Semua Bab Desahan yang Didengar Anakku: Bab 41 - Bab 50

117 Bab

Bab 41 Kecelakaan

Kejadian pembunuhan Bobi membuat waktuku banyak tersita. Setiap hari, aku harus bolak-balik ke kantor polisi untuk melengkapi data.Menyesal? Tentu saja. Aku tak akan mengulangi hal bodoh ini.Hidup jujur memang selalu menenangkan. Dimana pun dan dalam keadaan apa pun.Hingga akhirnya aku berhasil melewati proses itu. Ketukan hakim pada persidangan kematian Bobi telah mendapat keputusan. Hasil akhir, tetanggaku terbukti dibunuh oleh kekasih sesama jenisnya. Pelakunya bahkan telah tertangkap dan masuk ke dalam sel jeruji besi."Gak lagi-lagi deh berurusan dengan masalah seperti ini." Aku menggerutu sendirian.Hari ini aku kembali memulai pekerjaan di kantor setelah tertunda dalam beberapa hari. Perusahaan Haryanto mulai bangkit dan berkembang. Ini semua atas jasa Bastian. Tanpanya, perusahaan peninggalan orang tuaku belum tentu bisa kugenggam kembali.Triiing triiing!Ponselku berdering, pertanda ada panggilan telepon masuk. Gegas kulirik layar benda pipih itu. Rupanya Gina yang menele
Baca selengkapnya

Bab 42 Kritis

Ya Tuhan, hancur rasanya hatiku melihat beberapa alat medis terpasang di tubuh Bastian.Pria yang selalu menolongku itu, akhirnya terbaring kritis masuk ruang ICU. Aku duduk di sampingnya, memakai pakaian steril. Tanganku bergetar, memegang tangan Bastian yang tak merespon.Air mataku tak mau berhenti ketika menatap Bastian. Kondisinya masih lemah, masih tak merespon."Bas, maafkan aku. Kamu harus kuat. Kamu harus berjuang," lirihku berbisik di dekat telinga Bastian."Bas, bangunlah. Aku tak mau kehilanganmu, Bas. Aku sadar, aku mencintaimu," imbuhku kemudian. Kalimat itu keluar dengan sendirinya. Bersamaan dengan itu, air mata terus saja mengalir deras, tak mau surut.Aku menggenggam tangan Bastian, berhatap pria di dekatku akan membuka mata. Telah kusadari, kalau di dalam hati teramat takut kehilangan Bastian."Bas.... Bangunlah. Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Aku janji gak akan mempermainkan perasaanmu," lirihku lagi.Namun, suaraku seakan tak didengar Bastian. Bas tetap saja ti
Baca selengkapnya

Bab 43 Inikah Cinta?

Tak lama, aku merasa sesuatu membelai rambutku. Aku terkejut."Bas!" Aku mendongak. Sebelah tangan Bastian telah membelai rambutku. Mataku seketika basah dan berkaca-kaca melihat Bastian terbangun dan menatapku."Tari." Suara Bastian bergetar ketika memanggilku.Sementara itu, bulir bening dari sudut mataku menetes haru. "Akhirnya kamu bangun, Bas," desisku.Bastian masih menatapku, berkaca-kaca. Terlihat sendu. Tangannya meraih tanganku lalu dibelainya lembut."Tar, aku hampir kehilanganmu," bisiknya. Suara Bastian terdengar bergetar. Ia semakin mempererat genggamannya."Tidak, Bas. Tidak akan," balasku seraya membalas genggamannya.Bastian memejamkan mata cukup lama, kemudian kembali menatapku. "Aku pikir aku sudah mati.""Jangan bicara seperti itu, Bas." Aku meluruskan jari telunjuk di depan bibirnya.Bastian pun kembali diam seraya menatapku. Dia masih lemah. Suaranya pun berbisik lemah."Istirahat dulu ya. Jangan banyak bicara yang tidak-tidak. Aku ada di sini. Akan selalu ada d
Baca selengkapnya

Bab 44 Dilamar

Aku tak bisa menjawab pertanyaan Bu Yunita. Aku masih terduduk dan memilih diam sambil memotong buah yang aku beli tadi."Mama rasa, Gina terlihat marah sama kamu. Gina wanita yang baik dan sopan, Bas. Kamu jangan mengecewakannya," kata Bu Yunita pada Bastian."Tidak ada apa-apa, Ma. Itu hanyalah perasaan Mama saja. Aku dan Gina tidak ada masalah," bantah Bastian.***Hari ke empat di ruang rawat inap VVIV. Hari ke empat pula aku menemani Bastian dan tak pulang ke rumah. Meski sejujurnya sangat mengkhawatirkan Meysa di rumah.Ketika pukul delapan pagi, aku menyingkap gorden ruangan. Mentari sudah mulai naik, hingga sinarnya menembus kaca dan memberikan kehangatan ke dalam ruangan."Hari ini, Pak Bastian sudah diperbolehkan pulang," kata Dokter usai memeriksa keadaan Bastian pada pukul sepuluh siang.Mendengar itu, seketika aku menyeringai senang. Aku segera menyiapkan perlengkapan untuk dibawa pulang. Bagai hendak pulang liburan, kami berdua nampak antusias."Tar, makasi ya. Kamu suda
Baca selengkapnya

Bab 45 Pesta

Hari-hari mendebarkan itu berlalu begitu cepat. Tak pernah kusangka kalau Bastian akan menerimaku yang hanyalah seorang janda satu anak. Hujan dan badai yang pernah mampir di hidupku, kini telah berlalu dan berganti menjadi pelangi yang indah. Hingga waktu pernikahanku dengan Bastian tinggal menghitung hari.Suatu hari ketika aku selesai membuat makanan untuk Meysa, bell di depan rumah terdengar berbunyi. Aku segera mematikan kompor kemudian bergegas menuju pintu utama."Mey, makanan sudah siap. Kamu makan sendiri dulu ya. Mama mau buka pintu dulu. Sepertinya ada tamu," ucapku pada Meysa yang tengah asik menonton acara televisi. Kebetulan hari ini libur sekolah, jadi aku selalu melewatkan hari libur dengan berdua saja bersama putriku.Bell di depan rumah kembali berbunyi untuk yang kedua kalinya, aku segera melanjutkan langkah untuk membuka pintu.Betapa terkejutnya bola mata ini tatkala melihat tamu di depan rumahku."Gina!"Aku terkejut dengan kedatangan Gina. Dia berdiri sambil men
Baca selengkapnya

Bab 46 Rupanya Aku Telah Mabuk Berat

Namun, tiba-tiba kepalaku terasa pusing dan pandangan sedikit memudar.Orang-orang di sekelilingku terasa berbalik. Tubuh ini terasa sulit dikendalikan."Tari, kamu gak apa-apa 'kan?" Sayup-sayup kudengar suara Gina bertanya ketika tubuhku sudah terkulai di sebuah benda yang empuk. Aku rasa aku terduduk di atas sofa. Aku mengedarkan pandangan guna mencari Gina. Namun, pandangan yang memudar membuatku kesulitan menangkap keberadaan Gina. Ditambah dengan alunan musik disko yang terdengar menggelegar, membuat bising isi telingaku."Kapalaku pusing," rintihku pada siapa saja yang mendengar suaraku."Minumlah, Tar. Agar kamu lekas membaik." Suara Gina lagi kudengar.Kemudian, segelas air berwarna merah di depanku terlihat diminumkan seseorang ke dalam mulut. Aku meneguknya dengan terpaksa karena kesulitan mengontol diri. Sepertinya aku telah meneguk air itu berkali-kali hingga aku kehilangan akal pada diriku sendiri.***"Ma, bangunlah. Ini sudah siang."Sayup-sayup terdengar suara anak k
Baca selengkapnya

Bab 47 Batalnya Rencana Pernikahan

Gegas aku mendekat pada Bu Yunita, berniat meraih telapak tangannya untuk bersalaman, namun calon mertua langsung menghempaskannya. Ada apa ini?"Duduk!" titahnya bernada tinggi. Bu Yunita menghindar dariku. Ia duduk di kursi utama di ruangan itu.Sementara aku yang merasa tersentak, berusaha tetap tenang dan duduk d kursi yang berseberangan dengannya."Bastian di mana, Bu?" Aku bertanya seraya menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari calon suamiku yang belum juga menampakan diri."Untuk apa lagi kamu mencari anak saya? Bastian tidak pantas memiliki istri tukang mabuk dan tukang selingkuh seperti kamu!"Bak tersambar petir di siang bolong, seketika hatiku terasa remuk dan hancur mendengar ucapan Bu Yunita. Apa Bu Yunita mengetahui kejadian semalam?"Kok Ibu bicara seperti itu?" Suara bergetarku memberanikan diri bertanya.Bu Yunita nampak tersenyum mengejek kepadaku. "Kamu pikir telapak tangan siapa yang membekas di pipimu?" sentaknya terdengar menyindir.Sontak aku mengusap pipiku yang
Baca selengkapnya

Bab 48 Hancurnya Hati

"Siapa pria yang semalam berani mencumbuku?! Aku mabuk, tak ada siapa pun di dekatku, kecuali pria yang tak kukenal. Aku bahkan tak menyadari itu, sampai akhirnya Bu Yunita yang memberitahuku." Kuungkap semua kekecewaan pada Gina. "Apa maksud semua ini, Gina?!" tanyaku seraya melayangkan nanar pada Gina sahabatku. Ini adalah kali pertama aku merasa kecewa padanya."Aku gak tahu, Tar. Sama halnya dengamu, aku juga dalam mabuk berat. Aku pun tak tahu siapa yang mengantarku semalam. Sungguh, Tar. Aku gak tahu kalau kita akan sama-sama mabuk. Apa jangan-jangan ada yang menjebak kita?" Wajah Gina nampak tak bersalah.Apa memang dia tak tahu apa-apa? Aku mengatur napas yang masih tersengal di tenggorokan."Maafkan aku, Tari. Aku tidak tahu apa-apa." Gina kembali bersuara seraya menampilkan wajah yang bersungguh-sungguh.Aku kebingungan. Kututup wajah ini dengan kedua telapak tangan seraya mengatur napas berkali-kali. Masalahku dengan Gina sudah selesai, tapi kini malah datang masalah yang l
Baca selengkapnya

Bab 49 Siapa Wanita Penggantiku?

"Sepertinya aku mengenal rambut dan postur tubuh wanita itu." Poto calon pengantin wanita penggantiku tak manampakan wajahnya. Tapi aku seperti mengenal postur tubuh dan fashion yang dikenakan dalam poto bersama Bastian di sosial media.Kulihat kolom komentar pada postingan di sosial media itu. Ada ratusan akun yang membanjiri kolom komentar. Di dalamnya bahkan banyak menyinyir dan mencatut namaku.[Oh jadi, pengantin wanitanya diganti ya. Bukan Lestari lagi?][Lebih cocok sama yang ini sih. Sama-sama lajang 'kan ya. Dari sama yang kemarin, ketuaan, mana janda pula.][Sudah gak sabar nunggu besok lusa. Pengen cepat-cepat datang ke acara pesta termegah seabad ini.]Masih banyak lagi komentar yang menyayat hatiku. Gegas kuakhiri membaca komentar itu. Segera kututup layar ponselku. Napasku selalu terasa sesak ketika sadar akan kenyataan pahit ini. Aku mengatur hembusan napas dari dalam dada. Aku tak boleh mati karena cinta, sebab Meysa masih membutuhkanku.Tapi tunggu! Aku sangat penasa
Baca selengkapnya

Bab 50 Status Whatsup Sahabatku

Gina yang tengah membereskan belanjaannya, nampak terkesiap melihat kedatanganku."Tari!"Gina segera mendekatiku yang masih berdiri di ambang pintu rumahnya. Sepertinya aku harus berpura-pura tak tahu apa-apa guna menguji kejujurannya."Kamu kapan datang, Tar?" Gina menyapaku seraya memelukku. Mungkin menyambut kedatanganku. Wajahku terlihat gugup, seolah tengah berhadapan dengan polisi."Aku baru saja tiba, Gin. Aku ingin menjenguk kamu. Bagaimana keadaan kamu? Apa masih sakit?" balasku sekedar basa-basi."A-aku emm aku sudah membaik," jawab Gina gugup. "Duduklah, Tari. Maaf ya berantakan," imbuhnya mempersihlahkan aku masuk dan duduk di sofa yang berada di ruang tamu."Kamu baru selesai belanja ya?" tanyaku lagi masih basa-basi setelah aku duduk sambil menelaah belanjaan Gina.Tampak Gina langsung membawa belanjaannya ke dalam kamarnya. Ia tak membiarkan aku melihat apa yang telah dibelinya bersama Bastian tadi."Aku menyuruh orang lain belanjan bulanan, Tar. Baru saja belanjaan ti
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
12
DMCA.com Protection Status