All Chapters of Istri Siri Tuan Pewaris: Chapter 21 - Chapter 30

86 Chapters

Tiba-tiba

Sekali lagi, Windraya memperlihatkan sesuatu yang tak biasa. Setelah adegan di halaman belakang, kali ini dia mencium Ranum di dapur. Pria itu seakan tak dapat mengendalikan hasrat, hingga berani melakukan tindakan seperti itu di mana saja dirinya inginkan. “Sudah, Pak. Nanti ada yang melihat kita.” Ranum berusaha menghindar dari kenakalan sang suami, meskipun usahanya tidak berhasil. Windraya tetap menggoda dengan cara lain. Dia baru berhenti, saat ada seorang ART masuk ke sana. Pengusaha tampan itu langsung bersikap biasa. Memperlihatkan wibawa yang selalu jadi ciri khasnya. “Maaf, Pak,” ucap sang ART, tak enak. Dia langsung pada pekerjaan, meskipun terlihat tak begitu nyaman. Windraya hanya menggumam pelan. Perhatiannya kembali tertuju pada Ranum, yang salah tingkah karena kepergok tengah bermesraan oleh orang lain. “Kapan kamu pulang?” tanya pria itu, setelah membuang botol kosong ke tempat sampah. “Sesuai izin dari Anda dan
Read more

Berpikir Realistis

“Kenapa? Apanya yang tapi?” “Aku sengaja cuti untuk menemani Ibu —” “Ah, tak masalah.” Ainur mengibaskan tangan di depan wajah. “Lagi pula, kamu sudah menghabiskan waktu bekerja sebulan penuh. Apa salahnya meluangkan satu hari untuk jalan-jalan? Nak Dwiki tidak keberatan. Seharusnya, kamu senang.” Wanita paruh baya dengan daster motif batik itu berusaha membujuk Ranum. Namun, Ranum tetap terlihat keberatan. “Tak apa-apa kalau Ranum tidak bersedia. Jangan dipaksa, Bu,” ujar Dwiki berkomentar. Dia merasa tak enak, melihat bahasa tubuh yang diperlihatkan Ranum. Namun, Ainur segera menggeleng. “Ranum pasti hanya malu. Maklum, Nak Dwiki. Putri saya belum pernah pacaran atau sekadar dekat dengan laki-laki.” Dia berusaha menjelaskan. “Wah, gadis yang sangat langka untuk zaman sekarang. Apalagi, Ranum sangat cantik. Pasti banyak laki-laki yang menyukainya.” Dwiki terdengar sangat berhati-hati dalam bicara. Ainur tertawa. Ibu dua anak itu terlihat jelas tengah berusaha mencairkan su
Read more

Kembali Terjebak

“Mas Dwiki?” Ranum menautkan alis, mendapati Dwiki yang menghentikan motor dekat trotoar. “Dari dan mau ke mana?” tanyanya. “Kebetulan saja lewat daerah sini,” jawab Dwiki enteng, seraya melipat kedua tangan di atas helm yang diletakkan di depan tubuh. “Mau ke mana? Mari kuantar.” Pria itu memberi isyarat, agar Ranum naik ke motor retro miliknya. Ranum menggeleng. “Tidak usah, Mas. Saya bisa naik bus,” tolaknya, halus. “Tidak apa-apa, Ran. Aku hanya mengantar, bukan mengajak jalan-jalan,” gurau Dwiki. “Jarak dari sini ke Green Golf Mansion hanya beberapa menit. Apalagi kalau naik motor.” “Tidak usah, Mas. Nanti merepotkan,” tolak Ranum lagi. “Aku yang menawarkan. Itu artinya, tidak merepotkan sama sekali,” balas Dwiki, tetap membujuk. Ranum terdiam sejenak. Dia tak tahu harus menolak dengan cara apa lagi. Pria di hadapannya itu teramat gigih. Entah apa yang melatarbelakangi Dwiki begitu ingin dekat dengannya. “Memangnya, Mas Dwiki tidak punya pacar? Nanti bisa bahaya kalau
Read more

Cincin Kawin

Ranum yang tengah berdiri sambil menghadap Dwiki, sontak menoleh ke arah SUV hitam yang tadi melintas. Saking asyik berbincang, dia tak menyadari ketika mobil mewah tersebut berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri. "Pak Win .... "Dari dalam kendaraan mewah dengan plat nomor unik itu, Windraya menatap Ranum. Sorot pengusaha yang bergerak di bidang manufaktur tersebut tampak lain. Namun, dia tak mengatakan apa pun. Begitu juga dengan Ranum yang merasa tak enak. Wanita muda itu langsung menunduk. Dia bahkan tak berani menatap lagi, hingga SUV hitam tadi kembali melaju gagah meninggalkannya dan Dwiki. "Siapa pria itu?" tanya Dwiki. "Beliau ... beliau majikan saya, Mas," jawab Ranum, seraya menggigit pelan bibirnya. Ada kegetiran luar biasa, ketika menyebut pria yang merupakan suaminya tersebut sebagai majikan. "Kelihatannya sangat galak," ujar Dwiki, menanggapi. Ranum segera menggeleng. "Tidak juga. Ekspresi Pak Win memang sep
Read more

Satu Meja

Ranum menghentikan tangis, lalu berdiri. Dia melangkah ke dekat laci, yang berada dekat tempat tidur. Ranum membuka laci sebelah kanan. Dari sana, wanita muda itu mengambil sebuah cincin berlian, yang diberikan Windraya di hari pernikahan mereka. Ranum duduk termenung di tepian tempat tidur, sambil mengamati cincin berlian yang baru diambil dari laci. Perhiasan itu sangat indah dan berkelas. Ranum yakin harganya pasti lumayan jika dijual atau sekadar digadaikan. Namun, sayangnya dia tak memegang sertifikat keaslian perhiasan tersebut. “Bagaimana ini?” Ranum teramat bimbang. Wanita muda itu berpikir beberapa saat, sebelum teringat akan sesuatu. “Juwita.” Satu nama terlontar dari bibirnya. Tanpa pikir panjang, Ranum segera mengambil telepon genggam dari dalam tas. Dia menghubungi orang yang tadi disebut namanya. “Halo. Ini dengan siapa?” tanya Juwita, dari seberang sana. “Hai, Wit. Apa kabar? Ini aku. Ranum.” Ranum berbasa-basi terlebi
Read more

Mayla

Windraya memundurkan satu kursi dekat Nindira. “Duduklah,” bisiknya, sambil berdiri di belakang Ranum yang terlihat kikuk. Setelah berkata demikian, dia kembali ke tempatnya. Sambil melangkah di belakang Ranum, Windraya iseng menyentuh pinggul wanita muda itu. Ranum menelan ludah dalam-dalam, menerima sentuhan nakal Windraya. Namun, dia segera menepiskan perasaannya. Ranum duduk di sebelah Nindira, yang langsung tersenyum. Lain halnya dengan Mayla. Wanita cantik bertubuh sintal itu langsung kehilangan selera makan karena kehadiran Ranum dan Nindira. Namun, Mayla tak berniat pergi dari sana. Dia tidak ingin mengalah. “Kamu pulang jam berapa, Win?” tanya Nindira, sambil menyantap menu yang sudah disajikan dalam piring. “Setelah makan siang,” jawab Windraya, seraya mencuri pandang ke arah Ranum. “Apa kamu dan Ranum pulang bersama?” tanya Nindira lagi. “Tidak juga. Aku datang lebih dulu.” Windraya memasukkan satu suapan, meskipun tiba-tiba rasa makanan yang tengah dinikmatinya jad
Read more

Makin Aneh

"Sudahlah. Bicaramu makin ngawur. Lebih baik kamu tidur saja." Windraya kesal atas ucapan Mayla.  "Aku benar-benar paham sekarang," ujar Maryla menanggapi. "Apa yang kamu pahami? Daripada dilanjutkan dan hanya akan berakhir pada pertengkaran, lebih baik sudahi perbincangan ini," pungkas Windraya, seraya membaringkan tubuh dengan posisi membelakangi. Windraya berusaha memejamkan mata. Namun, suara isakan Mayla membuatnya tak bisa tidur. Alhasil, dia membalikkan badan, lalu mendekat dan memeluk sang istri dari belakang. "Kamu benar-benar takut kehilanganku? Apakah ada alasan lain?" tanyanya. "Alasan apa yang kamu inginkan?" Mayla balik bertanya. "Kamu sudah tahu hidupku seperti ini. Sebagai wanita, aku sangat terpukul ketika divonis tak bisa memiliki keturunan. Mama pun tak bisa memahami itu dan lebih memilih cara lain, untuk menuntaskan keinginannya memiliki cucu. Ah, entahlah. Apakah benar-benar demi mendapatkan penerus atau hanya aka
Read more

Warung Bakso

Ranum tak pandai berenang. Dia kesulitan membuat tubuhnya tetap berada di permukaan air. Jika bukan karena Windraya, wanita muda itu pasti sudah tenggelam. “Tenangkan dirimu, Ranum,” ucap Windraya, setelah berhasil menaikkan tubuh sang istri ke tepian kolam. Dia menyandarkannya di dada, sambil menepuk-nepuk punggung bagian atas hingga Ranum batuk-batuk. “Pak ….” Ranum menatap sayu Windraya. Dia tampak sangat ketakutan. “Tidak apa-apa.” Windraya mendekap erat, lalu mencium kening Ranum beberapa kali. “Tidak apa-apa,” ucapnya lagi. “Sa-saya tidak … saya tidak bisa berenang …,” ucap Ranum, terbata.“Dasar bodoh! Kalau k
Read more

Satu Bulan

“Pernikahan?” ulang Juwita, dengan ekspresi tak percaya. “Pernikahan siapa? Kamu dan anak majikan?” Wanita dengan bulu mata palsu itu langsung mengambil botol minuman, lalu menghabiskan setengahnya. “Ceritakan pelan-pelan." Dia sangat antusias. Sikap Juwita berbanding terbalik dengan Ranum yang tampak resah. Dia ragu dengan apa yang dilakukan. “Kenapa? Jangan katakan jika kamu hidup dalam ancaman seseorang atau —” “Pernikahan kontrak,” sela Ranum, yang sekali lagi membuat Juwita seakan tersedak. Wanita muda itu kembali menyedot minuman hingga tak tersisa. “Pernikahan kontrak?” ulang Juwita. Ranum mengangguk, meskipun ada keraguan besar tersirat dari bahasa tubuhnya. “Kita sudah lama berteman dekat. Aku bahkan menganggapmu sebagai saudara.” Dia menggenggam erat tangan Juwita, berharap sahabatnya tersebut dapat merasakan keresahan yang tengah melanda saat ini. “Ran ….” Juwita menatap sendu. Riasan serta penampilan wanita muda itu tak lag
Read more

Ingin Bercinta

“Aku akan menggunakan uang yang kamu transfer, setelah menyerahkan sertifikat keaslian cincin ini,” ucap Ranum. Juwita tersenyum diiringi anggukan. “Cincinnya aku bawa, ya.” Wanita itu memasukkan perhiasan bertahtakan berlian yang diberikan Ranum, ke dalam dompet. “Ya, sudah. Aku harus pulang sekarang, sebelum suamiku kembali dari kantor.” Ranum beranjak dari duduk, diikuti Juwita. “Apa mau kuantar?” tawar Juwita. Ranum menggeleng. “Tidak usah, Wit. Aku terlalu banyak merepotkanmu," tolaknya. "Terima kasih, ya.” Ranum memeluk erat Juwita. Dia merasa terbantu oleh sahabat lamanya tersebut. “Jangan sungkan menghubungiku jika ada apa-apa. Bila sedang off, aku pasti bisa ditemui kapan saja.” Juwita tertawa pelan. “Mencari uang zaman sekarang.” Dia mengangkat bahu, lalu kembali tertawa. Kedua sahabat itu keluar bersama, sambil berbincang ringan. Juwita bahkan sempat bertanya tentang istri sah Windraya. Dia heran karena Ranum ber
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status