Semua Bab Desahan di Kamar Adikku: Bab 41 - Bab 50

82 Bab

Bab 41 Melawan

Dada Salma kembang kempis setelah melayangkan tamparan pada suaminya itu. Amar sendiri tanya bisa melotot dengan pipi dan hati panas terbakar sebab di depan laki-laki lain, Salma bisa menjatuhkan harga dirinya dengan sebuah tamparan. Klaim"Kamu berani nampar aku demi laki-laki lain, Salma?""Kalau iya, memangnya kenapa? Kamu pantas mendapatkannya, Mas!""Salma, kamu-" tangan Amar sudah melayang di udara, nyaris saja ia daratkan tamparan serupa di pipi mulus Salma jika saja tangan Rega tak buru-buru menahan."Jangan berani mengangkat tanganmu untuk seorang wanita atau kamu siap dipanggil banci," ucap Rega dengan nada begitu rendah yang cukup untuk mengintimidasi Amar. Rega juga mencengkeram erat tangan Amar hingga laki-laki yang lebih pendek dari Rega beberapa centi itu meringis.Amar menyentak tangannya, akan tetapi, cengkeraman Rega yang begitu kuat nyatanya tak bisa dengan mudah Amar lepaskan."Lepaskan!" desis Amar.
Baca selengkapnya

Bab 42 Dikira munafik

Amar merasa dirinya tak ada harga diri sebagai kepala rumah tangga di rumah itu. Pasalnya, seharian ini, dari kedua isterinya tak ada yang menganggapnya ada.Amar merasa kesepian. la bingun harus masuk ke kamar siapa. Salma ataukah Ayu. Saat ini, ia hanya duduk melamun di sofa ruang tamu. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Matanya sudah mulai memberat, tapi ia belum bisa memutuskan akan tidur dimana."Kayanya tidur di kamar Ayu lebih baik untuk saat ini. Siapa tahu, Salma masih marah gara-gara kejadian sore tadi."Setelah memutuskan akan tidur di kamar Ayu, Amar pun bangkit dari duduknya. Perutnya masih sedikit lapar karena sore tadi hanya makan sedikit nasi sisa pagi hari dan satu butir telor yang diceplok oleh Ayu. Itupun rasanya keasinan karena Ayu terlalu banyak menaburkan garam."Yu, aku mau tidur disini, ya?" tanya Amar seraya mengetuk pintu kamar Ayu. Namun, beberapa kali ia mengetuk, tak ada jawaban dari dalam."Masa Ayu
Baca selengkapnya

Bab 43 Tragedi di hotel

Kali ini Sany benar-benar merasa kecewa dengan sikap Ayu. Padahal, ia selalu berusaha menunjukkan kepeduliannya terhadap Ayu, namun rupanya Ayu sama sekali tak melihatnya."Ya udah kalau emang mau lo, gue harus jauhin lo. Kali ini gue sadar, gue udah membela orang yang salah. Mungkin Kiki dan Rika benar, percuma gue belain orang gak tahu diri dan gak tahu terimakasih kaya lo, Ayu. Mulai sekarang, gue udah gak akan peduli lagi apapun tentang lo."Ayu mencebik saat Sany melenggang pergi dari sana untuk masuk ke dalam kelas. Ayu pun juga ikut masuk ke dalam kelas. Namun, kali ini Ayu memilih tempat duduk yang jauh dari tempat duduk Sany.Selama kelas berlangsung, Ayu terus berpikir tentang ancaman Arjun tadi pagi. la jadi sedikit menyesal telah menerima uang dua puluh juta itu. Tapi, di sisi lain ia juga membutuhkannya. Uang dari Amar sama sekali tak bisa diharapkan.Seperti yang sudah Arjun katakan, setelah perkuliahan selesai, Arjun meminta Ayu unt
Baca selengkapnya

Bab 44 Berakhir Dirumah sakit

Ayu sudah sadar ketika dirinya baru saja dipindahkan ke ruang perawatan. Mengedarkan pandangannya untuk memastikan bahwa kini dirinya sudah tidak ada di kamar hotel tadi.Ayu takut, rasanya saat dirinya digauli dengan kasar oleh Arjun masih begitu terasa. Tanpa sadar, ia mengeratkan pegangannya pada selimut yang menutupi tubuhnya hingga sebatas perut."Anda sudah sadar rupanya," ucap salah seorang dokter yang datang bersama seorang perawat.Ayu tak berkedip melihat dokter tampan itu. Apalagi saat dokter itu mendekat dan mengarahkan ujung stetoskop ke arah dadanya. Dingin, rasanya begitu dingin saat benda kecil itu menyentuh kulitnya. Tapi, hatinya terasa hangat entah kenapa."Siapa yang membawa saya kesini, Dok?" tanya Ayu penasaran. Sebab, ia tak sempat melihat seseorang yang menolongnya tadi."Saya. Kebetulan sebelum berangkat ke rumah sakit, saya ada sedikit perlu dengan kolega saya di hotel itu."Tanpa sadar Ayu tersenyum. Ia
Baca selengkapnya

Bab 45 Honor

Bu Asih kini sedang kebingungan. Pasalnya, kemarin para penagih hutang itu sudah datang ke rumahnya sembari mengancam. Jika hari ini ia tak kunjung membayat hutangnya, maka televisi dan kulkas di rumahnya akan dibawa."Duh! Harus hutang kemana lagi ini? Mana si Amar sekarang pelit banget. Kalau minta Salma, bukannya dikasih, dia malah sok ngungkit-ngungkit masa lalu. Mau jadi anak durhaka rupanya dia. Kalau Ayu, kira-kira masih punya uang gak, ya?"Di saat ia tengah pusing memikirkan semuanya, ponselnya berdering. Ada sebuah pesan masuk dari menantunya, Amar.[Bu, Ayu sekarang dirawat di rumah sakit. Ibu cepat kesini buat jagain dia. Aku besok sudah harus masuk kerja.]Tiba-tiba terlintas dalam pikiran bu Asih akan jalan keluar masalahnya.[Boleh. Tapi ada syaratnya.]Lama pesan itu tak kunjung dibuka oleh Amar. Bu Asih menaruh ponselnya di atas meja lalu ia hendak pergi ke kamar mandi sebelum pintu rumahnya digedor-gedor dengan
Baca selengkapnya

Bab 46 Kacau

Amar sampai di rumah pukul sebelas malam. Pintu rumah sudah dikunci rapat oleh Salma hingga membuat Amar menggerutu sebab ketukan pintunya tak dipedulikan oleh Salma."Salma! Buka pintunya, dong, banyak nyamuk, nih, di luar. Salma!"Amar menggosok kedua lengannya karena hawadingin yang mulai menembus menyentuh kulit. Ditambah dengan nyamuk-nyamuk kecil kelaparan yang menyerang kaki hingga lehernya."Astaga! Kenapa gak aku telepon aja Salma dari tadi. Siapa tahu dia udah tidur terus gak denger kalau aku ketuk pintu," gumam Amar seraya mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya.Namun, lagi-lagi ia mengumpat saat mendapati ponselnya kehabisan daya. Karena kesal, Amar nyaris melempar ponselnya ke atas lantai jika saja ia tak ingat bahwa mulai besok jabatannya sudah terjun bebas dan gajinya tidak akan cukup untuk membeli ponsel baru."Masa aku harus tidur di luar, sih?"Karena sudah nyaris tiga puluh menit dan Salma tak ku
Baca selengkapnya

Bab 47 Pertengkaran

Amar terus saja menggerutu di sepanjang jalan pulang di atas motornya. Tadi, ia terkena marah oleh kepala divisi yang baru, sebab hari ini, ia tak bisa menjual produk sesuai target. Bahkan, produk itu hanya terjual tak sampai separuhnya."Sial! Ini semua gara-gara Mely dan Salma yang pakai acara ngadu segala ke bu Marwa."Hati Amar terasa amat dongkol. Belum lagi, tadi sebelum pulang kerja, Ayu mengiriminya pesan, meminta agar ia membelikan cumi asam manis, gurame bakar dan plencing kangkung beserta nasinya untuk dirinya dan sang ibu makan. Ayu bilang, ia dan ibunya tidak doyan makana rumah sakit."Bodoh amat, lah! Penyet lele juga sudah cukup, gumam Amar seraya kembali menaiki motornya setelah membeli dua bungkus nasi beserta lele penyet di dekat rumah sakit.Sampai di rumah sakit, Amar langsung menuju ke ruang rawat Ayu. Ia sedikit terkejut saat mendapati bilik tempat Ayu dirawat terlihat ramai. Rupanya sedang ada kunjungan dokter. Jadi, ada dok
Baca selengkapnya

Bab 48 Tak Ingin Pulang

Dengan tubuh sedikit gemetar, Amar mencoba mendekati Salma yang kini terduduk di atas lantai setelah ia menamparnya dengan kuat.Salma sendiri hanya bisa memegangi pipinya yang panas serta menahan rasa nyeri di bagian pelipisnya karena terbentur ujung meja rias. Amar menamparnya tak tanggung-tanggung hingga tubuynya terhuyung dan terjatuh hingga menabrak meja riasanya."Salma, kamu gak apa-apa, kan?" Amar mencoba menyentuh Salma, namun tangannya segera ditepis oleh Salma.Dengan tertatih, Salma mencoba bangkit. Tatapan tajam itu belum hilang sejak ia mendapatkan perlakuan kasar dari Amar.Segera Salma menyambar dompet, tas dan juga kunci mobil. Salma meninggalkan Amar tanpa sepatah katapun. Amar mencoba menyusul Salma, tapi rupanya langkah Salma begitu cepat hingga ia sudah berada di dalam mobil saat Amar baru saja turun dari teras."Salma! Mau kemana kamu, Salma? Argggh, sial !"Amar meninju angin untuk meluapkan kekesalann
Baca selengkapnya

Bab 49 Amarah salma

Salma melempar asal ponselnya ke atas ranjang. Ranjang yang luas tidak membuat Salma takut ponselnya akan terjatuh. Ia pun merebahkan tubuhnya ke atas ranjang yang lebih empuk dari miliknya di rumah."Kata cintamu itu hanya agar kau selamat dariku, Mas. Tapi aku tidak bodoh. Bahkan, rasa cinta untukmu sudah mati saat aku tahu kamu berselingkuh dengan Ayu."Karena sudah sangat lelah, akhirnya Salma tertidur juga. Keesokan paginya, ia harus segera kembali ke rumah. Ia sudah ada janji dengan para tukang untuk merenovasi rumahnya.Dan benar saja, saat Salma sampai di rumah, ada dua orang yang sudah menunggunya di depan rumah. Mereka asik duduk-duduk dan berbincang di lantai teras rumah Salma."Maafkan saya, Bapak-bapak. Kemarin saya ada urusan mendadak yang mengharuskan saya menginap, jadi pagi ini baru kembali. Apa Bapak-bapak sudah lama disini?" ucap Salma saat ia menghampiri dua orang pria tersebut."Oh, tidak apa-apa, Mbak. Kami juga
Baca selengkapnya

Bab 50 tertangkap

"A-apa maksudnya ini, Pak? Saya tidak melakukan apapun, saya tidak bersalah!"Amar menatap ke arah Salma yang hanya membalas tatapannya dengan datar. Lalu, Salma menunjuk ke arah pelipisnya yang memang masih terdapat luka lecet. Bahkan, kini terlihat sedikit membiru."Ini hasil kreasiku malam kemarin, Mas. Bawa saja dia, Pak."Mata Amar membola saat Salma dengan entengnya menyuruh kedua polisi itu untuk membawanya."Mari, saudara Amar. Ikut kami ke kantor polisi dan jelaskan semuanya disana nanti.""Pak, saya tidak sengaja melakukannya, Pak. Kami suami isteri, wajar jika terjadi cekcok di antara kami.""Sangat tidak wajar kalau sampai kamu mengangkat tanganmu. Sudah, Pak, bawa saja dia dari sini.""Mari, Pak Amar. Kami harap, anda bisa bersikap kooperatif."Kedua polisi itu memegangi kedua sisi lengan Amar. Meski berontak, nyatanya Amar tak bisa melepaskan diri dari kedua polisi tersebut."Salma, k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status