenakan cincin pernikahannya. Itu artinya, Bastian baru saja meluangkan waktu bersama perempuan itu."Apa d
Baca selengkapnya

Bab 145 Dia Adalah Kunci

Kanaya berdiri di lobi rumah sakit. Matanya menatap ke atas, ke arah layar televisi yang ada di salah satu dinding lobi itu.“Dokter Nathan Pradipta, Dokter bedah toraks kardiovaskular, mendarat di bandara International Emerald City pagi ini bersama rombongannya.”Di layar televisi tampak dokter senior berusia 47 tahun itu turun dari sebuah pesawat jet pribadi, berjalan diantara beberapa orang rombongan timnya yang berjumlah delapan orang. Beberapa orang petugas keamanan berjalan di sisi mereka, mengamankan jalan yang akan mereka lalui. “Kedatangan Dokter Nathan beserta tim adalah untuk menghadiri Konferensi Dokter Bedah Toraks Kardiovaskular Internasional yang sedianya diadakan di Emerald City Convention Centre untuk tiga hari ke depan…”Kanaya mendengarkan apa yang dikatakan oleh pembawa berita itu. Kedua matanya tidak lepas menatap layar televisi hingga berita itu berakhir.Tiga hari. Ini kesempatan Kanaya untuk bisa bertemu dengan dokter itu dan memintanya mengecek keadaan ibunya
Baca selengkapnya

Bab 146 Janji Bastian

Bastian berdiri di depan jendela kaca ruangan ICU. Ia menatap tepat pada sosok wanita berparas mirip Kanaya. Hanya saja wanita itu tampak lemah tak berdaya dan kehilangan cahaya hidupnya.Baru kali pertama Bastian melihat Ayunda. Sayangnya, pertemuan pertama itu sangatlah tidak ideal. Ia justru melihat sosoknya saat ‘ibu mertuanya’ itu tengah berjuang bertahan untuk hidup.Berkelebat raut wajah sedih Kanaya saat ia membicarakan ibunya, dan timbul rasa sesal di hati Bastian.Kenapa ia tidak melakukan sesuatu sejak dulu? Kenapa ia tidak mempedulikan keadaan wanita itu? Padahal sejak pertama kali ia mengetahui keberadaan seorang perempuan bernama Kanaya melalui selembar kertas biodata, ia mengetahui gadis itu sedang berjuang mencari pengobatan ibunya. Dan Bastian tidak pernah mencari tahu bagaimana keadaan ibunya! Bastian menarik nafas dalam menyadari betapa egoisnya dirinya. Saat sedang menyesali diri, telepon genggamnya berbunyi dan ia mengangkatnya.“Bas, jadi pergi sore ini?” tanya
Baca selengkapnya

Bab 147 Alasan Bastian

Bastian mengalihkan pandangannya keluar jendela. “Dia sedang mengandung anakku dan aku tidak ingin kondisi kesehatan ibunya berpengaruh pada kesehatannya.”“Benarkah? Hanya itu saja?” tanya Ardyan sambil terkekeh.“Alasan apa lagi yang aku perlukan? Bukankah itu sudah jelas?” sergah Bastian dengan cepat sambil memberi Ardyan tatapan kesal. Ardyan tertawa melihat respon Bastian.“Tidak ada— I love you Kanaya! I’ll do anything for you?” ledek Ardyan dengan suara yang dibuat heboh. Ia lalu tertawa dan baru berhenti saat Bastian memelototinya. Tidak lama mereka sampai di halaman Hotel Pacific Star. Mereka tidak berhenti di lobi hotel, melainkan turun di basement lalu naik lift ke lantai 25. Dan setelah menunggu selama beberapa menit, mereka akhirnya diperbolehkan bertemu dengan Dokter Nathan di ruang tamu hotelnya.“Selamat sore Prof,” sapa Ardyan saat mereka akhirnya bertemu sosok Dokter Nathan.“Ardyan, lama tidak bertemu! Bagaimana rasanya menjadi direktur rumah sakit besar?” ucap Na
Baca selengkapnya

Bab 148 Kamu Jatuh Cinta?

“Riky, apa Anda tidak bisa membantu saja bertemu dengan Dokter Nathan? Sebentar saja. Saya hanya perlu waktu sebentar untuk bertemu dan berbicara dengannya.” Rizal membujuk Riky, salah satu dari seorang anggota tim medis Dokter kondang itu.“Maaf Pak, jadwal temu Dokter Nathan sudah penuh hari ini. Kalau bapak mau, mungkin saya bisa memasukkan Bapak di hari ketiga. Hanya itu yang bisa saya lakukan,” terang Riky sambil memberi gestur meminta maaf.Rizal menarik nafas dengan dalam, berusaha meredakan kekesalannya. Ia sudah berusaha mendekati Riky sejak tadi dan pada akhirnya ia tidak bisa bertemu dengan Dokter Nathan hari ini.Mau tidak mau ia harus menerima, dan menunggu dua hari lagi hingga ia bisa bertemu dengan Dokter itu.Di lobi hotel, Rizal menghubungi Kanaya untuk memberi tahu hal itu.“Maaf Kanaya, aku tidak bisa menemuinya hari ini. Tiba-tiba saja Dokter Nathan mendapat panggilan darurat sehingga tidak bisa menemui kami,” ucap Rizal beralasan.Di ujung sambungan telepon, Kana
Baca selengkapnya

Bab 149 Bersembunyi

“Dokter Alex, Bapak Ezra masih saja menanyakan Anda. Apa yang harus saya lakukan?” Sisca, sekertaris Alex menghubunginya siang itu. Alex yang sejak tadi mendapat laporan dari sejumlah stafnya mengenai kedatangan Ezra ke rumah sakit, tidak berani kembali ke kantornya.“Katakan saja jika saya tidak kembali ke rumah sakit hari ini!” seru Alex dengan kesal sekaligus merasa gelisah. Sekertarisnya itu sudah benerapa kali menghubunginya, dan setiap kali membuatnya bertambah gelisah saja.“Jabgan hubungi aku lagi, Sisca! Apa kamu tidak tahu aku sedang bekerja?” bentaknya sebelum mematikan panggilan telepon itu dengan sepihak.“Om, apa dia masih ada di rumah sakit?” Tyo yang berdiri di belakangnya dengan gelisah, bertanya.“Kamu pikir untuk apa Sisca menghubungiku sejak tadi?” Bukannya menjawab, Alex malah mendamprat Tyo.“Tuh kan benar kataku, Om! Dia yang kulihat datang menengok Ibu Ayunda kemarin sore! Aku tidak salah lagi. Dia pasti Bastian Aryo Dwipangga!” seru Tyo dengan panik.Kemari
Baca selengkapnya

Bab 150 Transfer ERC

Kanaya berdiri di depan jendela ruangan ICU ibunya. Ia belum lama datang, baru saja menggantikan Laila menunggui Ayunda. Kedua mata sayu Kanaya menatap dengan sedih ke arah sosok Ayunda yang masih terbaring dengan mata terpejam. Sampai hari ini, ibunya itu belum juga sadarkan diri.Ibu, bangunlah. Jangan tinggalkan Kanaya sendiri, ucap Kanaya di dalam hati.Merasa sedih sendiri, pandangan Kanaya turun ke bawah ke arah perutnya, bertepatan dengan bulir-bulir air mata mengalir di pipinya. Ia mengelus dengan lembut perutnya, berusaha menenangkan bayi dalam kandungannya yang bergerak, merespon kesedihannya. Kanaya tidak tahu harus bagaimana. Ia tidak bisa berpura-pura bahagia saat hatinya sedang merasakan sedih. Ah, seandainya saja bayi dalam kandungannya tidak ikut bersedih merasakan suasana hatinya, mungkin Kanaya tidak harus merasa bersalah karenanya. Tiba-tiba saja sepasang tangan dari arah belakang, menangkup kedua tangannya yang ada di atas perutnya.Kanaya hafal betul siapa pe
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1314151617
...
37
DMCA.com Protection Status