Home / Pernikahan / Desahan yang Didengar Anakku / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Desahan yang Didengar Anakku: Chapter 11 - Chapter 20

117 Chapters

Bab 11 Efek Obat-obatan Yang Berbahaya

Aku berniat akan menghubungi dua temanku, namun ternyata ponselku tak bisa dinyalakan. "Lowbath lagi," kesalku."Aku bantu isi daya ya, Ma." Meysa menyodorkan telapak tangannya."Memangnya bisa?" Aku memastikan. Menatap wajah putriku."Bisa, Mama. Aku kan sudah besar. Masa ngisi baterai hape saja gak bisa," jawab Meysa dengan yakinnya. Aku mengukir senyum seraya mengangguk. Anakku memang sudah besar, aku tak menyadari itu."Aku isi di kamarku ya, Ma. Sambil ngerjain tugas sekolah," kata Meysa kemudian berlalu dari kamarku.Aku kembali sendirian di dalam kamar. Semakin kesini aku sering merasakan getaran lemas di dalam dada. Apakah obat-obatan yang selama ini aku konsumsi tidak ada efek berbahaya ya? Kok rasanya bikin dada gemetar dan panas. Belum lagi kepala semakin terasa berat dan pusing setiap kali meminumnya. Tapi aku tak bisa menolak, Mas Dani akan marah kalau aku membantah apalagi ini mungkin demi kebaikanku."Malam, Sayang." Suara Mas Dani terdengar menyapa saat jarum pada bend
Read more

Bab 12 Tolong! Suamiku Ingin Menyingkirkanku

Keesokan harinya saat sinar mentari mulai menerobos jendela kamar, aku sudah membuka beberapa kaplet obat dan menaruh cangkangnya di atas nakas. Ini hari ke tiga aku tak meminum obat dan membuang isinya ke tempat sampah. Aku tak bisa membiarkan Mas Dani melumpuhkanku. Rasa sakit dalam dada kini berbalut kebencian yang mendalam.Ceklek!Begitu suara handle pintu diputar aku sudah kembali berbaring di atas ranjang."Tari, bangunlah." Mas Dani mengusap pipiku dengan lembut.Perlahan aku membuka kelopak mata lalu Mas Dani mengukir senyuman manis. Sayangnya senyuman itu busuk dan berniat membunuhku karena aku sudah mengingat semuanya."Aku sudah bangun, Mas," sahutku dengan melembutkan nada suara. Aku masih berpura-pura."Sarapan dulu ya, kamu harus minum obat sebelum aku berangkat ke kantor," kata Mas Dani."Tidak usah, Mas. Aku sudah minum obat lihat saja bekasnya," tahanku seraya meluruskan jari telunjuk ke atas nakas. Di sana sudah ada beberapa cangkang obat."Kenapa tidak menunggu aku
Read more

Bab 13 Ditalak Tiga

Aku menelan saliva resah. Tanpa kusadari Mas Dani tiba-tiba kembali ke rumah. Aku, Bastian dan Gina panik tanpa bisa bersuara.Tok tok tok! "Tari, buka pintunya!" Mas Dani mengulangi.Bastian segera masuk ke dalam lemari, sementara Gina bersembunyi di toilet kamar.Aku memperbaiki napas yang memburu lebih kencang. Dadaku bergetar. Mas Dani tak boleh mengetahui keberadaan dua sahabatku sebab rencana kami belum terealisasi."Tari, sedang apa kamu? Buka pintunya!" Teriak Mas Dani lagi."Se-sebentar, Mas." sahutku seraya mengacak-acak rambut agar terlihat bagaikan orang yang baru saja bangun tidur.Ceklek!Mas Dani memutar handle pintu setelah aku membuka kuncinya. Tatapan mata suamiku cukup nanar, ia bergegas masuk ke kamar melewati tubuhku. Mas Dani mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar seperti tengah mencari sesuatu."Ada apa, Mas? Bukankah kamu sudah berangkat kerja?" tanyaku sekedar basa-basi."Aku kembali karena mengambil ponsel yang tertinggal. Aku mendengar kamu tengah berbic
Read more

Bab 14 Ketika Hati Telah Hancur

"Ini rumahku, Mas. Kamu yang harus pergi!" sergahku. Mas Dani telah jauh berubah menjadi pria kejam."Itu dulu, Tari! Sekarang bukan lagi milikmu. Jika kamu pernah berniat mengusirku, maka hari ini kamu yang harus pergi tanpa membawa apa-apa. Aku berikan waktu satu jam untuk kamu berkemas dan pergi. Jangan sampai aku mengusirmu dengan kekerasan!" Tubuh gempal pria yang detik ini telah menjadi mantan suamiku tampak berlalu meninggalkan kamar. Saat ini hanya ada aku, Gina dan Bastian di kamar. Tangisanku kembali tumpah di pipi. "Aku tak punya apa-apa lagi," lirihku.Gina kemudian memelukku dari samping sambil mengusap punggungku. "Kamu masih punya aku. Bahkan kamu masih memiliki berlian yang sangat berharga, yakni Meysa," tuturnya."Aku tidak terima ini. Mas Dani mengambil semua aset-aset peninggalan orang tuaku," lirihku lagi."Aku bingung harus berbuat apa, saat semua aset kamu telah beralih atas nama Dani," timpal Bastian memperlihatkan wajah sendu. Mungkin dia turut sendu dengan ke
Read more

Bab 15 Bertemu Pelakor

Kesedihanku bagai tak bertuan, aku tak tahu harus kemana bersandar. Tapi aku harus kuat demi Meysa—putriku. Kutelan air mata duka di hati. Hidup harus tetap berjalan walau kembali dari nol. Saat ini aku dan dua sahabatku tak lagi membahas masalah Mas Dani sebab ada Meysa yang harus diperhatikan sikisnya. Hingga perjalanan telah sampai di rumah Gina yang bernuansa minimalis modern. Rumah Gina memang tak semewah milikku sebelumnya, tapi sahabatku itu telah berbesar hati mau menampungku yang malang ini. Aku tak punya apa-apa. Semua aset telah dipindah alihkan menjadi milik Mas Dani—mantan suamiku. Tapi meski pun begitu aku harus tetap bersyukur karena Mas Dani tak mengambil Meysa dari sisiku. Beberapa hari kemudian setelah aku tinggal di rumah Gina, suhu tubuh Meysa tiba-tiba panas. Putriku demam tinggi. Saat itu aku panik dan bergegas membawa Meysa ke klinik. "Papa..." Dari mulut mungilnya terus saja mengingau nama papanya. Aku yang kini tengah berada di perjalanan dengan men
Read more

Bab 16 Serba Salah

"Meysa juga anakku. Dia sakit deman yang cukup tinggi. Tega sekali kamu meninggalkannya di klinik seperti ini," protes Mas Dani. Ia kembali mendorong kursi roda yang diduduki Meysa. Kulihat Santi tersenyum mengejek di sampingnya."Tunggu, Mas! Kamu tidak berhak membawa Meysa!" cegahku. Tubuh ini sudah berdiri menghadang jalan Mas Dani."Aku ini papahnya, aku lebih berhak atas Meysa. Aku akan membawa Meysa ke rumah sakit yang lebih bagus," paksa Mas Dani."Cukup, Mas!" Air mataku tumpah detik itu juga. "Kamu sudah mengambil semuanya dariku. Aset, rumah dan perusahaan. Lalu, kamu mau mengambil Meysa dariku? Manusia macam apa kamu, Mas? Di mana hati nuranimu?" pekikku tak dapat lagi menahan rasa sakit di hati. Napas di dalam dada terasa memburu panas.Sementara kulihat Santi masih tersenyum mengejek sambil memutar bola matanya. Ya Tuhan, Santi tega sekali kepadaku, padahal aku tak pernah menyakitinya.Kutatap kembali bola mata Mas Dani. Tak nampak tatapan yang pernah kutemukan dulu. Tata
Read more

Bab 17 Aku Harus Bisa

Ketika Meysa dirawat inap di klinik, ia terus saja merengek minta pulang ke rumah. Artinya Mesya menginginkan pulang ke rumah yang kini ditempati Mas Dani dan Santi. Sulit rasanya, tapi aku belum siap menjelaskan pada anakku. Hingga setelah dua hari berlalu Meysa sudah pulih dan diperbolehkan pulang. "Ma, kita pulang ke rumah kita 'kan?" Meysa menatap wajahku seolah memastikan. Saat ini aku dan Meysa tengah dalam perjalanan pulang diantar Bastian. Ya, Bastian menemaniku sampai Meysa diperbolehkan pulang. Aku tak pernah menyangka kalau sabatku itu benar-benar tulus. "Ma..." Meysa kembali merengek ketika aku belum menjawab pertanyaannya. "Iya, kita pulang ke rumah," jawabku terpaksa. Kulihat Meysa tampak menyeringai senang. Sementara Bastian menoleh ke arahku tampak cemas. Aku bingung tanpa bisa berdiskusi. Bastian sempat menyarankanku untuk merebut kembali aset-asetku, namun sulit karena kini Mas Dani telah memiliki kekuasaan. Perjalanan kami telah sampai di depan gerbang.
Read more

Bab 18 Ternyata Mereka Sudah Menikah

"Aku gak mau ikut sama Mama!" Ucap Meysa mengejutkan jantungku."Kenapa, Mey?" Keadaan jantungku seakan berhenti berdegup."Aku gak mau tinggal di rumah Tante Gina, Ma. Di sana gak ada AC. Aku kepanasan. Di rumah Tante Gina juga kamarnya sempit. Aku merasa sesak." Meysa mengungkapkan protesnya.Napasku semakin sesak mendengar itu. Selama ini kehidupan Meysa memang bergelimang kemewahan. Aku tak sadar akan hal itu. Meysa pasti tak nyaman."Mey, kita harus bicara tapi tidak di gerbang ini karena sangat penting. Ikut dengan Mama sekarang." Kuraih sebelah tangan Meysa."Kita bisa bicara di dalam, Ma. Kenapa Mama enggan masuk ke rumah ini?" Meysa nampak keheranan.Aku menatap manik putriku dalam-dalam. "Mey, Mama mohon. Ikut dengan Mama sekarang. Nanti akan Mama jelaskan," pintaku memelas.Meysa mengangguk meski pun raut wajahnya penuh tanda tanya."Tunggu! Meysa mau dibawa kemana?" Suara sopran menahan langkahku dan Meysa ketika hendak pergi.Aku menoleh ke sumber suara. Terlihat Santi te
Read more

Bab 19 Ribut

Kulihat bibir Meysa nampak bergetar seiring dengan air mata yang mengalir di pipi mungilnya. "Maksudnya apa, Ma?"Gegas aku memeluk tubuh mungil putriku. Bulir bening di sudut mataku pun turut serta menetes. "Mama dan Papa sudah berpisah. Kami tidak bisa bersama-sama lagi, Mey," terangku lagi dengan berat hati."Kenapa, Ma? Aku tidak mau melihat Mama dan Papa berpisah," lirih Meysa.Air mata kami berdua tumpah tak terbendung, pun dengan Gina yang mungkin turut pilu dengan keadaanku."Mama tidak bisa menjelaskan. Mama harap kamu bisa mengerti, Mey. Meski pun ini terlalu dini buat kamu," bisikku tepat di dekat telinga Meysa yang masih dalam dekapanku.Meysa hanya diam dalam tangisan sendunya. Ia melonggarkan pelukan kemudian menatap wajahku lekat."Aku gak mau jauh-jauh dari Mama. Aku juga gak bisa jauh dari Papa," lirihnya. Tatapan Meysa nampak hancur dan aku bisa merasakan itu."Maafkan Mama, Mey. Kamu harus tetap memilih diantara kami." Aku mengusap lembut rambut Meysa. "Mey, maafkan
Read more

Bab 20 Mencurigakan

Aku menelaah satu persatu karyawan yang menundukan kepala saat langkah kakiku melewati mereka."Selamat pagi!"Begitu sapaan mereka dengan ramah terdengar merdu di telingaku."Pagi," balasku setengah merasa aneh. Gegas aku masuk ke ruanganku. Ruangan yang kemarin sudah diperlihatkan oleh HRD. Sempat terpukau dengan ruangan baruku sebab terlihat bagus bagaikan ruangan manager saja. Ruangan berAC serta memiliki furnitur yang masih terlihat baru.Meninggalkan rasa takjubku, aku segera memulai pekerjaan baruku.Tok tok tok!Pintu ruangan terdengar diketuk seseorang dari luar. "Masuk!" perintahku dari dalam.Pintu itu dibuka menampilkan wajah pria yang tak asing lagi dalam pandanganku."Bas!"Aku tercengang melihat Bastian berdiri seraya mengukir senyuman."Pagi, Tari!" sapa Bastian begitu ramah. Ia mendekat ke arahku membawa paper bag coklat di tangan kirinya."Bas, kok ada di sini? Kamu kerja di sini juga?" Aku yang masih keheranan, segera bertanya."Jangan dulu banyak tanya, sarapan du
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status