Sentuhan lembut di bibir Ranum, mengakhiri cerita yang dituturkan Windraya. Setelah itu, pria tampan tersebut berlalu ke kamarnya untuk bersiap-siap. Dia harus segera berangkat ke pertemuan penting dengan para kolega. Sepeninggal Windraya, Ranum termenung seorang diri di kamar. Dia memikirkan apa yang sudah sang suami ceritakan. “Apakah Pak Win memiliki perasaan lebih padaku, atau hanya sekadar nyaman?” Pertanyaan itu tentu saja tak mendapat jawaban. Seharusnya, Ranum mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya tadi, saat Windraya masih di sana. “Ah, biarlah,” ucap Ranum pelan, diiringi keluhan pendek. Dia memijat kepala yang terasa pusing. Sebenarnya, Ranum malas pergi ke manapun. Namun, dia harus bicara serius dengan Ainur. Wanita muda itu memaksakan diri berangkat. Akan tetapi, tak jadi bersama Windraya karena sang suami sedang terburu-buru. Bagi Ranum, itu jauh lebih baik. Demi menutupi fasilitas istimewa yang didapatnya dari pernikahan dengan Windraya, dia menyuruh sopir menur
Read more