‘Alister Hardikusuma dan Amara Hardikusuma menghadiri undangan makan malam dari Mustika Grup setelah Hardikusuma Grup resmi menjalin kerja sama dengan Mustika Grup.’Seperti itulah yang sang pembawa berita sampainya. Kamera wartawan terus menyorot Alister dan Amara yang berbaur di antara pasangan konglomerat lainnya. Naomi tak mengenal orang-orang yang berada di sana meskipun mereka cukup sering berseliweran di layar kaca. Fokusnya tertuju pada Amara yang menggandeng erat Alister. Seulas senyum miris tersungging di bibir Naomi. “Bukankah semalam dia bilang lembur sampai pulang lebih larut? Tapi, kenyataannya dia sedang pergi bersama Nyonya Amara,” batinnya. “Kenapa harus berbohong? Kalau jujur pun aku tidak mungkin marah.” Naomi mengalihkan pandangannya dari televisi dan menatap lantai. “Ternyata dia memang sibuk. Pantas saja dia marah karena aku meminta yang aneh-aneh. Padahal dia bisa jujur. Aku akan mengerti.”“Tuan Alister dan istrinya sangat terkenal, wartawan selalu menyorot m
“Kamu mengenaliku? Baguslah. Jadi, aku tidak perlu mengenalkan diri lagi,” tutur Pamela.sembari melipat kedua tangan di depan dada. Manik matanya menyorot Naomi dan Attar dari atas sampai bawah dengan sorot menilai. “Tuan putri miskin dan saudaranya yang lumpuh. Kalian benar-benar tidak pantas menjadi bagian dari keluarga kami.” Tatapan Naomi berubah tajam. Kedua tangan wanita itu kontan mengepal sempurna. Tak terima dengan penghinaan yang Pamela lontarkan. “Jangan menghina adikku! Dia tidak lumpuh! Apa yang kamu inginkan? Tolong jangan ganggu kami.” Tawa sumbang lolos dari bibir Pamela yang dipoles lipstik merah darah. “Ini tempat umum. Kamu tidak berhak mengusirku!” Tiba-tiba Pamela menarik lengan Naomi. Memaksa wanita itu berdiri dengan gerakan kasar. Hingga kaki Naomi tak sengaja terkatuk kaki bangku taman itu. “Apa yang kamu lakukan sampai Alister sudi membelamu?! Karena kamu, dia tega menyakitiku!” Attar hendak menolong Naomi, namun malah terjatuh dari kursi roda. Tak menyer
“Cari tahu apa yang terjadi pada Naomi. Cari tahu apa dia kecopetan, ponsel dan semua identitasnya hilang. Berikan informasi lenagkapnya padaku. Secepatnya! Jangan ada yang terlewat!” perintah Alister pada seseorang di sebrang sana. Dari tempat duduknya, Alister menatap Naomi yang masih betah memejamkan mata. Beberapa peralatan medis terpasang di tubuh wanita itu. Kepala Naomi yang terbentur cukup kuat dibalut perban panjang. Begitu juga dengan beberapa luka di tubuh wanita itu. Naomi mengalami gegar otak ringan dan beberapa luka di bagian tubuh lain. Namun, tidak ada luka serius. Kandungan wanita itu juga baik-baik saja. Begitu mengetahui jika salah satu korban kecelakaan semalam adalah istrinya, Alister langsung ikut ke rumah sakit menggunakan ambulance. Sejak semalam, Alister telah meminta orangnya mencari barang-barang Naomi yang mungkin tertinggal di lokasi kecelakaan. Namun, tidak ada satu pun barang wanita itu yang ditemukan di sana. Sedangkan ponsel dan dompet Naomi entah b
Attar yang sedari kemarin membuatnya cemas setengah mati tiba-tiba muncul di depannya dengan wajah penuh luka. Namun, ada hal lain yang membuat Naomi lebih terkejut. Ia spontan turun dari ranjang. Nyaris membuat infusnya lepas jika Alister tidak membantunya dengan sigap.Tak hanya membantu membawakan infus Naomi, Alister juga memapah wanita itu perlahan-lahan. Seharusnya Naomi belum boleh turun dari ranjang. Tetapi, wanita itu tidak akan mendengarkannya. “Sudah kukatakan kalau dia pasti baik-baik saja, ‘kan?”Naomi tidak menggubris bisikan Alister. Wanita itu terus fokus menatap Attar. Menatap perubahan tak terduga yanh terjadi pada adiknya. Ia menyentuh wajah penuh lebam itu dengan mata berkaca-kaca. “Sejak kapan kamu bisa berjalan?”Kekhawatiran yang sedari kemarin menggerogoti dada Naomi benar-benar lenyap. Menghilang bersama kedatangan sang adik. Namun, melihat adiknya bisa berjalan lagi meski masih pincang dalam waktu secepat ini terasa seperti mimpi baginya. “Sejak aku diculik
“Tuan, ada apa?” tanya Naomi bingung. “Berikan penjelasan tentang penculikan kalian kemarin supaya memudahkan penyelidikan,” respons Alister seraya bergeser dan mempersilakan kedua polisi yang bersamanya mendekati Naomi. “Selamat pagi, Nyonya. Kami ingin meminta keterangan Nyonya mengenai penculikan dan penganiayaan yang dialami oleh Nyonya Naomi dan Tuan Attar,” ujar salah seorang berseragam kepolisian itu. Beberapa pertanyaan dari kedua polisi tersebut. Naomi dan Attar pun menjawab apa adanya. Tanpa ada yang ditutupi ataupun ditambahkan. Setelah semua pertanyaan terjawab, kedua polisi itu langsung pamit pergi dan mengatakan akan melakukan penyelidikan selanjutnya. “Kenapa Tuan memanggil polisi?” Setelah para polisi itu pergi, Naomi kembali melontarkan pertanyaan. Naomi sudah mengerti apa yang akan Alister lakukan. Namun, ia tak menyangka lelaki itu akan berbuat sejauh ini. Hanya untuk masalah yang menimpa dirinya serta adiknya. Sedangkan yang Alister lawan adalah bagian dari ke
“Ayah? Ayah siapa, Kak?” sahut Attar heran. Attar mengikuti arah pandang sang kakak. Setelah menyadari siapa yang dilihat Naomi, ekspresinya kontan mengeras. Melihat keberadaan pria paruh baya yang meninggalkan mereka begitu saja beberapa tahun silam. Dan tidak pernah kembali hingga detik ini. Attar menarik Naomi menjauh dari sana. Namun, wanita itu tetap bergeming. Sengaja tak ingin beranjak. Manik matanya masih menatap nanar ke arah seorang pria paruh baya yang berdiri di depan salah satu ruang perawatan. Sedang bercengkrama dengan seseorang melalui telpon. “Ayo pergi, Kak. Aku lapar,” bujuk Attar sembari kembali menarik sang kakak. Namun, wanita itu masih saja bergeming. “Setelah bertahun-tahun. Aku tidak menyangka kita malah bertemu Ayah di sini,” gumam Naomi dengan mata yang masih menyorot ke arah yang sama. Naomi nyaris melangkah mendekati sang ayah. Namun, seorang anak perempuan dengan pakaian pasien tiba-tiba muncul dari ruangan perawatan itu dan memeluk ayahnya. Atma—aya
“Kapan kamu bertemu dengannya? Apa yang dia katakan padamu?” tanya Alister penuh selidik. “Aku tidak bertemu dengan Nyonya Amara. Emm ... aku melihat pemberitaan kalian di TV. Perut Nyonya Amara terlihat agak membuncit, seperti orang hamil. Apa Nyonya Amara memang hamil?” Naomi kembali mengulang pertanyaannya. Sejak tak sengaja menonton pemberitaan tentang Alister dan Amara, Naomi seringkali memikirkan perut Amara yang tampak aneh. Wanita itu memiliki tubuh yang proposional. Dan bentuk perut Amara yang ia lihat waktu itu memang mirip dengan wanita hamil. Sama seperti dirinya. “Kamu mengikuti pemberitaan tentang kami?” tebak Alister dengan sebelah alis terangkat. “Tidak. Itu hanya kebetulan saja. Aku tidak sengaja melihat berita gosip tentang Tuan dan Nyonya. Biasanya juga tidak pernah,” jawab Naomi tanpa ragu. Meskipun Naomi merasa ada banyak hal yang janggal, ia tidak pernah berusaha mencari tahu tentang kehidupan Alister dan Amara. Apalagi sampai menjadi stalker berita gosip
“Tuan yakin tidak akan melaporkannya? Apa tidak ada cara lain? Keluarga Tuan bisa terpecah karena masalah ini.” Naomi juga ingin Pamela mendapat balasan yang setimpal. Namun, di satu sisi ia tidak ingin keluarga Alister terus berseteru karena dirinya. Naomi menyimpan piring yang baru saja dicucinya di rak yang tersedia. Kemudian, membalikkan tubuhnya. Ia terkejut mendapati Alister yang sudah berdiri tepat di belakangnya. Padahal tadi lelaki itu berada di tempat yang agak jauh darinya. Alister sedikit membungkuk tepat di hadapan Naomi. Memangkas jarak di antara mereka hingga hidung keduanya bersentuhan. “Kamu ingin aku membunuhnya?” Naomi spontan mendorong dada Alister. “Tentu saja tidak, Tuan! Itu sama saja bertindak kriminal.” Tentu saja Naomi tidak akan menyetujui ide gila itu. Mudah sekali Alister bertanya seperti itu. Seolah-olah nyawa manusia tidaklah berarti. Jika Alister benar-benar melakukannya. Itu sama saja menabuh genderang perang. Dan yang akan masuk penjara adala
Naomi mengenal sapu tangan itu. Sapu tangan itu memang miliknya. Lebih tepatnya peninggalan ibunya yang telah hilang beberapa tahun lalu. Ia sempat menangis saat mengetahui sapu tangan itu hilang. Sebab, baginya sapu tangan tersebut adalah benda keberuntungannya. Sapu tangan itu membuat Naomi merasa dekat dengan ibunya yang telah tiada. Ia selalu membawa sapu tangan iru ke mana pun dirinya pergi. Oleh karena itu, ketika sapu tangannya hilang entah ke mana, Naomi sangat merasa bersalah dan sedih. Naomi tidak pernah mengira jika sapu tangan itu berada di tangan Alister. Lebih tidak percaya lagi lelaki itu masih menyimpannya sampai sekarang. Padahal benda itu sudah terlihat lusuh. Orang sekelas Alister pasti menganggapnya seperti sampah. “Kamu tidak sengaja menumpahkan kopi di kemejaku dan kamu memberikan sapu tangan itu untuk membersihkannya. Kamu ingat? Kalau di pikir-pikir lagi, perbuatanmu waktu itu sangat tidak sopan,” ucap Alister sembari terkekeh. “Kamu ingin mengembalikannya
Hawa dingin yang menerpa punggungnya membuat Naomi menggeliat pelan dan akhirnya terbangun. Seketika saja ia mengingat apa yang terjadi beberapa jam lalu. Wajahnya langsung bersemu. Namun, ranjang di sampingnya malah kosong. “Tidurlah, sekarang masih malam,” ucap Alister yang berdiri di sudut ruangan. Naomi spontan mengalihkan pandangan. Wanita itu mengira dirinya ditinggalkan di sini. Dalam cahaya remang-remang, ia dapat melihat siluet Alister di sudut kamar yang sedang menggendong Arkana. Mereka masih berada di kamar hotel Alister tadi. Naomi tidak tahu sejak kapan Arkana berada di sini. Ia tidak enak pada Attar jika adiknya yang membawa Arkana kemari. Ia telah mengganggu waktu istirahat pemuda itu dengan meminta dia menemani Arkana. Apalagi dirinya berjanji hanya pergi sebentar. Naomi tidak menyesal telah memaksakan jauh-jauh datang. Meskipun awalnya dibuat salah paham, setidaknya sekarang dirinya sudah lebih lega. Jika tidak begini, ia tidak akan tahu apa-apa. Walaupun masih b
Seharusnya, Naomi merasa baik-baik saja. Namun, entah ke mana matanya tiba-tiba memburam dan memanas. Kedua tangan yang berada di samping tubuhnya pun gemetar. Ia tidak tahu apa yang terjadi, namun otaknya seolah ingin menyimpulkan sendiri. Amara menatap Naomi dengan senyum miring, kemudian berjalan melewati wanita itu. Dengan sengaja Amara menyenggol Naomi hingga wanita itu nyaris terhuyung. Senyum miring Amara kian mengembang setelah melewati Naomi. Cukup lama Naomi membeku di tempat. Alister pun tampak terkejut melihat kedatangannya. Setelah tersadar dari lamunannya, Naomi lantas berbalik bersiap melangkah pergi dari sana. Namun, Alister bergerak lebih cepat dan menahannya. “Kenapa kamu ada di sini?” tanya Alister pada Naomi. Naomi berdecih sinis. “Bukannya Tuan yang menyuruhku datang?” Bisa-bisanya Alister bertanya seperti itu seolah tidak tahu apa-apa. Padahal sudah jelas-jelas lelaki itu sendiri yang memintanya datang. Ternyata, ia diminta datang hanya untuk menyaksikan Ali
Alister menunjukkan bukti perceraiannya dengan Amara satu tahun lalu pada awak media. Seluruh wartawan langsung memotret bukti perceraian tersebut dari dekat hingga seluruh keterangan yang tertera di sana benar-benar terlihat. Dan tanggal perceraian itu tepat seminggu setelah Alister menikah dengan Naomi. Naomi terkejut bukan main. Yang ia tahu Alister dan Amara bercerai baru-baru ini. Bahkan, sebelumnya pun mereka masih tinggal bersama. Naomi tidak menyangka jika sejak lama Alister dan Amara telah berpisah. Bahkan, sebelum dirinya hamil. “Kami sudah lama berpisah dan perpisahan ini tidak ada kaitannya dengan Naomi. Istriku yang sekarang. Dia salah satu karyawanku dan kami menikah karena saling mencintai. Sedangkan hubunganku dan Amara sudah selesai,” papar Alister di depan seluruh awak media. “Kuharap di antara kalian tidak ada lagi yang berpikir kalau Naomi yang menghancurkan hubunganku dengan Amara. Dan satu lagi, istriku tidak suka terekspos. Jadi, tolong jangan terlalu mengg
“Aku akan menyelesaikannya,” tutur Alister yang kini sudah duduk di samping Naomi. Naomi berjingkat kaget dan spontan menoleh ke samping. Ia tak menyadari sejak kapan Alister terbangun. Apalagi sampai sudah mengintip ponselnya juga. Ia berdecak kesal seraya mematikan ponselnya dan meletakkan benda tersebut di atas meja kecil di dekat ranjangnya. Seperti biasa, Alister selalu menghadapi masalah dengan santai. Seakan-akan yang terjadi saat ini bukanlah masalah besar. Padahal permasalahan ini dapat sangat berpengaruh pada lelaki itu. Berbanding terbalik dengan Naomi yang sedari tadi sudah panik. “Tidak semudah itu, Tuan! Semuanya sudah menyebar. Orang-orang tidak akan mudah percaya,” jawab Naomi agak kesal. “Oh ya, sekalian aku juga ingin mengingatkan kalau aku adalah putri dari seseorang yang pernah menipu Tuan habis-habisan. Harusnya Tuan menjauhiku sebelum aku menguras harta Tuan juga. Aku bisa melakukannya kapan pun aku mau,” lanjut Naomi. Naomi tidak habis pikir kenapa Alister
Naomi tidak pernah merasa syok dan malu separah ini sebelumnya. Sampai-sampai ia tidak tahu harus melakukan apa dan hanya bisa duduk kaku di tempat duduknya. Sebab, untuk beranjak pergi pun tak mungkin meski dirinya benar-benar merasa tak nyaman. Naomi berusaha memaklumi Alister yang tiba-tiba membawanya ke tempat ini tanpa penjelasan di awal. Namun, seakan tak puas membuatnya syok, lelaki itu kembali berulah dan kali ini sangat fatal. Seakan sengaja ingin membuatnya menjadi bulan-bulanan semua orang. Wanita itu memberi isyarat pada suaminya akan berhenti atau meralat kalimat sebelumnya. Namun, lelaki itu bersikap masa bodoh dan terus melanjutkan pidato tanpa memedulikan dirinya. Padahal atmosfer yang melingkupi ruangan ini sudah tidak bersahabat. “Naomi bukan penyebab berakhirnya hubunganku dengan Amara. Sudah sejak lama aku dan Amara tidak cocok. Makanya, akhirnya kami memilih berpisah. Tapi, perpisahan kami baru terekspos akhir-akhir ini. Perpisahan itu tidak ada sangkut pautnya
“Kamu belum siap-siap?” tanya Alister ketika melihat Naomi malah sudah berbaring di ranjang dengan Arkana menggunakan baju tidur. Bahkan, sekarang sudah sedikit terlambat dari waktu janjian mereka karena Alister terjebak kemacetan di jalan. Namun, setelah sampai di sini, Naomi malah belum siap-siap. Lebih tepatnya memang tidak akan bersiap-siap karena wanita itu tidak mau pergi dengan Alister. Kemarin-kemarin Naomi sudah memberi kelonggaran pada Alister untuk berbuat seenaknya. Sekarang tidak lagi. Seharusnya sekarang proses perceraian mereka sudah berjalan. Dan pasangan yang akan berpisah tidak mungkin masih pergi ke mana-mana bersama. “Aku sudah makan. Tuan berangkat sendiri saja,” jawab Naomi seraya memejamkan mata. Padahal belum mengantuk sama sekali.Sekarang baru jam tujuh malam. Biasanya Naomi masih beraktivitas jam segini. Tentu saja ia belum mengantuk. Namun, ia sengaja menyelesaikan pekerjaan rumahnya lebih awal agar bisa bersiap tidur lebih awal juga. Supaya tidak perlu
“Jangan kerja dulu hari ini. Tuan harus istirahat supaya benar-benar pulih. Tapi, kalau Tuan mau pulang sekarang, silakan. Tuan bisa meminta supir menjemput,” tutur Naomi setelah mengecek suhu tubuh Alister menggunakan punggung tangannya. “Sekarang Tuan makan dulu.” Naomi membantu Alister mengubah posisi menjadi bersandar di tembok dengan bantal menjadi menopang. Naomi sudah membuatkan bubur untuk Alister. Tadinya ia ingin membeli saja agar lebih praktis. Namun, Naomi ingat jika Alister agak sensitif terhadap makanan saat sakit. Daripada lelaki itu tidak mau makan, lebih baik ia yang membuatkan bubur. Meski belum tentu juga rasanya enak. Naomi menyadari seharusnya dirinya tidak perlu repot-repot melakukan ini. Namun, ia tidak bisa berpura-pura tak peduli. Apalagi melihat kondisi lelaki itu yang terlihat sangat mengkhawatirkan. Naomi semakin tidak bisa menutup mata dan diam saja. Alister menerima suapan yang Naomi berikan tanpa membuka suara. Walaupun demam yang lelaki itu alami
Naomi berdeham pelan, lalu tersenyum kaku. Wanita itu berkedip pelan, benar-benar tak menyangka mertuanya sudi menginjakkan kaki di rumah sempitnya ini. Meskipun ia juga belum mengetahui apa tujuan kedatangan Miranda sebenarnya. “Maaf, Nyonya. Aku hanya terkejut. Silakan masuk.” Naomi membuka pintu lebih lebar, membiarkan Alister masuk dan mempersilakan Miranda untuk masuk juga. Naomi menatap Alister, bertanya lewat isyarat kenapa lelaki itu mengajak Miranda kemari. Bukannya Naomi antipati terhadap mertuanya sendiri. Tetapi, seharusnya sebelumnya Alister mengatakan jika akan mengajak Miranda juga agar Naomi bisa mempersiapkan sesuatu. Naomi tidak memiliki hidangan yang bisa disuguhkan. Ia hanya memasak sedikit untuk makan malamnya dengan Attar nanti. Seandainya Alister terus terang, dirinya pasti membeli sesuatu untuk disuguhkan. Dan yang sekarang bisa ia suguhkan hanya secangkir teh hangat dan kopi. Justru, malah Miranda dan Alister yang membawakan banyak makanan. Itu malah membu