Home / Romansa / Istri Kesayangan Bos Arogan / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Istri Kesayangan Bos Arogan: Chapter 81 - Chapter 90

124 Chapters

Membawa Kabur Istri Orang

“Tuan marah?” Naomi bertanya dengan suara amar pelan. Nyaris mencicit karena ketakutan. Sejak menyeretnya pulang dari rumah makan kemarin, Alister tidak berbicara sepatah kata pun padanya. Di sepanjang perjalanan hingga kembali ke rumah, lelaki itu hanya bungkam. Namun, ekspresinya tampak sangat suram dan menakutkan. Naomi baru selesai membuat sarapan dan kini membawa dua porsi makanan buatannya ke kamar. Ia tidak berniat menyogok Alister agar tak marah lagi padanya. Kebetulan Naomi memang ingin membuat sarapan sendiri dan tak mungkin hanya membuat satu porsi saja. Kedatangan Alister ke rumah makan kemarin sangat mengejutkan Naomi. Lelaki itu seharusnya masih berada di luar kota. Namun, tiba-tiba sudah pulang dan mengetahui lokasi keberadaannya. Entah bagaimana caranya. Naomi tidak berani bertanya karena sedari kemarin lelaki itu selkay menunjukkan permusuhan. “Aku membuat sarapan untuk Tuan juga. Kalau Tuan tidak mau juga tidak apa-apa. Biar aku saja yang menghabiskannya,” uca
Read more

Kasih Sayang yang Tak Sebanding

“Kamu yakin siap bertemu ayahmu?” tanya Alister memastikan. Tanpa ragu Naomi langsung mengangguk. “Aku hanya ingin menemui ayahku, tidak ada yang perlu dipersiapkan. Harusnya Tuan tidak perlu ikut. Aku bisa berangkat dengan supir. Kalau begini, aku malah menghambat pekerjaan Tuan.”Naomi pikir Alister tidak akan memberi izin untuk menemui ayahnya. Sebab, setelah ia mengatakannya kemarin lelaki itu memberi respon apa-apa. Namun, pagi ini Alister tiba-tiba memintanya bersiap-siap dan mengatakan akan mengantarnya ke penjara. Naomi yang sudah selesai bersiap membalikkan tubuhnya. Mendongak, menatap Alister yang berdiri di belakangnya. Lelaki itu juga sama-sama sudah siap. Alister merangsek maju dengan sebelah tangan memeluk pinggang Naomi, sedangkan satunya lagi menyentuh wajah wanita itu. “Tidak ada yang terhambat, kebetulan aku ada waktu. Aku juga ingin menemui ayah mertua.” Alister membungkuk dan mengangkat dagu Naomi. Mengelus bibir wanita itu sekilas sebelum memberi kecupan-kecupa
Read more

Polos dan Naif

“Kalian sudah pulang?” sapa Amara yang dengan santainya menggandeng lengan Fabian. Naomi spontan melirik Alister yang berdiri di sampingnya, meneliti ekspresi lelaki itu. Namun, ia tak menemukan perubahan ekspresi dari sang suami yang masih memasang wajah datar. Akan tetapi, Alister memang selalu menyembunyikan emosi dengan baik. Amara dan Fabian pun tampak santai. Meskipun hanya bergandengan tangan, rasanya tak pantas. Alister selalu marah jika Naomi berdekatan—meski tanpa bersentuhan sama sekali dengan lelaki lain. Namun, anehnya lelaki itu santai saja melihat Amara bergandengan dengan Fabian.Naomi mengira Alister akan marah besar melihat Amara berdekatan dengan lelaki lain. Namun, lelaki itu masih bergeming. Tampak tak terpengaruh oleh keberadaan Fabian. Seolah-olah tak peduli. “Apa mungkin dia tidak tahu apa yang mereka lakukan di belakangnya?” gumam Naomi dalam hati. Sebenarnya Naomi tak ingin ikut campur dengan urusan Alister dan Amara. Akan tetapi, melihat sikap mereka sem
Read more

Rahasia Amara

“Dia memang terlalu polos dan naif. Aku hanya sedikit memancingnya, tapi dia malah memilih bertindak terlalu jauh. Bahkan, sekarang dia sudah berada di penjara. Aku tidak menyangka ternyata dia sebodoh itu. Padahal bermain rapi lebih menyenangkan.”Deg!Naomi spontan menekan ikon merah pada layar ponselnya. Mengakhiri panggilannya dengan Alister. Wanita itu menyimpan ponselnya pada saku celana piyamanya. Kemudian, tanpa sadar mencengkram nampan berisi teh hangat untuk Amara. Pintu kamar Amara sedikit terbuka. Sosok wanita itu malah tidak terlihat dari tempat Naomi berada. Akan tetapi, suara Amara yang sebenarnya amat pelan masih menembus dari celah pintu tersebut hingga Naomi dapat mendengar percakapan wanita itu dengan jelas. Entah Amara sedang berbicara dengan siapa. Kemungkinan sedang bertelepon dengan seseorang. Namun, Naomi mengerti ke mana arah pembicaraan wanita itu. Ia mengurungkan niat untuk mengetuk pintu kamar Amara. Tetapi, sengaja mendekat dan menguping percakapan snag
Read more

Dia yang Menggodaku

Naomi spontan membuka selimut yang membalut tubuhnya, hendak melarikan diri. Namun, Fabian bergerak lebih cepat dan berhasil menangkapnya. Mengukungnya hingga terjatuh di atas ranjang. Tawa sinis lelaki itu menggema ke seluruh penjuru kamar. “Kamarmu? Sejak kapan kamar ini menjadi kamarmu?” bisik Fabian tepat di depan wajah Naomi. “Kamar ini harusnya menjadi kamar kekasihku, tapi kamu merebutnya!” Naomi meronta sekuat tenaga. Berusaha menendang dan melepas cengkeraman Fabian dari kedua tangannya. Namun, gerakannya terbatas. Selain karena perutnya yang sudah membesar. Ia juga takut menyakiti anaknya jika terlalu banyak bergerak. “Apa maksudmu?! Jangan menggangguku! Minggir!” Naomi meronta lebih kuat, namun Fabian tetap tak bergeser sedikit pun. Naomi yakin Fabian tidak mungkin salah masuk ke kamarnya. Beberapa hari lalu lelaki itu masih bersikap ramah padanya. Namun, sekarang tiba-tiba menyerangnya tanpa sebab. Jangan-jangan tadi Amara sudah curiga padanya dan mengutus Fabian untu
Read more

Terapi Ala Alister

“Tidak! Pergi! Jangan menyentuhku!”Naomi terbangun dengan napas memburu dan badan penuh keringat. Helaan napas lega lolos dari mulutnya menyadari jika apa yang baru saja di alaminya hanyalah bagian dari mimpi belaka. Mimpi yang terasa begitu ngata hingga membuatnya sangat ketakutan. “Ada apa? Kamu mimpi buruk lagi?” Alister yang berada di toilet langsung keluar saat mendengar teriakan ketakutan Naomi. Kemudian, menghampiri dan menenangkan wanita itu. “Tenanglah, itu hanya mimpi. Tidak ada yang menyakitimu.”Dekapan hangat Alister mengalirkan ketenangan tersirat pada Naomi. Debar jantungnya yang menggila disertai deru napasnya yang memburu perlahan-lahan mulai membaik. Keringat dingin yang bercucuran di pelipisnya pun telah berhenti. Entah sudah berapa kali, Naomi selalu bermimpi buruk tentang kejadian malam itu. Bahkan, tak jarang mimpi itu datang ketika dirinya baru saja terlelap. Bukan hanya mengganggu waktu tidurnya, tetapi juga waktu istirahat Alister yang tidur bersamanya. Su
Read more

Lebih Dari Mimpi Buruk

Hawa dingin yang cukup menusuk kulit membuat Naomi spontan bergeser mendekati tempat tidur Alister dengan mata terpejam. Keningnya mengerut saat tak mendapati keberadaan lelaki itu. Ia meraba-raba sisi ranjang di sampingnya yang ternyata kosong. Naomi pun membuka mata, ia pikir sudah pagi, makanya Alister telah beranjak dari ranjang. Namun, kamarnya masih temaram. Sayup-sayup cahaya mentari yang biasanya muncul dari celah gorden juga belum terlihat sama sekali. Dan jam yang menggantung di dinding membuktikan jika sekarang masih dini hari. “Baru jam tiga, ke mana dia? Apa Tuan Alister ada urusan di luar kota? Apa mungkin se pagi ini? Kenapa tidak mengatakan apa-apa padaku?” gumam Naomi bertanya-tanya. Pintu toilet juga terbuka, berarti Aliste tidak berada di sana. Naomi yang sebenarnya masih mengantuk memaksakan bangun. Ia ingin mencari keberadaan suaminya. Biasanya jika akan pergi ke luar kota, lelaki itu akan tetap berpamitan meski berangkat saat tengah malam. Naomi menyambar ika
Read more

Lebih Baik Pergi Sebelum Diusir

Naomi gelagapan dan spontan menyingkirkan tangan Alister dari dagunya. “Apa iya? Aku memang tidak mimpi buruk bsemalam. Aku tidur nyenyak. Mungkin ini karena kemarin-kemarin tidurku kurang nyenyak,” alibinya spontan. Entah masuk akal atau tidak. Naomi tak ingin Alister mengetahui jika dirinya menguntit pertengkaran lelaki itu dengan Amara semalam. Alister pasti marah besar jika mengetahuinya. Lelaki itu sangat tak suka jika ada orang yang mengusik urusan pribadinya, apalagi sengaja mengintip. “Itu tidak mungkin. Kamu juga terlihat pucat. Kamu sakit?” Alister menyentuh kening Naomi menggunakan punggung tangannya. Mengecek apakah suhu tubuh wanita itu menunggu atau tidak. “Kamu tidak demam. Kamu pusing?”Naomi refleks menyentuh keningnya juga. Tentu saja tak panas, dirinya memang tidak sakit. “Emm ... aku memang sedikit pusing. Tapi, nanti pasti sembuh. Tidak apa-apa.”“Pusing? Sejak kapan? Apa itu yang membuatmu kesiangan? Kenapa tidak bilang? Kalau kamu pusing, lebih baik sarapan di
Read more

Kepulangan yang Mencurigakan

“Jangan bicara!” Naomi langsung menarik Attar pergi dari ruang tamu. Setelah itu ia malah bingung harus ke mana karena rumah ini tidak seperti tempat tinggalnya sebelumnya. Alhasil, ia mengajak sang adik ke kamarnya. “Kita mau ke mana, Kak? Jangan buru-buru. Bagaimana kalau Kakak jatuh? Suamimu itu pemarah. Aku tidak mau terkena amukannya?” ucap Attar yang agak terseok karena Naomi berjalan cepat dan terus menyeretnya. Seolah sedang dikejar sesuatu.Naomi tak menjawab dan langsung menutup pintu kamarnya setelah mereka masuk. Ia tak tahu di mana tempat yang lebih aman untuk berbicara penting di rumah ini selain kamarnya. Apalagi sang nyonya rumah lah yang akan menjadi topik pembicaraan mereka. Pasti banyak mata-mata yang mungkin mengadu. Naomi berkacak pinggang dan berjalan bolak-balik di kamarnya. Sedangkan Attar malah sudah duduk manis di ujung ranjang sang kakak. Berdecak kagum melihat kamar yang berkali-kali lipat lebih mewah dari kamarnya. Juga memiliki ranjang yang sangat empuk
Read more

Menghilang Di Telan Bumi

[Bersiaplah, sebentar lagi kamu akan menemukan fakta mengejutkan.] Naomi kembali membaca pesan yang Amara kirim padanya satu bulan lalu. Setelah itu, nomor tersebut tak pernah aktif lagi hingga saat ini. Pesan balasan yang dikirimnya juga pasti belum dibaca oleh wabita wanita itu. Sepertinya Amara sengaja menonaktifkan nomor ini. Pesan itu seolah menyiratkan kalau Amara memang tak berada di rumah ini lagi. Jika Amara berada di sini, tidak mungkin wanita itu mengirim pesan seperti itu. Amara pasti akan langsung mengatakan peringatan tersebut secara langsung. Naomi tak mengerti mengapa Amara terus menerus membahas persoalan yang sama belakangan ini. Bahkan, sampai rela jauh-jauh menemui Attar hanya untuk mengatakan hal yang sama. Namun, Amara tidak memberi penjelasan sama sekali. Seakan sengaja ingin membuatnya penasaran. “Kenapa melamun? Apa yang mengganggu pikiranmu?” tanya Alister sebelum menngecup pipi Naomi dan duduk di samping wanita itu. Naomi tersentak pelan dan spontan
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status