"A-apa maksudnya ini, Pak? Saya tidak melakukan apapun, saya tidak bersalah!"Amar menatap ke arah Salma yang hanya membalas tatapannya dengan datar. Lalu, Salma menunjuk ke arah pelipisnya yang memang masih terdapat luka lecet. Bahkan, kini terlihat sedikit membiru."Ini hasil kreasiku malam kemarin, Mas. Bawa saja dia, Pak."Mata Amar membola saat Salma dengan entengnya menyuruh kedua polisi itu untuk membawanya."Mari, saudara Amar. Ikut kami ke kantor polisi dan jelaskan semuanya disana nanti.""Pak, saya tidak sengaja melakukannya, Pak. Kami suami isteri, wajar jika terjadi cekcok di antara kami.""Sangat tidak wajar kalau sampai kamu mengangkat tanganmu. Sudah, Pak, bawa saja dia dari sini.""Mari, Pak Amar. Kami harap, anda bisa bersikap kooperatif."Kedua polisi itu memegangi kedua sisi lengan Amar. Meski berontak, nyatanya Amar tak bisa melepaskan diri dari kedua polisi tersebut."Salma, k
"Duh! Mbak Salma ini kemana, sih? Masa sampai jam segini belum pulang. Capek aku tiduran di lantai kaya gini, Bu," gerutu Ayu.Memang, mereka terpaksa beristirahat di kamar Salma. Namun, karena tadi pak Mali dan pak Mamat sudah mengeluarkan ranjang besar milik Salma, akhirnya Ayu dan ibunya terpaksa tidur di atas lantai yang hanya beralaskan karpet beludru."Ibu juga gak tahu, Yu. Ke salon mungkin.""Ke salon juga biasanya gak sampai sore, kok. Mana aku udah laper banget, Bu. Waktunya minum obat sejak satu jam yang lalu, lho," gerutunya lagi sembari memegangi perutnya yang berbunyi."Bu, Mbak, itu mbak Salmanya udah dateng," ucap pak Mamat memberi tahu.Seketika Ayu bangkit dari tidurnya dan menggedor pintu kamar Salma."Cepetan buka pintunya, Mbak. Aku udah laper, nih!" teriak Ayu dari dalam kamar. Sementara Salma baru saja masuk ke dalam rumah. la heran saat mendapati suara Ayu dari dalam kamarnya."Lho, kalian ng
"Eh, ternyata lo nyusulin kesini juga? Mau nemenin mas Amar tidur disini, ya?" ucap Nadya yang membuat Ayu geram."Lo tuh adik gak tahu diri! Kakaknya dipenjara malah kesenangan.""Mas Amar dipenjara juga karena ulahnya sendiri, kok. Siapa suruh mukul mbak Salma. Sekarang, silahkan urus itu suami tersayang lo."Nadya melewati Ayu dan dengan sengaja menyenggol pundak Ayu dengan sedikit kencang. Ayu yang kesal ingin mengejar Nadya, namun gerakannya dihentikan oleh bu Asih."Udah, Yu, biarin aja anak kurang aja itu. Sekarang kita masuk, kita tanyakan sama Amar gimana kehidupan kamu selanjutnya kalau dia beneran dipenjara. Dia harus tetap bertanggung jawab atas kamu, Yu," ucap bu Asih meyakinkan Ayu.Ayu sendiri setuju dengan apa yang diucapkan oleh ibunya. Walaupun nanti Amar benar harus dipenjara, Ayu tak mau tahu, ia masih meminta hak nafkahnya terpenuhi."Mas Amar!" teriak Ayu saat ia melihat Amar terkapar di atas brankar diteman
"Bu! Terus ini gimana sekarang? Aku harus tinggal dimana?" rengek Ayu pada bu Asih.Kini, mereka sedang berada di pinggir jalan tak jauh dari rumah Salma. Mereka belum juga pergi karena tidak tahu harus pergi kemana."Kamu cari kontrakan aja gimana? Kalau kamu udah gak kuliah, bisa ikut Ibu pulang ke kampung. Tapi, kamu, kan masih kuliah."Ayu menggaruk kepalanya kasar. la tengah Irustasi. Saat ini, Ayu tengah bimbang untuk menentukan langkah. Jika ia pergi untuk mencari kontrakan sendiri, ia tak rela. Sebab, ia masih ingin menuntut pertanggungjawaban dari Amar.Akan tetapi, jika ia menemui Amar sekarang. justru Amar yang akan memintanya untuk membantu membayar jaminan agar suaminya itu bebas dari penjara.Di saat penampilannya tengah acak-acakan seperti itu, ia tak menyangka jika sebuah mobil tiba-tiba berhenti di dekatnya. Kaca jendela itu bergerak turun dan detik selanjutnya, tawa seseorang yang dulu sangat dekat dengannya pun terdenga
Salma kesal, kenapa di saat seperti ini, justru tetangganya itulah yang lewat. Membuat dirinya semakin merasa tak enak kepada Rega."Kenapa memangnya, Bu? Itu artinya saya ini wanita yang diidam-idamkan banyak orang."Mendengar tanggapan Salma, ibu itu memiringkan mulutnya sambil menggerutu sendiri. Mungkin, ia pikir Salma akan merasa tidak enak, rupanya justru Salma seperti menantangnya."Bukan muhrim, Mbak Salma. Cerai dulu, dong, baru sama yang lain," cibir ibu itu lagi.Salma memang terkenal di kompleksnya. Terkenal sebagai wanita cantik yang sukses. Memiliki suami yang tanpan dan memiliki pekerjaan yang bagus. Banyak yang mencibir Salma sebab ia memang jarang bergaul dengan para tetangga.Inginnya mereka adalah agar Salma ikut berbaur saat mereka tengah berkumpul. Rujakan siang-siang atau sekadar membicarakan hal-hal remeh dalam kehidupan mereka seharian.Tentu saja Salma tak bisa melakukan itu semua, ia adalah seorang wanit
Ayu tersungkur di atas lantai paving di depan gedung hotel setelah berlari dari kejaran dua orang polisi yang berniat menjemputnya.Karena merasakan kakinya yang teramat sakit, Ayu tak bisa bangkit untuk melanjutkannya pelarian hingga kedua polisi itu kini sudah sampai dan membantu Ayu untuk bangkit. Kedua lengannya dicekal sehingga ia tak bisa lari lagi."Pak, jangan bawa anak saya, Pak! Kami akan memohon maaf pada nak Kiki agar dia mencabut laporannya. Anak saya dan nak Kiki itu dulunya sahabat dekat, Pak." Bu Asih datang dengan tergopoh-gopoh. Rok panjang yang ia kenakan sampai harus dijinjing agar mempermudah langkahnya."Untuk hal itu, coba anda hubungi saudara Kiki secara langsung. Tapi, saudari Ayu tetap harus ikut kami ke kantor polisi.""Tidak! Aku gak salah, dia yang sudah menghinaku lebih dulu. Dia mencemarkan nama baikku!" teriak Ayu dengan tubuh yang terus mencoba memberontak dari cekalan polisi."Mari ikut kami!" Dengan
"Apa?! Dua puluh juta? Gila lo, ya? Gak, gak bakal sudi bayar lo segitu banyak. Luka juga cuma lecet ," tolak Ayu dengan wajah berpaling.Sebenarnya, ia sangsi jika luka yang Kiki alami hanya lecet biasa. Pasalnya, penutup luka di pelipis Kiki dari kapas itu terlihat cukup lebar."Cuma lecet mata lo! Gue dapat tiga jahitan asal lo tahu! Dan gue juga gak maksa lo buat nerima syarat dari gue, kok. Ya, tapi resikonya lo harus siap mendekam di balik jeruji besi.Bu Asih sudah gemetaran sejak tadi. Ia ingin mengambil hati Kiki dengan berlaku lembut, tapi sedari tadi Ayu seperti tak membiarkannya melakukan aksinya. Ayu justru terus saja membuat gara-gara hingga Kiki semakin sulit untuk diluluhkan."Sudahlah, Ayu, kamu terima saja syarat dari nak Kiki. Memangnya kamu mau masuk penjara?""Tapi, Bu, dua puluh juta itu bukan uang yang sedikit. Memangnya Ibu punya? Uangku juga tinggal delapan belas juta, masih kurang. Dan Ibu ingat, kan, jika tujuan
Bu Lina keluar dari ruangan pribadi Salma dengan perasaan kecewa. Tapi, ia juga sadar, mungkin ia terlalu tergesa-gesa dalam melangkah. Ia tak tahu masalah apa yang sedang Salma hadapi di dalam rumah tangganya. Lalu, secara tiba-tiba dirinya masuk untuk sengaja mengorek masalah yang ada."Bodohnya aku. Seharusnya aku tidak perlu terburu-buru. Salma bahkan baru saja mengurus gugatan cerai dan aku malah semakin menambah beban pikirannya dengan tindakanku. Benar-benar ceroboh," gerutu bu Lina dalam hati.Bu Lina tak menyalahkan Salma atas penolakan yang ia terima. Mungkin lain kali, jika situasi sudah kondusif, ia akan kembali melakukan pendekatan pada Salma, wanita yang ia idamkan sebagai calon menantu."Jeng Lina dari mana?" tanya salah satu temannya yang tadi ikut rombongan bersamanya."Saya baru dari ngobrol sama Salma, pemilik salon ini, Jeng Anis," jawab bu Lina membuat temannya yang bernama Anis itu mengangguk paham.Kini giliran