Semua Bab Desahan yang Didengar Anakku: Bab 81 - Bab 90

117 Bab

Bab 81 Pria Berondong Lagi

"Ada sesuatu yang telah mengganjal di hati. Saya seperti mendapat penerangan tentang penyebab kepergian Meysa. Meysa sepertinya telah dibunuh seseorang," jelasku. Bersamaan dengan itu, air mata kembali luruh di pipi."Apa! Siapa yang melakukan itu pada Meysa, Bu?"Mba Sari dan Santi nampak di terkejut. Mereka langsung bertanya padaku."Saya belum bisa memastikan. Saya masih harus mengumpulkan bukti," jawabku lesu."Bisakah saya membantu, Bu?" Santi mengajukan diri."Sepertinya ini terlalu sulit," kataku ragu."Saya akan berusaha, Bu. Katakan saja apa yang harus saya lakukan," balas Santi lagi.Aku memikirkan itu. Belum bisa memutuskan apa yang harus Santi lakukan kalau membantuku nanti. Sementara aku pun masih kesulitan mendapatkan bukti-bukti yang jelas.Perbincangan siang itu tak dilanjut. Aktivitas kami lalui sebagaimana biasanya. Sibuk di dapur merupakan rutinitas yang kini sudah biasa aku lakukan."Bu, sepertinya saya mendengar suara ponsel ibu berdering di kamar," lapor Mba Sari
Baca selengkapnya

Bab 82 Ada Apa Ini?

"Tidak mau!" Wanita paruh baya itu membalas dengan tegas kepadaku."Ini sudah malam, Bu. Saya antar pulang ya. Saya hanya khawatir dengan kesehatan Ibu," rayuku lagi.Aku memohon dengan sangat pada Bu Yunita agar mau diantar pulang. Cukup lama Bu Yunita berpikir sambil sesekali melirik sinis kepadaku. Namun akhirnya usahaku tidak sia-sia. Setengah jam merayu Bu Yunita, kini aku berhasil meluluhkan hatinya. Bu Yunita akhirnya bersedia diantar pulang olehku.Ibunya Bastian kini telah duduk di kursi sebelahku di dalam mobil. Aku pun segera melajukan kembali kendaraan roda empatku menuju kediaman Bu Yunita."Mama! Kenapa? Apa yang Lestari lakukan pada Mama." Gina menyambut dengan tuduhan ketika aku telah samai dan memapah Bu Yunita ke depan rumahnya.Dengan cepat, Gina meraih tangan Bu Yunita. Dia menepis tanganku secara tidak sopan."Ma, apa yang telah terjadi? Mengapa Mama terlihat kesakitan?" Tampak perhatian ketika Gina memborong pertanyaan pada Bu Yunita."Jangan tanya sekarang, Mam
Baca selengkapnya

Bab 83 Tamu Tak Diundang

"Ada apa ini? Mengapa ada polisi di rumahku?"Aku segera keluar dari mobil, menghampiri mereka yang sudah berjajar di rumahku."Bu!" Mba Sari dan Santi langsung menghampiri setelah melihat kedatanganku."Ada apa ini?" tanyaku segera, pada dua wanita di depanku."Polisi itu mencari Bu Tari," lapor Santi nampak gugup.Seketika kedua bola mataku membulat. "Untuk apa?"Belum sempat Santi dan Mba Sari menjawab pertanyaanku, di waktu yang bersamaan petugas berseragam coklat itu mendekat padaku."Apakah Anda yang bernama Lestari?" Salah satu petugas kepolisian bertanya padaku."Iya," jawabku mengiyakan."Saudara Lestari, Anda ikut bersama kami ke kantor polisi." Dengan tegasnya petugas kepolisian berbicara padaku. Sebelah tanganku bahkan diraih dan digenggam oleh salah satu polisi wanita yang turut hadir di sana."Ada apa ini? Apa salah saya?" Aku menelan saliva resah. Aneh sekali tiba-tiba polisi ingin membawaku ke kantornya. Apa salahku? "Saudara Gina telah melaporkan Anda dengan tuduhan
Baca selengkapnya

Bab 84 Merasa Lelah

Ya ampun, kurasa Bastian sudah keterlaluan. Dia pikir dia siapa, berani menghalau tamuku.Semakin kudiamkan, Bastian dan Reyno terlihat semakin berseteru saja. Padahal Reyno bertamu cukup sopan.Akhirnya aku segera membuka pintu utama. Serentak Bastian dan Reyno membeliak ke arahku. Keduanya mengakhiri perselisihan. "Mba, maaf saya mau antar teman saya untuk konfirmasi pesanan semalam. Tapi Om ini malah marah, Mba." Reyno langsung mengadu padaku setelah aku membuka pintu.Sementara Bastian seketika langsung menyipitkan pandangan."Bas, mohon maaf sekali. Ini adalah tamu saya." Aku berbicara tegas pada Bastian."Maaf." Bastian nampak menggaruk kepalanya yang kurasa tidak gatal."Reyno silahkan ajak teman kamu masuk ke dalam. Tolong tunggu saya di dalam ya," titahku pada Reyno yang segera dibalas anggukan kepala olehnya.Reyno pun masuk ke dalam rumahku. Ada Santi yang menuntun mereka berdua ke ruang tengah. Nampaknya Santi paham kalau aku harus menyelesaikan urusanku dengan Bastian."
Baca selengkapnya

Bab 85 Ada Yang Minta Maaf

"Iya, saya memang jualan kue, Bu. Kenapa?" Aku masih berusaha ramah pada wanita paruh baya di depanku. Nyatanya Bu Yunita malah menatapku sayu."Ya sudah, kamu lanjutkan saja pekerjaan kamu. Saya permisi." Bu Yunita melanjutkan langkahnya. Dia masuk ke dalam rumah mewah yang pemiliknya hari ini memesan kue padaku.Bu Yunita memang tak menertawakan aku. Tapi sepeninggalnya, tiba-tiba dadaku berdebar resah. Aku jadi khawatir wanita itu akan mengacaukan pesanan kueku hari ini. Aku mengatur napas terlebih dahulu. Aku harus berpikir positif. Semua akan baik-baik saja, itulah yang selalu kuucap di dalam hati."Kuenya enak, Mba. Semua peserta arisan di rumah saya menyukai kue buatan Mba Tari."Aku menghela napas lega ketika mendengar itu. Ucapan kesekian kalinya dari pelangganku yang membuat hati ini terasa bahagia. Kalimat itu bahkan membuatku semakin semangat untuk mengembangkan bisnis kue ini."Lestari, saya mau bicara sama kamu." Suara Bu Yunita kembali menahan langkahku ketika ingin
Baca selengkapnya

Bab 86 Ditampar

"Saya memang belum percaya sepenuhnya sama kamu, tapi saya merasa kalau kamu memang tidak bersalah."Kalimat Bu Yunita membuat isi dadaku terasa lega. Bagaikan kalimat syair yang menyejukan hati.Aku menyeringai senang. Menghela napas lega. Perbicangan siang itu berakhir dengan kelegaan hati.Aku pulang ke rumah dengan beban yang sedikit berkurang. Sementara itu, pesanan kue terus saja berdatangan. Ponselku sibuk dengan suara dering panggilan masuk dari pelanggan yang memesan kue basah.Aku pun membuat kreasi baru, yakni aneka macam cake. Hingga tak terasa hari-hari yang kulewati menjadi sibuk, lelah tapi menyenangkan.Ketika malam hari, saat jarum pada benda bundar yang menempel di dinding kamar menunjukan pukul sepuluh malam, aku baru saja merebahkan tubuh di atas ranjang kamar, sendirian.Selagi menatap ke langit-langit kamar dan kelopak mata hendak terpejam, suara dering ponsel mengejutkanku hingga aku terperanjat.Begitu kutengok layar ponselku, rupanya telepon dari Bu Yunita yan
Baca selengkapnya

Bab 87 Semakin Kasar

Gina terlihat semakin memanas. Bukan hanya itu, aku kembali melihat bulir bening menetes dari sudut matanya. Dia pun kembali menunjuk wajahku dengan jari telunjuknya."Kenapa kamu selalu mengganggu pernikahanku dengan Bastian? Kenapa kamu tak mau pergi dari pikiran Bastian. Aku cape, Tari! Aku lelah dengan semua kepalsuan ini!" pekiknya. "Aku tidak pernah mengganggu pernikahan kamu, Gina! Kenapa kamu terus saja menyalahkan aku," bantahku tak terima."Kamu wajah tak pernah merasa bersalah ya. Sok suci. Padahal jelas kamu salah. Kamu selalu menggoda suamiku. Kamu selalu membuat masalah dalam pernikahanku." Gina sampai teriak-teriak emosi. Wajahnya nampak merah menyala. Mungkin emosinya tengah naik ke ubun-ubun. Berbeda jauh dengan Gina yang dahulu kukenal.Aku menggelengkan kepala. Sungguh mantan sahabatku itu tak bisa lagi kukendalikan."Cukup, Gina! Aku rasa kamu sakit. Kamu harus memeriksa kejiwaan kamu. Aku sibuk dan tak ada waktu mengurusi rumah tangga kalian. Jangan menyalahkan a
Baca selengkapnya

Bab 88 Diajak Nikah Bocah Tengil

"Cukup, Gina!" sentakku akhirnya. Tak bisa lagi rasanya menahan dan bersikap lemah lembut lagi pada wanita yang bukan lagi sahabatku itu."Apa! Berani kamu padaku?!" Gina langsung berbalas menyentakku."Cukup sudah!" Bastian turut melerai. Dia nampak kewalahan.Napas di dalam dada terasa memburu panas. Sungguh Gina nampak bagai musuh di depanku. Aku segera mengatur napas guna menenangkan diri. "Kamu sudah lihat barusan, Bastian. Tolong selesaikan urusan kalian dan jangan bawa-bawa aku dalam masalah kalian," tegasku seraya menoleh pada Bastian kemudian pergi meninggalkan mereka berdua."Heh, Lestari! Jangan pergi kamu!" Gina berteriak padaku.Sepertinya Gina masih memberontak. Kalau saja Bastian tak menahannya mungkin Gina sudah mengejarku dan bisa saja menampar pipiku lagi.Ya ampun, Gin. Mengapa kamu sebegitu marahnya padaku, padahal aku sudah merelakan Bastian untukmu. Langkahku begitu cepat meninggalkan kantor Bastian.Namun begitu sampai di lobi, langkahku seketika tertahan."Tar
Baca selengkapnya

Bab 89 Mengejutkan

"Apa!" Aku dibuat terkejut. "Jangan ngaco kamu, Reyno."Pria berambut gondrong itu pun kembali melebarkan tawanya sambil menggelengkan kepala. "Saya serius, Mba. Itu 'kan tantangan. Kalau saya berhasil, ya itulah kesepakatannya. Bagaimana? Berani gak, Mba?"Semakin kesal saja aku melihat tingkah bocah tengil ini. Aku menggelengkan kepala. Bagaimana caranya agar Reyno lekas pergi dari rumahku. Aku meluruskan pandangan ke depan, sejenak berpikir, mana mungkin Reyno bisa menaklukan tantangan. Sementara mencari bukti penyebab kematian Meysa tidaklah mudah.Aku pun kembali menoleh padanya. Hati ini merasa yakin kalau dia tak akan mendapatkan apa-apa. "Baik, saya terima tantangan kamu," jawabku mengiyakan.Seketika Reyno nampak menyeringai senang. Bola matanya terlihat berbinar, sementara bibirnya kembali melebarkan senyuman.Aku pun langsung menurunkan tatapan. Menepuk-nepuk kening yang isinya tak terlalu pusing. Bisa-bisanya aku bertemu bocah tengil yang malah menambah kekusutan hidupku.
Baca selengkapnya

Bab 90 Berita Mengejutkan

Bu Yunita menatapku bersalah. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Dia menaruh sebelah tangannya pada punggung tanganku. "Tolong jangan menolak. Izinkan saya menebus kesalahan yang pernah saya lakukan sama kamu. Saya telah sadar tentang apa yang telah saya perbuat pada kamu adalah salah. Saya tulus hanya ingin mengembalikan hak kamu. Perihal dana saya, kamu pun tidak mengambilnya dari saya. Semua itu masuk dalam saham saya di perusahaan Haryanto. Jadi, please! Jangan menolak." Aku meneguk saliva begitu berat. Sesakali kualihkan pandangan ke arah yang lain, namun begitu pandangan kembali pada Bu Yunita, wanita itu nampak tulus padaku. Aku yakin semua itu berkat campur tangan Tuhan. Memang tak yang mustahil bagi Tuhan jika sudah menghendaki sesuatu. Bola mataku seketika terasa basah. Sepertinya berkaca-kaca. "Terima kasih atas kepercayaan ini, Bu. Terima kasih atas tulusnya Ibu pada saya," ucapku. Tak terasa bulir bening turut menetes di sudut mata ketika selesai mengucapkan itu.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status