Ardyan menatap Bastian, menunggu jawaban darinya.Bastian menimbang apakah sekarang waktu yang tepat?Ia merubah posisi duduknya, menyandarkan punggungnya di sofa sembari menatap Ardyan."Bas, kalau kamu ingin aku membantumu, beri aku informasi," ujar Ardyan. Ia tidak memaksa Bastian, namun ia perlu mengetahui identitas pasien itu agar ia bisa membantunya."Dia ibunya Kanaya," jawab Bastian sambil menatap temannya itu.Ardyan bersumpah, ia seperti mendengar suara Bastian menahan gejolak emosi saat menyebutkan nama seorang perempuan.Apakah Kanaya wanita itu? Wanita lain yang ia lihat bersama Bastian di Hotel Royal tempo hari? Ardyan selalu penasaran, ingin mengetahui siapa sosok perempuan itu."Dan siapa Kanaya?" tanya Ardyan, berusaha menahan diri untuk tidak terlihat terlalu antusias bertanya.Diam-diam ia melirik jari manis Bastian. Dan benar dugaannya, temannya itu tidak mengenakan cincin pernikahannya. Itu artinya, Bastian baru saja meluangkan waktu bersama perempuan itu."Apa d
Kanaya berdiri di lobi rumah sakit. Matanya menatap ke atas, ke arah layar televisi yang ada di salah satu dinding lobi itu.“Dokter Nathan Pradipta, Dokter bedah toraks kardiovaskular, mendarat di bandara International Emerald City pagi ini bersama rombongannya.”Di layar televisi tampak dokter senior berusia 47 tahun itu turun dari sebuah pesawat jet pribadi, berjalan diantara beberapa orang rombongan timnya yang berjumlah delapan orang. Beberapa orang petugas keamanan berjalan di sisi mereka, mengamankan jalan yang akan mereka lalui. “Kedatangan Dokter Nathan beserta tim adalah untuk menghadiri Konferensi Dokter Bedah Toraks Kardiovaskular Internasional yang sedianya diadakan di Emerald City Convention Centre untuk tiga hari ke depan…”Kanaya mendengarkan apa yang dikatakan oleh pembawa berita itu. Kedua matanya tidak lepas menatap layar televisi hingga berita itu berakhir.Tiga hari. Ini kesempatan Kanaya untuk bisa bertemu dengan dokter itu dan memintanya mengecek keadaan ibunya
Bastian berdiri di depan jendela kaca ruangan ICU. Ia menatap tepat pada sosok wanita berparas mirip Kanaya. Hanya saja wanita itu tampak lemah tak berdaya dan kehilangan cahaya hidupnya.Baru kali pertama Bastian melihat Ayunda. Sayangnya, pertemuan pertama itu sangatlah tidak ideal. Ia justru melihat sosoknya saat ‘ibu mertuanya’ itu tengah berjuang bertahan untuk hidup.Berkelebat raut wajah sedih Kanaya saat ia membicarakan ibunya, dan timbul rasa sesal di hati Bastian.Kenapa ia tidak melakukan sesuatu sejak dulu? Kenapa ia tidak mempedulikan keadaan wanita itu? Padahal sejak pertama kali ia mengetahui keberadaan seorang perempuan bernama Kanaya melalui selembar kertas biodata, ia mengetahui gadis itu sedang berjuang mencari pengobatan ibunya. Dan Bastian tidak pernah mencari tahu bagaimana keadaan ibunya! Bastian menarik nafas dalam menyadari betapa egoisnya dirinya. Saat sedang menyesali diri, telepon genggamnya berbunyi dan ia mengangkatnya.“Bas, jadi pergi sore ini?” tanya
Bastian mengalihkan pandangannya keluar jendela. “Dia sedang mengandung anakku dan aku tidak ingin kondisi kesehatan ibunya berpengaruh pada kesehatannya.”“Benarkah? Hanya itu saja?” tanya Ardyan sambil terkekeh.“Alasan apa lagi yang aku perlukan? Bukankah itu sudah jelas?” sergah Bastian dengan cepat sambil memberi Ardyan tatapan kesal. Ardyan tertawa melihat respon Bastian.“Tidak ada— I love you Kanaya! I’ll do anything for you?” ledek Ardyan dengan suara yang dibuat heboh. Ia lalu tertawa dan baru berhenti saat Bastian memelototinya. Tidak lama mereka sampai di halaman Hotel Pacific Star. Mereka tidak berhenti di lobi hotel, melainkan turun di basement lalu naik lift ke lantai 25. Dan setelah menunggu selama beberapa menit, mereka akhirnya diperbolehkan bertemu dengan Dokter Nathan di ruang tamu hotelnya.“Selamat sore Prof,” sapa Ardyan saat mereka akhirnya bertemu sosok Dokter Nathan.“Ardyan, lama tidak bertemu! Bagaimana rasanya menjadi direktur rumah sakit besar?” ucap Na
“Riky, apa Anda tidak bisa membantu saja bertemu dengan Dokter Nathan? Sebentar saja. Saya hanya perlu waktu sebentar untuk bertemu dan berbicara dengannya.” Rizal membujuk Riky, salah satu dari seorang anggota tim medis Dokter kondang itu.“Maaf Pak, jadwal temu Dokter Nathan sudah penuh hari ini. Kalau bapak mau, mungkin saya bisa memasukkan Bapak di hari ketiga. Hanya itu yang bisa saya lakukan,” terang Riky sambil memberi gestur meminta maaf.Rizal menarik nafas dengan dalam, berusaha meredakan kekesalannya. Ia sudah berusaha mendekati Riky sejak tadi dan pada akhirnya ia tidak bisa bertemu dengan Dokter Nathan hari ini.Mau tidak mau ia harus menerima, dan menunggu dua hari lagi hingga ia bisa bertemu dengan Dokter itu.Di lobi hotel, Rizal menghubungi Kanaya untuk memberi tahu hal itu.“Maaf Kanaya, aku tidak bisa menemuinya hari ini. Tiba-tiba saja Dokter Nathan mendapat panggilan darurat sehingga tidak bisa menemui kami,” ucap Rizal beralasan.Di ujung sambungan telepon, Kana
“Dokter Alex, Bapak Ezra masih saja menanyakan Anda. Apa yang harus saya lakukan?” Sisca, sekertaris Alex menghubunginya siang itu. Alex yang sejak tadi mendapat laporan dari sejumlah stafnya mengenai kedatangan Ezra ke rumah sakit, tidak berani kembali ke kantornya.“Katakan saja jika saya tidak kembali ke rumah sakit hari ini!” seru Alex dengan kesal sekaligus merasa gelisah. Sekertarisnya itu sudah benerapa kali menghubunginya, dan setiap kali membuatnya bertambah gelisah saja.“Jabgan hubungi aku lagi, Sisca! Apa kamu tidak tahu aku sedang bekerja?” bentaknya sebelum mematikan panggilan telepon itu dengan sepihak.“Om, apa dia masih ada di rumah sakit?” Tyo yang berdiri di belakangnya dengan gelisah, bertanya.“Kamu pikir untuk apa Sisca menghubungiku sejak tadi?” Bukannya menjawab, Alex malah mendamprat Tyo.“Tuh kan benar kataku, Om! Dia yang kulihat datang menengok Ibu Ayunda kemarin sore! Aku tidak salah lagi. Dia pasti Bastian Aryo Dwipangga!” seru Tyo dengan panik.Kemari
Kanaya berdiri di depan jendela ruangan ICU ibunya. Ia belum lama datang, baru saja menggantikan Laila menunggui Ayunda. Kedua mata sayu Kanaya menatap dengan sedih ke arah sosok Ayunda yang masih terbaring dengan mata terpejam. Sampai hari ini, ibunya itu belum juga sadarkan diri.Ibu, bangunlah. Jangan tinggalkan Kanaya sendiri, ucap Kanaya di dalam hati.Merasa sedih sendiri, pandangan Kanaya turun ke bawah ke arah perutnya, bertepatan dengan bulir-bulir air mata mengalir di pipinya. Ia mengelus dengan lembut perutnya, berusaha menenangkan bayi dalam kandungannya yang bergerak, merespon kesedihannya. Kanaya tidak tahu harus bagaimana. Ia tidak bisa berpura-pura bahagia saat hatinya sedang merasakan sedih. Ah, seandainya saja bayi dalam kandungannya tidak ikut bersedih merasakan suasana hatinya, mungkin Kanaya tidak harus merasa bersalah karenanya. Tiba-tiba saja sepasang tangan dari arah belakang, menangkup kedua tangannya yang ada di atas perutnya.Kanaya hafal betul siapa pe
Dengan menggunakan mobil, Bastian dan Kanaya memasuki halaman gedung ERC. Mereka turun di basement dan langsung naik ke lantai 10, ruangan ICU poliklinik jantung rumah sakit itu.Ayunda sudah lebih dahulu sampai di sana. Transfer rumah sakit yang dilakukan oleh tim medis yang dipimpim Ardyan berlangsung dengan rapi dan cepat.Mengingat kondisi kesehatan Ayunda, ia dipindahkan dengan menggunakan helikopter khusus medis dengan didampingi oleh beberapa orang staf medis yang handal. Bastian membawa Kanaya ke sebuah ruangan yang terlihat seperti sebuah kamar lengkap dengan sofa, meja, dan ranjang rumah sakit.Akan tetapi yang berbeda adalah dari kamar itu adalah Kanaya bisa langsung melihat ruangan ICU tempat ibunya berada hanya berbatas sebuah dinding kaca. Seperti ia memiliki ruang tunggu ICU pribadi.Saat itu, proses transfer Ayunda sudah selesai dilakukan dan ibunya sudah terbaring di atas ranjang rumah sakit dengan mata terpejam seakan tidak terjadi apa-apa. Kanaya merasa sangat leg
“Freya,” ucap Bastian dengan senyum di wajahnya. “Freya Jacinta Dwipangga.” Miranda dan Ayunda saling bertukar pandang sebelum tersenyum dan mengangguk. “Freya. Nama yang Indah,” gumam keduanya menyetujui. Hari itu semua yang ada di Alpine Nest menyambut baik kehadiran bayi mungil bernama Freya Jacinta Dwipangga. Begitu pula Kenzo yang begitu senang ketika diperbolehkan melihat langsung adiknya itu. Mulai hari itu, ia telah menjadi seorang kakak. Apalagi, adiknya itu hadir sebagai hadiah ulang tahun terindah baginya. Keluarga besar Dwipangga hari itu sangat berbahagia. Bukan hanya karena ulang tahun pertama Kenzo, namun juga hadirnya Freya dalam keluarga mereka. Berita kelahiran Freya langsung tersebar ke seantero Emerald City, meskipun sosok bayi tersebut masih dirahasiakan dan belum di perlihatkan kepada publik. Publik ikut merasa senang dan tidak sabar untuk segera melihat sosok putri keluarga Dwipangga yang diberitakan memiliki paras yang rupawan. Berita persalinan Kanaya p
“Ama… Ama.. atit?” tanya Kenzo pada Haidar, kakeknya. Tampak ia mengkhawatirkan mamanya.Apalagi ia melihat Papanya begitu panik saat membawa mamanya pergi masuk ke dalam ruangan dengan kolam besar yang ada di dekat mereka. Haidar tersenyum dan menggeleng. Ia berusaha untuk tidak tampak gelisah atau khawatir. “Mama tidak sakit, tapi saat ini sedang melahirkan adiknya Kenzo,” terangnya pada cucu kesayangannya itu.“Kenzo di sini dulu ya sama Kakek. Nanti kalau adik sudah keluar dari perut mama, Kenzo bisa ketemu sama adik.” Haidar pun duduk dan memangku Kenzo di sofa.Kanaya sudah pernah menceritakan pada Kenzo mengenai adik bayi yang ada di dalam perutnya, sehingga Kenzo tidak terlalu bingung atau panik saat mengetahui Kanaya akan melahirkan. “Sini, Kenzo boboan di sini.” Haidar menepuk ruang kosong diantara dirinya dan Azhar, agar cucunya itu bisa beristirahat dan tidur. Ia tahu Kenzo tidak akan mau pergi tidur ke kamarnya mengetahui mamanya tengah melahirkan adiknya.Akan tetapi
Ardyan dan Aliya telah menikah sejak 6 bulan yang lalu, dan sekarang kandungan Aliya telah menginjak 3 bulan.Mereka berdua memang tidak menunda kehamilan dan berharap segera diberikan keturunan. Selain itu, Ardyan juga sudah berusia lebih dari 30 tahun, sehingga dia tidak ingin lagi menunda.Dan meskipun kehamilan Aliya masih muda dan belum terlihat benar, namun jika diperhatikan dengan seksama, akan terlihat benjolan kecil di perutnya.Saat ini, Aliya masih bekerja di LiveTV, namun ia tidak lagi bekerja di lapangan untuk mencari berita setelah mengetahui kehamilannya. Ia memilih bertugas di dalam studio untuk sementara waktu. Sedangkan Ardyan, dia masih menjalani hari-harinya sebagai the best neurosurgeon di Emerald City, sekaligus Direktur Emerald Restorative Centre, Rumah Sakit terbesar dan tercanggih di Emerald City.“Bagaimana kehamilanmu kali ini? Ah, Kenzo pasti senang sekali akan segera memiliki seorang adik!” Aliya memegang perut besar Kanaya dan mengelusnya.“Untuk yang
Acara ulang tahun berlangsung dengan sangat meriah. Anak-anak panti yang diundang untuk datang tampak sangat senang. Berbagai macam permainan, hiburan bahkan hadiah-hadiah yang dibagikan membuat mereka tertawa sepanjang acara.Tamu undangan lainnya, keluarga, dan kerabat yang membawa anak-anak mereka juga menikmati acara itu. Mereka membawa berbagai macam hadiah, dari mainan anak-anak yang sangat populer dan diminati, hingga hadiah yang bernilai fantastis.Berbagai macam hidangan disajikan. Dari mulai hidangan berbentuk lucu bertemakan kerajaan untuk anak-anak hingga hidangan estetik dan lezat dari chef terkemuka yang menggunakan bahan-bahan berkualitas premium.Dan Kenzo, bocah berulang tahun yang memiliki paras rupawan perpaduan antara Kanaya dan Bastian, menjadi pusat perhatian di acara itu. Tidak hanya parasnya, tingkah polah anak berusia 1 tahun itu selain menggemaskan juga telah membuat decak kagum tamu undangan. Di usia yang masih sangat kecil, Kenzo telah menunjukkan sikap
Hari itu, di Alpine Nest ramai dengan banyak orang yang datang. Azhar, Haidar, Miranda, Ayunda, Laila, dan Fadly—sepupu Kanaya. Tidak lupa Alea, Fariz dan Clara juga sudah hadir di sana.Mereka semua datang untuk menghadiri ulang tahun pertama Kenzo yang hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat, keluarga dan teman serta anak yatim yang sengaja diundang untuk memeriahkan acara itu.Acara dilangsungkan di halaman belakang rumah mereka, dengan mengusung tema Royal Prince. Sesuai dengan tema, maka di dekat danau itu dibangun sebuah miniatur kastil kerajaan, dengan dekorasi balon dan hiasan lainnya yang berwarna emas, biru dan putih.Makanan yang dihidangkan pun dibuat sesuai tema. Mewah, namun dengan bentuk yang lucu dan menggemaskan sesuai dengan usia baby Kenzo yang baru berulang tahun pertama.“Apa semua sudah siap? Di mana Kenzo?” Kanaya baru selesai berpakaian, dan ia memastikan kembali persiapan mereka untuk acara itu.Ia dan Bastian juga ikut mengenakan kostum Royal King dan Queen
“Bos, itu orangnya!” Seorang pria dengan banyak tato di tangannya melapor pada seorang pria yang duduk di dalam sebuah mobil SUV.Jendela mibil SUV itu diturunkan dan tampaklah wajah seorang pria. Dia mengenakan jaket hitam dan kaca mata hitam. Rambut panjangnya yang diikat ke belakang, dicepol kecil dibagian atas, sehingga menampakkan potongan rambut pendek undercut dibagian bawah yang rapi.Pria itu membuka kaca matanya dan melihat ke luar pada sosok dua orang pria yang sedang berdiri membelakangi mereka yang berjarak cukup jauh. Kedua orang itu berpakaian parlente, kemeja rapi dengan sepatu kulit yang mengkilap.“Hanya berdua saja?” tanya Jono—pria berjaket hitam di dalam mobil.“Hanya mereka dan supir di dalam mobil.” Anak buah Jono menunjuk sebuah mobil Mercedes Benz S class berwarna hitam terparkir di ujung bagian jalan itu.Jono tidak mengetahui siapa orang itu. Mereka berpenampilan rapi dan parlente, namun mereka berdua bukan berasalah dari Emerald City.Jono memberi isyarat
Mobil Rolls Royce limited edition itu, memasuki halaman rumah besar dan luas bernama Alpine Nest, dan berhenti tidak jauh dari pintu utama rumah itu.Kanaya dan Bastian turun dari dalam mobil dan masuk ke dalam rumah. Rumah yang kali pertama Kanaya datangi belum memiliki furnitur yang lengkap, saat ini telah berubah menjadi sebuah rumah yang indah dengan berbagai kelengkapan yang memberi kesan tersendiri.Kanaya sengaja memilih furnitur, korden, wallpaper serta berbagai aksesoris rumah lainnya dengan warna dan model yang memberi kesan homy, sebuah tempat tinggal yang hangat dan nyaman untuk ditinggali keluarga mereka.Saat memasuki rumah itu, tidak terasa suasana kaku ataupun asing. Ruangan demi ruangan seakan membuat siapa pun merasa di nyaman berada di sana. Dari mulai ruang tamu, ruang keluarga, dapur, hingga setiap kamar tidur di rumah itu, memberi kesan hangat. “Kenzo mana Bi?” Kanaya bertanya saat ia bertemu Sifa di ruang keluarga.Perempuan yang menjadi pengasuhnya saat menga
“Maaf… maaf, aku tidak sengaja…” ucap orang itu dengan segera. Ia kemudian tampak terkejut ketika melihat Bastianlah yang ia tabrak.“Lain kali jalanlah dengan hati-hati.” tegur Bastian sambil mengingatkan dengan nada dingin.Untung saja dia tidak menabrak Kanaya! Jika sampai itu terjadi, ia akan sangat marah.“Tentu, lain kali saya akan jalan dengan hati-hati.” Mahasiswi yang menabrak Bastian itu tampak tersipu malu. Ia melirik Bastian dengan tatapan menggoda sembari menyelipkan anak rambut ke belakang telinga.Bastian bersikap acuh tak acuh pada perempuan itu dan sibuk merapikan kemeja yang dikenakannya.Lain halnya dengan Bastian, Kanaya justru menangkap gestur perempuan yang dengan sengaja menggoda Bastian. Dan ini membuat Kanaya kesal.Jelas, bukan hanya dirinya saja yang menyadari betapa menariknya Bastian.Selama ia menjadi istri Bastian, tidak sedikit wanita lain yang mengagumi Bastian, bahkan ada yang dengan berani dan terang-terangan berusaha mendekati suaminya itu.Mahasis
“Kulit lebih bersinar, atau di sebut dengan pregnancy glowing…” Bastian membaca sebuah artikel melalui telepon genggamnya. Ia tampak berpikir sebelum bergumam, “Sepertinya benar.”Ia membayangkan kulit istrinya itu memang terlihat lebih glowing di kehamilan kedua. Jadi, apakah semua mitos itu benar?Bastian kembali membaca lanjutan artikel itu.“Payudara sebelah kiri lebih besar dari yang kanan…” Bastian mengerutkan keningnya. Ah, ada-ada saja. Apa iya perbedaan kehamilan bayi perempuan dan laki-laki bisa dilihat dari besarnya payudara kanan dan kiri?Ujung-ujungnya, Bastian geleng-geleng kepala dan lanjut membaca. “Sifat lebih moody, sensitif dan cerewet…” Bastian terkekeh pelan. Mungkin untuk yang satu ini ada benarnya. Sejak kehamilan kedua, Kanaya menjadi sangat perasa dan sensitif, bahkan sebelum mereka mengetahui jenis kelamin anak yang dikandungnya.Walau begitu, Bastian tidak pernah mempermasalahkannya. Apalagi ia memang tidak keberatan direpotkan oleh istrinya itu.“Ehem…