Kanaya menatap deretan huruf di sebuah dinding. Intensive Coronary Care Unit (ICCU) adalah tempat ibunya di rawat. Ia berdiri di depan pintu masuk area itu dengan mengenakan gaun isolasi, sarung tangan, penutup sepatu dan masker. Kanaya berencana menemui ibunya di ruangan itu setelah pagi tadi Ardyan memastikan kondisi ibunya stabil dan mengatakan jika ia bisa menemui ibunya.“Ayo Kanaya, kalau kamu sudah siap, sebaiknya kita segera masuk,” ucap Ardyan yang berdiri di sampingnya. Dia pun telah mengenakan pakaian isolasi untuk memasuki ICCU, sama seperti Kanaya.Kanaya mengangguk mengiyakan, dan mereka pun masuk ke dalam area ICCU itu.Area ICCU itu terbagi ke dalam beberapa unit ruangan berbeda untuk setiap pasien. Dan unit Ayunda berada di ujung koridor, bersebelahan dengan ruang tunggu VIP yang Kanaya tempati.“Kanaya, kamu bisa mengajak ibumu bicara. Bicarakan apa saja yang bisa membuat ibumu mempunyai semangat dan keinginan yang kuat untuk hidup.”“Kamu boleh memegang tangannya
Kanaya sedang beristirahat di dalam ruangan tunggu VIP-nya saat ia mendengar ketukan di pintu sebelum pintu itu terbuka.“Halo Kanaya,” Ardyan melangkah masuk.Namun bukan hanya Ardyan yang datang kali ini. Ia datang bersama beberapa orang yang mengenakan jas dokter dan pakaian petugas medis.Kanaya beranjak berdiri dan menatap mereka semua. Dan Tatapan wajahnya berhenti pada sosok pria paruh baya yang wajahnya sempat ia lihat di layar televisi beberapa kali. Dokter Nathan? “Maaf menunggu waktu istirahatmu. Aku ingin memperkenalkanmu dengan Dokter Nathan, yang akan menangani pengobatan ibumu,” ucap Ardyan sambil tersenyum memperkenalkan Dokter Nathan dan timnya yang sore itu datang untuk bertemu Kanaya dan melihat kondisi Ayunda.“Do-dokter Nathan, Sa-saya Kanaya, putrinya Ayunda,” ucap Kanaya dengan terbata-bata sambil menjabat tangan Dokter itu. Ia masih tidak percaya bisa bertemu dengan Dokter yang sangat ia harapkan itu.Nathan tersenyum dan menatap Kanaya. Awalnya, ia tampak ter
Bastian terbangun saat merasakan smartwatch miliknya bergetar karena adanya panggilan telepon masuk. Dengan memicingkan matanya, ia melihat siapa yang menghubunginya terlebih dahulu sebelum beranjak duduk dan meraih telepon genggamnya. “Halo Zra? Hm, tunggu di bawah. Aku segera turun,” jawab Bastian kepada Ezra yang menghubunginya. Asistennya itu sudah datang untuk menjemputnya karena pagi itu ia harus pergi ke airport untuk melanjutkan perjalanan bisnisnya keluar kota. Setelah membasuh wajahnya dan membersihkan dirinya, Bastian menghampiri Kanaya. Istrinya itu masih tidur dengan lelap, dan meskipun ia ingin sekali membangunkannya, namun Bastian tidak sampai hati melakukannya. Ia membungkuk dan mengecup kening Kanaya perlahan, sebelum ia berpjndah mengecup perutnya. “Papa harus pergi. Kamu harus jaga ibumu dengan baik ya jagoan? Ibumu sangat membutuhkan dukunganmu sekarang. Jangan nakal, Papa akan pulang secepatnya. Papa sayang kamu,” bisiknya pelan pada sang buah hati. Ia ters
Sinar matahari pagi menyentuh kulit Kanaya melalui sela-sela tirai ruang tunggu. Ia terbangun, dan menyadari matahari telah tinggi dan ia tidur terlalu lelap.Sambil berbaring di ranjang rumah sakit, Kanaya mengingat-ingat di mana ia tidur semalam. Hal terakhir yang Kanaya ingat adalah ia sedang bermain dengan telepon genggamnya di sofa. Tetapi ternyata, pagi ini ia bangun di atas ranjang. Kanaya sampai berpikir jika ia terlalu lelah dan mengantuk hingga lupa kapan ia pindah ke atas ranjang.Kanaya refleks men oleh ke ruang kosong di sampingnya. Dan tanpa disadarinya, tangannya mengelus bagian kosong itu.Kanaya merasa heran, karena tiba-tiba saja ia memikirkan Bastian.Apakah karena ia mulai terbiasa tidur bersama Bastian? Atau ia merindukan pria itu?Ah, sudahlah. Batin Kanaya merasa tidak seharusnya memikirkan Bastian lagi.Ia harus ingat pada tekadnya untuk tidak lagi membiarkan hatinya mengagumi, dan merindukan pria itu.Kanaya mengesampingkan perasaannya dan beranjak bangun. D
“Dokter Ardy, bagaimana sebenarnya keadaan Ibu? Kenapa ibu tidak bisa mengenali saya?” tanya Kanaya pada Ardyan dengan khawatir.Dua hari yang lalu, setelah diketahui Ayunda memberikan respon fisik terhadap stimulasi indera pendengaran, peraba dan pengelihatan, Ardyan melakukan serangkaian tes dan terapi untuk meningkatkan kesadaran Ayunda.Dan akhirnya tadi pagi Ayunda benar-benar sadarkan diri. Ia bisa melihat dan menggerakkan bagian tubuhnya meskipun dengan perlahan. Namun, ia tidak mengenali Kanaya.Hal ini membuat Kanaya menjadi khawatir. Ardyan yang merupakan seorang neurosurgeon telah melakukan serangkaian tes, termasuk tes darah, tes kognitif, CT Scan dan MRI serta EEG pada otak untuk mengetahui jika ada kerusakan atau cedera pada otak Ayunda. Dan hasilnya baru ia ketahui siang tadi.“Dari hasil tes yang sudah dilakukan memang ada sedikit cedera di bagian memori yang terjadi karena kurangnya pasokan oksigen dalam otak akibat serangan jantung yang terjadi tempo hari. Dan ini l
“Ibu mungkin tidak ingat saya. Nama saya Bastian. Saya menantu ibu dan ayah dari bayi yang Kanaya kandung,” ucap Bastian sambil meraih tangan Ayunda, kemudian menciumnya.Kanaya begitu terkejut dengan pengakuan Bastian. Kenapa dia melakukan itu, dan sejak kapan dia ada di sini? Bukankah dia sedang keluar kota?“Saya sangat senang bisa bertemu dengan ibu. Maaf kalau saya baru bisa datang menengok. Saya harus pergi keluar kota beberapa hari terakhir ini,” tambah Bastian. Kemudian ia dengan mesranya merangkul Kanaya dan bertanya, “Sayang, kamu tadi cerita apa sama ibu?”“Ooh, mmm nggak, aku belum cerita apa-apa.” Kanaya segera tersadar dan menjawab dengan gugup. Mau tidak mau ia harus mengikuti sandiwara Bastian.“Jadi kamu suaminya Naya?” tanya Ayunda sambil menatap Bastian dari ujung kepala hingga ujung kaki, memperhatikan dan berusaha mengingat wajahnya.“Iya Bu, kami baru menikah beberapa bulan yang lalu dan Kanaya sedang mengandung anak pertama kami,” jawab Bastian sambil menyentu
Elsie dan Rosa sedang berada di sebuah toko pakaian wanita di Central Square Mall, salah satu mall besar di Emerald City sore itu.“Coba lihat ini Els, bagus tidak kalau aku pakai ini untuk acara baby showermu nanti?” Rosa membentangkan sebuah gaun berwarna putih di hadapannya. Elsie menoleh dan memperhatikan gaun itu. Gaun itu sangat bagus dan akan menarik perhatian banyak orang. Akan tetapi ia tidak mengatakan hal itu pada Rosa.“Aku rasa baju ini kurang bagus Ros. Coba kamu cari yang lain. Bagaimana kalau yang ini?” Elsie meraih gaun berwarna biru dari salah satu rak gantung di toko itu dan memberikannya pada Rosa.Elsie tidak mau Rosa memakai gaun putih itu dan merebut pusat perhatian orang-orang darinya. Bagaimana pun dirinya adalah bintang di acara baby shower ‘bayi dalam kandungannya’. Ia tidak akan membiarkan Rosa merusak momen besarnya itu.Acara baby shower yang ia rancang bersama Miranda untuk bayi laki-laki mereka akan bertemakan warna biru, putih dan silver. Ia dan Bast
Kanaya bersiap-siap hendak pulang ke rumah setelah dua malam ia menginap di rumah sakit.Ia sebenarnya enggan untuk pulang, namun Bastian memaksanya mengatakan ia harus beristirahat di rumah. Laila telah datang ke rumah sakit bersiap untuk menggantikannya. Dan Kanaya tidak punya alasan untuk menolak pulang.“Sudah, segera pulang. Biar Bude yang menjaga ibumu. Jangan kuatir Naya, ibumu akan baik-baik saja.” Laila ikut mendorong Kanaya untuk segera pulang. Ia juga mengkhawatirkan keadaan kandungan keponakannya itu jika dia terlalu lelah.Bastian yang sudah Laila ketahui sebagai orang yang ‘menyewa’ kandungan Kanaya bersikukuh menyuruh Kanaya pulang dan menunggunya di depan ruang tunggu.“Iya Bude,” jawab Kanaya tidak lagi menolak. “Dokter Alex Dirga, diturunkan dari jabatannya sebagai Direktur Medical Centre. Ia digantikan oleh Dokter Syarifah melalui keputusan Dewan direksi Rumah Sakit tersebut setelah hampir 6 tahun menjabat. Belum diketahui apa penyebab pergantian jabatan itu karen
Elsi sadar betapa gugupnya Chandra dan bahkan Agni, mamanya. Namun ia sudah kepalang tanggung. Jika ia mundur dan mengatakan hal sebenarnya, ia akan terlibat perkara yang lebih berat. “Bastian, dia mengatakan—akan mencelakai Mamaku— kalau aku tidak membuat pengakuan itu…” Bukan hanya berkata bohong, namun Elsie juga membumbuinya dengan isak dan tangis.Hadirin kembali bersuara heboh.“Tidak mungkin Bastian melakukan hal seperti itu!”“Itu mungkin saja! Kamu tidak paham, bahwa sebagai orang kaya yang memiliki segalanya, dia bisa saja melakukan hal itu! Apalagi jika uang berbicara!”“Benar! Kamu tahu kan kalau Bastian sangat melindungi istrinya, Kanaya. Dia pasti akan melakukan apa saja demi membalaskan sakit hati istrinya itu!”“Walaupun dengan mengkambinghitamkan mantan istri?”Suara-suara sumbang terdengar memihak dan bahkan berempati pada kubu Elsie.Agni bahkan menangis tersedu-sedu sambil memegangi dadanya, membuat sandiwara Elsie itu semakin meyakinkan.Di sisi lain, Kanaya meng
Kanaya dan Bastian dengan bergandengan tangan mendatangi gedung Pengadilan Negeri bersama-sama dengan tim kuasa hukum mereka. Bersama mereka, Ezra, Jay dan beberapa anak buahnya menjaga kedua pasangan itu dari gangguan yang membahayakan ataupun membuat mereka tidak nyaman.Hanya tinggal beberapa menit saja sebelum jadwal sidang mereka di mulai saat mereka memasuki ruangan sidang. Sidang kasus penculikan itu dibuka untuk umum, sehingga ruangan sidang itu cukup banyak dihadiri oleh masyarakat yang menaruh perhatian besar pada kasus itu maupun dari media masa yang meliput jalannya sidang secara langsung.Keingintahuan publik pada apa yang terjadi dalam rumah tangga orang-orang kelas atas seperti Bastian begitu besar. Segala sesuatu yang menyangkut hubungan Bastian-Kanaya serta berita yang menyangkut Elsie, mantan istri Bastian yang terlibat masalah hukum, sangat menarik perhatian publik sehingga media pun berlomba-lomba untuk mendapatkan informasi yang paling faktual dan terpercaya.B
“Elsie, katakan saja ada apa…” ucap Agni dengan pasrah. Putrinya itu telah divonis bersalah dalam sidang sebelumnya. Apalagi yang ia harapkan? Sejak kecil putrinya itu memang sulit diberitahu. Selalu saja melakukan segala sesuatu semaunya. Kalau saja putrinya itu selalu mendengarkan perkataannya, mungkin semua kesialan ini tidak akan terjadi! “Sepertinya aku membuat kesalahan…” ucap Elsie pelan sambil menatap bergantian mama dan pengacaranya. “Apa yang kamu lakukan?” tanya Agni. Sementara Chandra hanya bisa menghela nafas menyadari berita buruk yang akan Elsie sampaikan. “Aku—membuat pengakuan beberapa hari yang lalu,” jawabnya dengan gugup. “Apa maksudmu membuat pengakuan—beberapa hari yang lalu?” Agni tidak mengerti. Bagaimana mungkin Elsie membuat pengakuan tanpa ia atau pengacara mengetahuinya? “Bu Elsie, apa yang sudah Anda akui?” Chandra angkat bicara. Mendengar kata “pengakuan”, ia semakin ketar-ketir. Kliennya yang satu ini memang penuh kejutan dan membuat spot jantung
Rumah tahanan wanita. Elsie sedang bersiap-siap di selnya untuk menghadiri sidang dalam kasus penculikan Kanaya. Beberapa jam lagi persidangan itu akan di mulai. Ia tampak tidak bersemangat. Hal ini karena pengakuan yang terpaksa ia lakukan saat Bastian mendatanginya beberapa waktu yang lalu. Mantan suaminya itu mendesaknya untuk mengakui keterlibatannya dalam kasus penculikan itu. Kalau ia tidak melakukannya, Bastian akan memberikan bukti-bukti keterlibatannya dalam kasus yang lebih berat, yaitu keterlibatannya dalam tabrakan yang menewaskan Direktur Alex dan Dokter Tyo serta dua orang lainnya. Dan jika Bastian benar-benar menyerahkan bukti-bukti yang dia miliki, tuntutannya bukan lagi penjara, tetapi nyawanya juga akan menjadi taruhannya. Sebab, 4 nyawa melayang karena kejadian itu. Sedang membenahi penampilannya, tiba-tiba saja ia mendengar seseorang memanggil namanya dengan berbisik. “Elsie! Elsie!” Elsie mengerutkan keningnya. Ia penasaran siapa yang memanggilnya,
Hampir satu jam sudah Indra berada di dalam ruangan operasi. Ia terpaksa harus melakukan tindakan operasi cesar demi keselamatan pasien dan bayi yang dikandungnya. Indra melepas baju terusan operasi serta atribut lainnya sebelum ia berjalan dari ruangan scrub klinik kesuburan miliknya itu. Indra melihat ke kanan dan ke kiri lorong di depan ruangan bersalin tempat ia terakhir bertemu Gita. Namun saat itu, ia tidak melihat gadis itu. Lorong itu tampak sunyi dan sepi, dan hanya ada seorang perawat yang sedang berjalan ke arahnya. “Kamu tahu di mana Gita—perempuan yang datang bersama saya?” tanya Indra pada perawat itu saat mereka berpapasan. “Dia di sana Dok, di ruang bermain anak,” tunjuk perawat itu ke satu arah. Indra hendak mengucapkan terima kasih dan pergi, saat perawat itu lanjut berkata, “Dok, teman Dokter itu tampaknya sangat menyukai anak-anak. Hanya perlu beberapa menit saja untuk dia menenangkan putranya Bu Lia. Padahal kita semua sudah mencoba menenangkannya sebelum
Indra masih tampak ragu.“Sepertinya kakak benar. Gak pa-pa kan Ndra kalau mobilmu diparkir di sini? Toh setelah konser kita kembali lagi ke sini, bagaimana?” Gita juga menyetujui usulan Ardyan. Dan ia berharap Indra mau menyetujuinya.“Baiklah. Kita naik mobilmu saja,” ucap Indra akhirnya menyetujui.Indra pun sebenarnya menyadari jika ide Ardyan itu lebih mudah dan efisien untuk mereka. Hanya saja, ia terbiasa membawa mobilnya sendiri. Terlebih jika ia dibutuhkan segera dalam keadaan emergency.Namun kali ini ia berkompromi demi acara mereka malam ini.“Begitu dong! Nurut sama kakak… kakak ipar maksudnya…” seloroh Ardyan sambil menunjuk dadanya.Ia hanya bercanda saja. Sebab jika ia dan Indra masing-masing menikahi Aliya dan Gita, bukankah ia akan menjadi ipar yang lebih tua untuk Indra?“Wooo… In your dream!” balas Indra dengan canda sambil dengan sengaja menyenggol bahu Ardyan dan berjalan menuju mobil.Mendengar hal itu mereka pun tertawa. Mereka berempat pun berangkat ke Emeral
Sementara itu, di halaman parkir sebuah apartemen di pusat kota, Indra baru saja turun dari mobilnya. Ia baru saja selesai bekerja. Rambutnya masih terlihat basah setelah mandi dan berganti pakaian di klinik miliknya. Indra tampak sudah familiar dengan apartemen itu. Tanpa ragu ia memasuki lift dan naik ke lantai yang ia tuju tanpa ada kendala. Di depan sebuah unit apartemen, Indra merapikan rambut dan pakaiannya sebelum memencet bel di pintu. Tidak lama pintu terbuka, dan ia bertemu Aliya. “Halo Aliya, Gita-nya ada?” Bukan hal aneh bertemu Aliya di sana. Sebab, Gita dan Aliya tinggal di apartemen yang sama. Hanya saja Indra memang jarang bertemu Aliya setiap kali ia bertandang ke apartemen itu. Sebab sebagai seorang reporter, Aliya kerap pergi mencari berita. Aliya tersenyum dan membuka pintu lebih lebar untuknya. “Silahkan masuk, Dr. Indra. Gita ada di dalam.” Indra masuk ke dalam apartemen itu dan duduk dengan sopan, menunggu wanita yang kerap ditemuinya selama beberapa
“Tapi kamu tidak perlu kuatir, Yang. Mereka tidak akan menggunakannya untuk maksud jahat. Percayalah padaku,” ucap Kanaya meyakinkan suaminya itu. “Bagaimana kamu bisa yakin?” tanya Bastian sambil menatap Kanaya dan mengangkat satu alisnya. “Karena aku yang mengatakannya, Sayang…” jawab Kanaya. Ia menjadi gemas oleh sifat pencemburu Bastian, sehingga mencubit hidung mancung suaminya itu dengan gemas. Bastian mengaduh, tetapi ia tidak marah. Ia justru membalasnya dengan menggigit ujung hidung Kanaya dengan sama gemas sebelum menggesekkannya dengan ujung hidungnya sendiri. Mereka berdua tertawa dengan saling menatap. Bastian menghela nafas dan terus menatap lekat kedua mata almond di hadapannya. Menyelami keteduhan yang ia rasakan di sana. Entah bagaimana, ia percaya pada penilaian Kanaya, dan tidak lagi khawatir. “Tunggu apa lagi?” tanya Kanaya tiba-tiba, membuat Bastian mengangkat alisnya tidak mengerti. “Kapan kamu akan menghukumku?” Kanaya bertanya sambil menatap Bastian, s
Kanaya tersenyum dan meletakkan tangannya di punggung tangan Bastian. “Heri. Aku mendapatkannya dari Heri,” aku Kanaya akhirnya “Heri? Heri siapa? Asisten—Reno?” tanya Bastian memastikan. Sesaat ia tampak ragu saat menebaknya. Bastian mengetahui jika dulu Reno memata-matai kehidupan pribadinya, tetapi ia tidak terlalu yakin jika semua foto-foto ini didapat dari Reno. Kanaya mengangguk. Mengakui jika dari asisten pribadi Reno lah ia mendapat semua foto-foto itu. Ia ingat tadi sore saat baru selesai berbelanja bersama Clara, Heri menghubunginya melalui telepon. Dalam perjalanan pulang dari toko lingerie, Kanaya sedang memikirkan apa lagi yang akan dia buat nanti malam untuk “menemani” kejutanyang ia siapkan untuk Bastian. Kanaya ingin membuat waktu yang ia habiskan bersama Bastian menjadi lebih bermakna. Namun kejutan apa lagi yang bisa ia lakukan dengan waktu yang sedikit? Saat itulah Heri menghubunginya. *** flashback*** “Bu Kanaya…” “Ya? apa semua baik-baik saja?” Kanaya m