Amar terus saja menggerutu di sepanjang jalan pulang di atas motornya. Tadi, ia terkena marah oleh kepala divisi yang baru, sebab hari ini, ia tak bisa menjual produk sesuai target. Bahkan, produk itu hanya terjual tak sampai separuhnya."Sial! Ini semua gara-gara Mely dan Salma yang pakai acara ngadu segala ke bu Marwa."Hati Amar terasa amat dongkol. Belum lagi, tadi sebelum pulang kerja, Ayu mengiriminya pesan, meminta agar ia membelikan cumi asam manis, gurame bakar dan plencing kangkung beserta nasinya untuk dirinya dan sang ibu makan. Ayu bilang, ia dan ibunya tidak doyan makana rumah sakit."Bodoh amat, lah! Penyet lele juga sudah cukup, gumam Amar seraya kembali menaiki motornya setelah membeli dua bungkus nasi beserta lele penyet di dekat rumah sakit.Sampai di rumah sakit, Amar langsung menuju ke ruang rawat Ayu. Ia sedikit terkejut saat mendapati bilik tempat Ayu dirawat terlihat ramai. Rupanya sedang ada kunjungan dokter. Jadi, ada dok
Dengan tubuh sedikit gemetar, Amar mencoba mendekati Salma yang kini terduduk di atas lantai setelah ia menamparnya dengan kuat.Salma sendiri hanya bisa memegangi pipinya yang panas serta menahan rasa nyeri di bagian pelipisnya karena terbentur ujung meja rias. Amar menamparnya tak tanggung-tanggung hingga tubuynya terhuyung dan terjatuh hingga menabrak meja riasanya."Salma, kamu gak apa-apa, kan?" Amar mencoba menyentuh Salma, namun tangannya segera ditepis oleh Salma.Dengan tertatih, Salma mencoba bangkit. Tatapan tajam itu belum hilang sejak ia mendapatkan perlakuan kasar dari Amar.Segera Salma menyambar dompet, tas dan juga kunci mobil. Salma meninggalkan Amar tanpa sepatah katapun. Amar mencoba menyusul Salma, tapi rupanya langkah Salma begitu cepat hingga ia sudah berada di dalam mobil saat Amar baru saja turun dari teras."Salma! Mau kemana kamu, Salma? Argggh, sial !"Amar meninju angin untuk meluapkan kekesalann
Salma melempar asal ponselnya ke atas ranjang. Ranjang yang luas tidak membuat Salma takut ponselnya akan terjatuh. Ia pun merebahkan tubuhnya ke atas ranjang yang lebih empuk dari miliknya di rumah."Kata cintamu itu hanya agar kau selamat dariku, Mas. Tapi aku tidak bodoh. Bahkan, rasa cinta untukmu sudah mati saat aku tahu kamu berselingkuh dengan Ayu."Karena sudah sangat lelah, akhirnya Salma tertidur juga. Keesokan paginya, ia harus segera kembali ke rumah. Ia sudah ada janji dengan para tukang untuk merenovasi rumahnya.Dan benar saja, saat Salma sampai di rumah, ada dua orang yang sudah menunggunya di depan rumah. Mereka asik duduk-duduk dan berbincang di lantai teras rumah Salma."Maafkan saya, Bapak-bapak. Kemarin saya ada urusan mendadak yang mengharuskan saya menginap, jadi pagi ini baru kembali. Apa Bapak-bapak sudah lama disini?" ucap Salma saat ia menghampiri dua orang pria tersebut."Oh, tidak apa-apa, Mbak. Kami juga
"A-apa maksudnya ini, Pak? Saya tidak melakukan apapun, saya tidak bersalah!"Amar menatap ke arah Salma yang hanya membalas tatapannya dengan datar. Lalu, Salma menunjuk ke arah pelipisnya yang memang masih terdapat luka lecet. Bahkan, kini terlihat sedikit membiru."Ini hasil kreasiku malam kemarin, Mas. Bawa saja dia, Pak."Mata Amar membola saat Salma dengan entengnya menyuruh kedua polisi itu untuk membawanya."Mari, saudara Amar. Ikut kami ke kantor polisi dan jelaskan semuanya disana nanti.""Pak, saya tidak sengaja melakukannya, Pak. Kami suami isteri, wajar jika terjadi cekcok di antara kami.""Sangat tidak wajar kalau sampai kamu mengangkat tanganmu. Sudah, Pak, bawa saja dia dari sini.""Mari, Pak Amar. Kami harap, anda bisa bersikap kooperatif."Kedua polisi itu memegangi kedua sisi lengan Amar. Meski berontak, nyatanya Amar tak bisa melepaskan diri dari kedua polisi tersebut."Salma, k
"Duh! Mbak Salma ini kemana, sih? Masa sampai jam segini belum pulang. Capek aku tiduran di lantai kaya gini, Bu," gerutu Ayu.Memang, mereka terpaksa beristirahat di kamar Salma. Namun, karena tadi pak Mali dan pak Mamat sudah mengeluarkan ranjang besar milik Salma, akhirnya Ayu dan ibunya terpaksa tidur di atas lantai yang hanya beralaskan karpet beludru."Ibu juga gak tahu, Yu. Ke salon mungkin.""Ke salon juga biasanya gak sampai sore, kok. Mana aku udah laper banget, Bu. Waktunya minum obat sejak satu jam yang lalu, lho," gerutunya lagi sembari memegangi perutnya yang berbunyi."Bu, Mbak, itu mbak Salmanya udah dateng," ucap pak Mamat memberi tahu.Seketika Ayu bangkit dari tidurnya dan menggedor pintu kamar Salma."Cepetan buka pintunya, Mbak. Aku udah laper, nih!" teriak Ayu dari dalam kamar. Sementara Salma baru saja masuk ke dalam rumah. la heran saat mendapati suara Ayu dari dalam kamarnya."Lho, kalian ng
"Eh, ternyata lo nyusulin kesini juga? Mau nemenin mas Amar tidur disini, ya?" ucap Nadya yang membuat Ayu geram."Lo tuh adik gak tahu diri! Kakaknya dipenjara malah kesenangan.""Mas Amar dipenjara juga karena ulahnya sendiri, kok. Siapa suruh mukul mbak Salma. Sekarang, silahkan urus itu suami tersayang lo."Nadya melewati Ayu dan dengan sengaja menyenggol pundak Ayu dengan sedikit kencang. Ayu yang kesal ingin mengejar Nadya, namun gerakannya dihentikan oleh bu Asih."Udah, Yu, biarin aja anak kurang aja itu. Sekarang kita masuk, kita tanyakan sama Amar gimana kehidupan kamu selanjutnya kalau dia beneran dipenjara. Dia harus tetap bertanggung jawab atas kamu, Yu," ucap bu Asih meyakinkan Ayu.Ayu sendiri setuju dengan apa yang diucapkan oleh ibunya. Walaupun nanti Amar benar harus dipenjara, Ayu tak mau tahu, ia masih meminta hak nafkahnya terpenuhi."Mas Amar!" teriak Ayu saat ia melihat Amar terkapar di atas brankar diteman
"Bu! Terus ini gimana sekarang? Aku harus tinggal dimana?" rengek Ayu pada bu Asih.Kini, mereka sedang berada di pinggir jalan tak jauh dari rumah Salma. Mereka belum juga pergi karena tidak tahu harus pergi kemana."Kamu cari kontrakan aja gimana? Kalau kamu udah gak kuliah, bisa ikut Ibu pulang ke kampung. Tapi, kamu, kan masih kuliah."Ayu menggaruk kepalanya kasar. la tengah Irustasi. Saat ini, Ayu tengah bimbang untuk menentukan langkah. Jika ia pergi untuk mencari kontrakan sendiri, ia tak rela. Sebab, ia masih ingin menuntut pertanggungjawaban dari Amar.Akan tetapi, jika ia menemui Amar sekarang. justru Amar yang akan memintanya untuk membantu membayar jaminan agar suaminya itu bebas dari penjara.Di saat penampilannya tengah acak-acakan seperti itu, ia tak menyangka jika sebuah mobil tiba-tiba berhenti di dekatnya. Kaca jendela itu bergerak turun dan detik selanjutnya, tawa seseorang yang dulu sangat dekat dengannya pun terdenga
Salma kesal, kenapa di saat seperti ini, justru tetangganya itulah yang lewat. Membuat dirinya semakin merasa tak enak kepada Rega."Kenapa memangnya, Bu? Itu artinya saya ini wanita yang diidam-idamkan banyak orang."Mendengar tanggapan Salma, ibu itu memiringkan mulutnya sambil menggerutu sendiri. Mungkin, ia pikir Salma akan merasa tidak enak, rupanya justru Salma seperti menantangnya."Bukan muhrim, Mbak Salma. Cerai dulu, dong, baru sama yang lain," cibir ibu itu lagi.Salma memang terkenal di kompleksnya. Terkenal sebagai wanita cantik yang sukses. Memiliki suami yang tanpan dan memiliki pekerjaan yang bagus. Banyak yang mencibir Salma sebab ia memang jarang bergaul dengan para tetangga.Inginnya mereka adalah agar Salma ikut berbaur saat mereka tengah berkumpul. Rujakan siang-siang atau sekadar membicarakan hal-hal remeh dalam kehidupan mereka seharian.Tentu saja Salma tak bisa melakukan itu semua, ia adalah seorang wanit