Semua Bab Desahan yang Didengar Anakku: Bab 21 - Bab 30

117 Bab

Bab 21 Raja Bohong

Langkahku perlahan mendekat ke ruangan meeting, namun bersamaan dengan itu Ibu HRD lewat di depanku. Aku mengakhiri rasa penasaran, memutar balik langkah, kembali ke ruanganku.Hari pertama kerja memang cukup menyibukan, ketika pukul tiga sore, aku sudah mengakhiri pekerjaan dan bersiap akan segera pulang.Aku segera menaiki ojeg online menuju sekolahan Meysa. Aku harus menjemput putriku. Setelah memakan waktu beberapa menit, aku sudah sampai di dekat gerbang sekolah yang sudah sepi. Gegas kubertanya pada Satpam sekolah."Pak, apa Meysa masih ada di sekolah?" tanyaku pada Satpam sekolahan."Sudah dari setengah jam yang lalu, Bu." Satpam menjawab pertanyaanku dengan ramah.Aku menepuk kening. "Ya Tuhan, aku terlambat. Langkah kaki terasa lesu setelah menyadari keterlambatanku.Gegas aku menelepon Meysa. Kebetulan putriku telah kuberikan ponsel untuk komunikasi."Hallo, Mey. Kamu di mana?" Aku segera bertanya saat sambungan telepon terhubung dengan nomor Meysa."Iya, Ma. Maafkan aku. Ak
Baca selengkapnya

Bab 22 Akan Kurebut Kembali

Laura langsung berlalu setelah menjawab pertanyaanku. Ya sudah, aku sudah tahu kalau mantan suamiku memang pandai berakting. Biarlah dia dengan drama kebohongannya, berpura-pura sakit demi mendapat iba. Sementara aku, akan memulai lembaran baru dengan penuh perjuangan sebab semua kembali ke nol.Hari-hari selalu berjalan seperti biasanya. Pergi ke kantor dan antat emput Meysa di sekolah. Hingga di bulan ke 10 setelah perceraian, aku berhasil memiliki rumah yang harus kucicil selama lima belas tahun. Aku pindah ke rumah baru sebab tak mau berlama-lama menyusahkan Gina, meski pun mungkin sahabatku itu tak pernah merasa disusahkan.Sempat sulit melupakan kenangan pahit, tapi setelah sepuluh bulan berlalu, aku mulai menata diri melupakan semua kisah pilu pengkhianatan mantan suami dengan mantan pembantu."Selamat ya, Tar. Semoga betah di rumah baru ini." Gina terlihat turut bahagia atas rumah baruku."Iya, Tar. Aku juga turut senang." Bastian menimpali."Kalian sahabat baikku."Tak bisa m
Baca selengkapnya

Bab 23 Tiba-tiba

Gegas kumengikuti langkah beberapa petugas medis yang masuk ke ruangan Dani. Di ruangan itu, Dani tengah dilakukan pertolongan. Napasnya terlihat seperti sesak. Dani seperti kesulitan bernapas.Sementara Santi yang duduk di samping Dani terlihat menangis sambil menggenggam pergelangan tangan Dani. Wanita itu memang sudah tak malu-malu sebab dia telah menjadi istri DaniCukup lama petugas medis melakukan bantuan pernapasan pada Dani. Aku turut sendu melihat keadaan mantan suamiku yang kesakitan. Tapi rasa sakit di dalam hatiku, melebihi sakit yang kini Dani rasakan."Ma, kasian sekali Papa." Meysa memeluk tubuhku tampak sendu dengan keadaan papanya. Aku hanya bergeming menyaksikan kesakitan Dani saat ini. Aku tak bisa berkomentar, bahkan sekedar memberi semangat pun terasa berat kusampaikan."Tenang, Mey. Papa kamu akan baik-baik saja." Hanya mampu menenangkan perasaan Mesya yang kini berada dalam dekapanku.Puluhan menit telah berlalu, suara isak tangis yang keluar dari mulut Santi se
Baca selengkapnya

Bab 24 Hari Yang Menyebalkan

"Apa!" Bastian menoleh padaku. "Benarkah itu, Tar?""Ya enggak, Bas. Mana mungkin!" bantahku dengan tegas."Bohong!" Wanita di depanku masih bersi kukuh dengan tuduhannya. Ia langsung memainkan layar ponselnya. "Lihat ini!" Disodorkannya layar ponsel ke hadapanku dan Bastian.Pada layar ponsel wanita itu, diputarnya rekaman video semalam ketika pria tetanggaku datang dan memberikan hadiah padaku."Ini bisa saya jelaskan," bantahku segera."Jelaskan sekarang! Untuk apa suami saya datang ke sini malam-malam?! Barang apa yang suami saya berikan semalam?!" Wanita di depanku itu nampak semakin terbakar emosi."Saya tidak tahu tujuan suami Anda!" Aku segera mengambil barang berupa tas branded pemberian tetanggaku semalam. "Suami Anda memberikan barang ini dengan dalih salam perkenalan tetangga. Ambil barang ini kembali, karena saya tidak butuh. Satu hal lagi, jangan main tampar sembarangan ya, karena saya tidak terima ini. Silahkan pergi dari rumah saya sebelum saya berubah pikiran." Aku se
Baca selengkapnya

Bab 25 Ibu Presdir Yang Menyeramkan

Ketiga wanita itu telah berlalu dari ruanganku. Lututku bergetar lemas. Resah rasanya dengan keputusan penguasa di kantor ini.Aku mengusap kening yang tiba-tiba berkeringat, padahal di ruanganku terdapat mesin pendingin."Mba Tari, kenapa? Kok melamun di ambang pintu begini?" Salah seorang karyawan yang kebetulan lewat di depanku bertanya sekedar menyapa."Tiba-tiba saja Ibu Presdir beserta asisten dan sekertarisnya mendatangi ruangan saya. Beliau marah ketika mendapati saya bermain ponsel saat jam kerja. Saya khilaf, saya memang salah," sesalku seiring hembusan napas yang lesu dari dalam dada."Setiap ruangan di kantor ini memiliki kamera pemantau, Mba. Apa pun yang tengah kita lakukan selalu dipantau CCTV. Jadi, saya tak heran ketika terjadi blusukan seperti itu," balas wanita itu. Dia kemudian mengusap bahuku. "Saya do'akan semoga Mba Tari bernasib baik hari ini."Wanita itu kembali pergi. Mungkin karena jam kerja membuatnya tak bisa berlama-lama bicara denganku.Aku kembali resah
Baca selengkapnya

Bab 26 Ada Yang Aneh

Bastian langsung berdiri. wajahnya masih dalam keadaan tercengang."Bas..." Setengah berbisik aku memanggil Bastian yang masih membatu dalam keterkejutan.Sementara dengan raut wajah Bu Yunita, tatapannya begitu tajam ke arahku dan Bastian. "Ikut sekarang!" Pergelangan tangan Bastian ditarik wanita itu."Aku jelaskan nanti ya," desis Bastian padaku sebelum langkahnya menjauhiku bersama Bu Yunita.Aku tercengang sendirian. Ada apa dengan Bastian? Dia tak terlihat ketakutan, tapi kedatangan Bu Yunita seakan membungkam mulutnya.Aku kembali terduduk lesu menatap sisa-sisa makanan di atas meja. Jam makan siang hampir usai, aku melambaikan tangan memanggil pelayan restaurant kemudian meminta catatan pembayarannya.Total yang harus dibayar bernilai satu juta membuat bola mataku terbelalak. Harusnya aku tak heran, sebab harga itu memang sudah biasa. Namun di dalam dompet hanya tersisa lima lembar uang kertas berwarna merah, masih kurang lima lembar lagi Aku menelan saliva resah. 'Bagaimana
Baca selengkapnya

Bab 27 Bertamu Ke Rumah Mantan

Aku dan Meysa mematung tercengang dari balik pintu dapur rumah Dani. Aku menarik pelan pergelangan tangan Meysa untuk kembali ke teras depan."Mey, apa kamu yakin ingin tetap bertemu Papa? Sepertinya waktunya kurang pas," tanyaku pada Meysa untuk sekedar memastikan. Aku hanya ragu untuk bertamu malam ini."Kita sudah sampai, Ma. Sayang sekali kalau tak jadi jenguk Papa. Aku tetap ingin bertemu dengan Papa," rengek Mesya layaknya anak kecil pada umumnya.Aku memperbaiki napas kemudian menganggukan kepala. Mana bisa menolak permintaan Meysa. Gegas kutekan bell yang menempel di dinding dekat pintu sebanyak tiga kali, setelah itu menunggu sang pemilik rumah keluar."Mau ngapain ke sini malam-malam?" Santi langsung menyambut kedatangan kami dengan pertanyaan ketika pintu telah dibuka, bola matanya menatap nyalang wajahku dan Meysa secara bergantian.Aku menelaah pakaian Santi berbanding jauh dari sebelumnya, ia memakai daster kumel dan rambut yang digelung ke belakang."Aku mau ketemu deng
Baca selengkapnya

Bab 28 Kejutan Dari Bastian

Aku segera berlari menuju ruang makan. Aku harus memastikan keadaan putriku. Ternyata mereka telah berpindah ke ruang keluarga. Di atas lantai ruang keluarga, nampak pecahan beling berserakan. Wajah Dani nampak marah. Pun dengan Santi.Segera kuraih pergelangan tangan Meysa, kutarik pelan dia kepangkuanku. Kutelaah seluruh tubuh putriku guna memastikan dia baik-baik saja."Kamu tidak kenapa-kenapa 'kan?" tanyaku pada Meysa.Bibir Meysa bergetar. "Aku baik-baik saja, Ma," jawabnya seraya melirik cemas pada papanya.Kupeluk Meysa kemudian pamit pada Dani dan Santi. "Kami permisi pulang."Tak ada jawaban apa pun dari mereka berdua. Aku tak perduli dengan masalah mereka yang menyebabkan pecahan beling berserakan di atas lantai.Langkah kaki ini telah sampai di depan rumah. Pesanan taksi online pun tiba pada waktunya. Aku dan Meysa segera masuk. Kami harus segera pulang. "Jalan, Pak."Setelah di dalam taksi online. "Mey, apa yang terjadi denganmu? Kenapa kamu ketakutan?" Aku mengusap kedua
Baca selengkapnya

Bab 29 Kupikir Hanya Karyawan, Ternyata...

Tanpa sadar aku telah memeluk Bastian karena terharu. "Maaf, Bas." Aku tersipu malu dan segera melepaskan pelukan."Tidak apa-apa, Tar. Aku merasa sangat bahagia saat kamu bahagia. Satu hal yang harus kamu tahu, kita adalah sahabat. Seorang sahabat akan selalu saling membantu, saling melindungi tanpa saling berhutang," kata Bastian terdengar lembut di telinga."Kamu sahabat baikku, Bas." Aliran napas di dalam dada, kini terasa lancar. "Katakan padaku, Bas. Dari mana kamu dapat uang sebanyak ini? Saham di perushaaan ini bukan seharga tahu bulat. Semudah itukah kamu membelinya?" Aku melayangkan tatapan nanar, penuh tanda tanya pada Bastian.Sejenak Bastian membisu, hingga akhirnya dia kembali bersuara. "Bu Yunita yang mendanai," jawabnya."Apa! Bu Yunita?" Aku merasa aneh. "Apa iya Bu Yunita yang tegas itu bisa dengan mudah percaya padamu, Bas," imbuhku ragu."Sangat mudah, Tar." Bastian dengan entengnya."Kamu bergurau, Bas." Aku kembali ke tempat dudukku."Bu Yunita selalu percaya pad
Baca selengkapnya

Bab 30 Dibilang Janda Gatal

"Katanya dia gak bisa makan malam sama aku, sebab sedang makan bersama mama dan calon istrinya." Gina bercerita dengan raut wajah sendu. Bola matanya masih berkaca-kaca, seperti ada kesedihan yang tengah dibendungnya.Aku sedikit mengernyitkan dahi. Seharian kemarin sampai menjelang malam tiba, Bastian terus bersamaku. Lalu, mengapa Bastian berbohong pada Gina? "Memangnya Bastian sudah punya calon istri?" tanyaku pada Gina.Namun Gina segera menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu, Tar. Selama ini yang aku tahu, Bastian tak punya kekasih. Tapi jawaban kemarin sore serasa menusuk ulu hati," jawabnya.Lalu, siapa calon istri yang Bastian maksud? Aku rasa Bastian tengah berbohong pada Gina."Kamu menyukai Bastian?" Tatapanku menelaah pada Gina. Seketika sahabatku itu menurunkan tatapan sendunya. "Gin, jujurlah. Aku bisa merasakan kalau kamu menyukai Bastian," imbuhku.Tanpa ragu, Gina menganggukan kepala. "Sudah lama aku menyukai Bastian. Tapi dia seakan tak menyadari perasaanku. Dia sel
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status