Home / Pernikahan / Desahan yang Didengar Anakku / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Desahan yang Didengar Anakku: Chapter 61 - Chapter 70

117 Chapters

Bab 61 Kritis

Masih POV Author"Jaga ucapan kamu, Bas! Tolong jangan gegabah seperti ini." Bu Yunita nampak tak setuju dengan niat putranya."Keputusanku tak bisa diganggu gugat, Ma. Aku sudah tahu kebusukan Gina. Dia yang telah membuat pernikahanku dengan Tari batal." Suara Bastian terdengar lantang terdengar di telinga Gina.Gina masih saja berdiri di balik dinding dengan lutut yang terasa semakin lemas hingga akhirnya ia menyerah kemudian berlari ke ruangan belakang."Apa hubungannya dengan Gina, Bas. Bukankah dia yang telah menolongmu. Mengapa kamu malah berprasangka buruk seperti itu." Bu Yunita masih tak paham maksud dari ucapan Bastian."Aku sudah tahu semuanya, Ma. Tari tak bersalah. Aku telah bertemu Tari, dia telah membuktikannya padaku. Semua ini salah Gina," tekan Bastian."Bisa-bisanya kamu bertemu dengan Tari setelah apa yang diperbuatnya pada keluarga kita," tanggapan Bu Yunita tampak marah. "Jangan percaya ucapan wanita murahan itu. Dia pasti tengah berusaha mendapatkan hatimu lagi,
Read more

Bab 62 meninggal?

Kembali ke POV 1 LestariSemalaman tadi aku tak bisa tidur. Pikiranku terganggu dengan ucapan Bastian kemarin sore.Di sebuah kursi kayu yang berada di pojok jendela ruang makan, aku duduk di sana sambil menatap ke arah luar jendela. Saat ini mentari baru menampakan sinarnya di ufuk timur. Aku membiarkan Meysa sarapan bersama Mba Sari, sementara aku memilih diam karena tak nafsu makan."Ma, kenapa gak sarapan?" Meysa menaruh tangannya di bahuku, membuatku segera menoleh."Mama belum lapar, Mey. Kamu sarapan duluan saja ya," balasku dengan lembut."Tak biasanya Mama seperti ini. Bukannya Mama harus pergi ke kantor?" Meysa tampak mencemaskanku."Sepertinya Mama akan sarapan di kantor saja, Mey. Kamu sudah selesai sarapannya?" Aku memastikan.Meysa mengangguk. "Sudah, Ma. Aku akan ambil tas dulu di kamar."Putrku mengukir senyuman manis. Senyuman Meysa bahkan selalu terasa menenangkan jiwaku. Aku menarik napas cukup panjang kemudian mengeluarkannya dengan perlahan. Aku beranjak dari tem
Read more

Bab 63 Ada Yang Menusuk Hati

Gegas aku menoleh. "Mba Surti!" Akhirnya aku bertemu pembantu Bastian. Aku akan bertanya padanya"Non Tari, sedang apa di sini?" Surti langsung bertanya padaku."Saya ingin melihat Gina, Mba. Saya ingin minta maaf padanya." Air mataku akhirnya merembes."Non Gina belum sadar, Non," balas Surti nampak sendu."Saya tahu, Mba. Saya turut berduka cita," ucapku masih dengan bola mata yang basah oleh air mata.Namun kulihat Surti malah mengernyitkan dahinya. Dia menatapku keheranan. "Kok berduka cita, Non?" Pertanyaannya terdengar aneh."Ya saya turut berduka, Mba. Gina sahabat dekat saya. Saya sangat berduka mendengar Gina meninggal," terangku kali ini sambil mengusap air mata.Namun lagi-lagi Surti membatu, masih menatapku keheranan. "Meninggal?" Dia malah berbalik tanya."Iya, Mba Surti. Memangnya kamu belum tahu?" Surti menggelengkan kepalanya. "Tidak meninggal, Non Tari. Non Gina masih hidup kok. Hanya saja belum sadar usai operasi semalam," jelasnya.Aku tercengang mendengarnya. "Lal
Read more

Bab 64 Di Bawah Rintik Hujan

Hingga akhirnya Bu Yunita membuat keputusan. "Bas, katakan sesuatu pada Gina, untuk menghentikan tangisannya," titahnya pada Bastian. "Cepat, Bas!" Namun Bastian malah terlihat mematung, belum menuruti perintah ibunya. Hal itu seketika membuat tangisan Gina semakin histeris."Tuh 'kan, Mama. Lihatlah Bastian ingin meninggalkanku," lirih Gina lagi."Tidak, Gina. Bas tak akan meninggalkan kamu." Bu Yunita tampak membelai rambut Gina.Wanita paruh baya itu kemudian menoleh pada putranya. "Bas!" panggilnya lagi terdengar sebagai sebuah penekanan.Hingga akhirnya pria di sampingku itu nampak mengangguk terpaksa. "Iya, Ma. Aku tak akan meninggalkan Gina," ucap Bastian terdengar berat.Saat ini hatiku penuh dengan perasaan senang sekaligus sedih. Aku merasa senang karena akhirnya Bastian mampu meredakan tangisan hisreris Gina. Sahabatku itu melebarkan kedua tangannya kemudian langsung memeluk Bastian yang mendekat padanya.Sementara sedihnya, karena Bastian tak akan pernah menjadi milikku s
Read more

Bab 65 Dihina

Bastian melewati waktu beberapa menit untuk mengganti ban mobilku. Dibawah payung yang kupasang di atas kepalanya, Bastian akhirnya selesai mengganti ban. Dia membereskan kembali benda bulat itu ke dalam bagasi. Kami berdiri saling berhadapan sambil berlindung di bawah payung berwarna biru."Terima kasih atas pertolonganmu, Bas," ucapku seraya menurunkan tatapan, menghindari tatapan Bastian padaku."Sama-sama. Aku harap, kamu masih bersedia melibatkan aku setiap kali butuh pertolongan," balasnya dengan nada suara yang terdengar sangat lembut."Tidak perlu, Bas. Aku tak bisa melibatkan kamu. Sekali lagi, terima kasih banyak." Setelah itu aku membalikan badan, hendak meninggalkan Bastian di tengah-tengah hujan yang terasa semakin deras.Namun seketika langkahku tertahan ketika sebelah tanganku digenggam dari belakang.Aku menoleh. Dan ternyata Bastian yang menahan langkahku."Apa lagi, Bas?" Kulepaskan genggaman tangannya. Bukan apa-apa, sebab dia bukan lagi milikku."Apa kamu akan mem
Read more

Bab 66 Sedihku Juga Kesedihannya

"Tidak, Gin. Tidak seperti apa yang kamu pikirkan," bantahku segera."Tak usah membantah, Tari. Aku melihat langsung kemarin. Bahkan yang lebih menyakitkan hatiku, saat Bastian berbohong mengenai payung butut itu." Rahang Gina nampak mengeras. "Aku benci dengan kebusukanmu, Tari. Aku benci sandiwaramu," imbuhnya kemudian meluruskan jari telunjuknya ke depan wajahku. "Jangan pernah berusaha merebut Bastian dariku. Jika kamu melakukan itu, aku akan membuat perhitungan denganmu," ancamnya.Aura pada wajah Gina berselimutkan ambisi dan kemurkan. Aku sudah tak mengenal sahabatku itu. Gina yang dulu seolah telah hilang ditelan bumi, bergantikan dengan Gina yang penuh angkara murka.Setelah puas dengan kemurkaan dan ancamannya padaku, Gina kemudian pergi dengan kendaraan roda empatnya tanpa basa-basi.Sementara aku yang masih mematung di depan rumah, segera mengusap dada. 'Setega itukah Gina padaku?' gumamku dalam hati seakan masih tak percaya dengan semuanya. Dulu dia pernah menyelamatkan
Read more

Bab 67 Difitnah Lagi

"Mey, jangan nangis dong."Pagi ini, isi hati tak sama dengan cerahnya mentari yang menghiasi bumi. Isi jiwa terasa mengabu dan berlimut badai. Tapi aku berusaha terlihat tegar di hadapan Meysa.Setelah meyakinkan Meysa bahwa aku baik-baik saja, aktivitas kumulai sebagai mana biasanya. Mengantarkan Meysa ke sekolah kemudian pergi ke kantor.Sebenarnya kondisi perusahaan saat ini sedang maju, tapi entah kenapa hati ini terasa kian mengabu.Ketika jam istirahat tiba dan orang-orang bersiap dengan makan siang. Aku pun memilih makan siang di sebuah kafe terdekat dari kantor."Eh tahu gak, ternyata Bu Tari pelakor loh!"Telingaku mendengar suara seseorang berbicara di kursi belakangku—kursi yang sebelumnya kosong."Masa sih?""Padahal kelihatannya Bu Tari wanita baik ya.""Kalau gak percaya, kamu bisa lihat di sosial media. Ramai banget pada ngomongin Bu Tari. Katanya memang benar pelakor."Telingaku terasa panas mendengar perbincangan suara wanita di belakangku. Aku menoleh pada dua wanit
Read more

Bab 68 Bermuka Dua

Bu Yunita nampak menyipitkan kelopak matanya. "Sayangnya saya gak akan termakan omong kosong kamu. Pergilah dan jangan temui anak saya. Jangan ganggu Bastian!" Bu Yunita mengusirku lagi.Aku sampai menghela napas lesu. "Bagaimana saya bisa membuktikan apa-apa kalau Ibu tak memberikan kesempatan pada saya," tuturku."Gina sudah membuktikan lebih dahulu. Saya lebih percaya pada menantu saya dari pada kamu. Pergi sekarang juga, sebelum saya meminta satpam mengusirmu," sinisnya. Bu Yunita nampak geram padaku. Entah bukti apa yang telah diberikan Gina pada ibunya Bastian, sampai-sampai Beliau begitu enggan memberi waktu padaku.Dengan terpaksa aku harus kembali ke mobil dengan tangan kosong. Pedih rasanya hati ini. Deretan fitnah yang Gina buat telah membuatku terjerembap dalam kubangan lumpur hitam, sehingga siapapun yang melihatku menjadi jijik.Aku masih diam di dalam mobil. Tubuhku terasa lemas sehingga malas mengemudikan kendaraan. Bersamaan dengan itu kulihat seorang pria berjas hit
Read more

Bab 69 Terusir

"Apa yang tengah kalian lakukan pada menantuku?!" Bu Yunita berdiri di ambang pintu, memasang wajah marah ketika melihat Gina tengah menangis tersedu-sedu.Yang kukhawatirkan nyatanya muncul juga. Napas ini seketika lesu ketika melihat Bu Yunita berjalan dengan cepat mendekati Gina dan memeluknya."Siapa yang membuat kamu menangis, Gin?" Bu Yunita bertanya pada Gina ketika masih memeluknya."Lestari, Ma," jawab Gina dengan cepat.Aku pun terkejut mendengarnya. Sampai-sampai kelopak mataku seakan lupa untuk berkedip."Sudah Mama duga." Bu Yunita melirik sinis padaku."Tidak ada yang menyakiti Gina, Ma." Bastian langsung bersuara. Terdengar hendak membelaku."Sudah, Bas. Mama sudah bisa menebak. Kamu tak perlu repot-repot membela Tari di depan Mama dan Gina," sentak Bu Yunita yang seketika membungkam mulut Bastian."Tari, saya rasa kamu cukup tak tahu malu ya. Padahal sudah saya usir, masih saja memaksa bertemu Bastian. Aneh ya. Gak punya muka apa? Atau muka tembok." Bak senapan yang m
Read more

Bab 70 Kepedihan Yang Bertubi-tubi

"Mulai hari ini, perusahaan Haryanto telah saya ambil alih. Telah sah menurut hukum. Semua berkas telah memenuhi syarat sebab saya yang memiliki saham paling besar di sini. Saya bebas mengeluarkan siapa pun dari perusahaan ini, termasuk kamu!"Bu Yunita berbicara dengan tegas kepadaku dihadapan beberapa karyawan yang baru saja tiba di kantor."Bu Yunita, tolong jangan main-main. Saya sudah lelah dengan semua ini," pintaku dengan sopan. Kedua tanganku ditautkan, memohon pada wanita paruh baya di depanku untuk mengakhiri semuanya.Namun Bu Yunita nampak menajamkan pandangannya. "Jadi kamu pikir saya main-main?"Bu Yunita kemudian melebarkan selembar kertas di tangannya. Diperlihatkan isi tulisan pada kertas itu padaku."Lihat isi tulisan ini. Setelah paham, silahkan bawa barang-barang kamu, kemudian pergi dari kantor saya," lanjut Bu Yunita dengan tegas.Air mata yang sedari tadi terbendung di sudut mataku seketika tumpah di pipi. Semua karyawan yang baru datang dan turut berjajar di de
Read more
PREV
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status