“Mbak, saya minta maaf. Saya....” “Ngomongnya biasa aja, Ocha. Gak usah terlalu formal,” potong Dewi, “anggap saja kita Adik Kakak.” Ocha menatap Dewi sendu, penuh rasa bersalah. “Iya, Mbak. Tapi, serius... aku benar-benar minta maaf ke Mbak” “Kamu gak salah apa-apa, Ocha. Kenapa minta maaf segala?” “Mbak....” “Sudahlah. Ini sudah jadi takdir buat kita bertiga. Jalani saja penuh keikhlasan.” “Tapi, Mbak. Aku menyakitimu,” cicit Ocha. Dewi menggeleng sebagai respons. Senyumnya mengambang dengan tangan yang kemudian terulur menggenggam tangan Ocha. “Aku gak apa-apa, Ocha. Aku ikhlas. Sekarang pergilah bersiap, nanti Mas Aksa mencarimu. Kalau butuh sesuatu, jangan sungkan menghubungi aku, ya.” Dengan sangat terpaksa, Ocha berlalu meninggalkan Dewi. Sesekali menoleh ke arah istri pertama suaminya yang terus tersenyum ke arahnya. Namun, saat hendak menaiki tangga menuju kamar, ia tak sengaja melihat ibu tirinya, Fafa, berada di dalam kamar yang terbuka sedikit bersama d
Baca selengkapnya