“Kamu marah? Aku salah apa?”Ingin sekali Naomi berteriak di depan wajah Alister. Meluapkan kekesalannya seharian ini. Namun, tentu saja ia tidak bisa. Tanpa sadar sorot mata Naomi berubah tajam. Setelah membuatnya sedih seharian ini. Suaminya itu masih bisa bertanya begitu. Seolah-olah Alister benar-benar lupa dengan pesan balasan yang dikirimnya beberapa jam lalu. Lelaki itu mungkin lupa, atau lebih tepatnya berpura-pura lupa. Namun, Naomi tidak akan melupakan pesan menohok yang membuatnya sadar untuk tak merepotkan lelaki itu. Seharusnya, tadi ia berpesan pada Attar agar tidak mengizinkan Alister masuk. Namun, itu akan membuat adiknya curiga. Naomi pun tak menyangka Alister akan menyusulnya kemari. Apalagi dengan membawa makanan yang diinginkannya sebagai sogokan. Sayangnya, ia tak menginginkan makanan itu lagi. “Kenapa aku harus marah, Tuan? Aku tidak marah,” jawab Naomi pada akhirnya. “Aku sudah ngantuk dan ingin istirahat. Tuan pulang saja. Supaya besok tidak terlambat bekerj
Read more