“Mas Dwiki?” Ranum menautkan alis, mendapati Dwiki yang menghentikan motor dekat trotoar. “Dari dan mau ke mana?” tanyanya. “Kebetulan saja lewat daerah sini,” jawab Dwiki enteng, seraya melipat kedua tangan di atas helm yang diletakkan di depan tubuh. “Mau ke mana? Mari kuantar.” Pria itu memberi isyarat, agar Ranum naik ke motor retro miliknya. Ranum menggeleng. “Tidak usah, Mas. Saya bisa naik bus,” tolaknya, halus. “Tidak apa-apa, Ran. Aku hanya mengantar, bukan mengajak jalan-jalan,” gurau Dwiki. “Jarak dari sini ke Green Golf Mansion hanya beberapa menit. Apalagi kalau naik motor.” “Tidak usah, Mas. Nanti merepotkan,” tolak Ranum lagi. “Aku yang menawarkan. Itu artinya, tidak merepotkan sama sekali,” balas Dwiki, tetap membujuk. Ranum terdiam sejenak. Dia tak tahu harus menolak dengan cara apa lagi. Pria di hadapannya itu teramat gigih. Entah apa yang melatarbelakangi Dwiki begitu ingin dekat dengannya. “Memangnya, Mas Dwiki tidak punya pacar? Nanti bisa bahaya kalau
Read more