Home / Lain / Ifat / Chapter 171 - Chapter 180

All Chapters of Ifat: Chapter 171 - Chapter 180

232 Chapters

Bab 171: Rahasia Sang Pecinta

Bab 171: Rahasia Sang Pecinta**Anggun menarik nafas yang dalam. Ada sesuatu di sudut hatinya, berupa bayangan gelap, atau siluet seorang lelaki yang sedang duduk di kursi.Lelaki itu sedang menunduk seakan tengah menekuri sesuatu. Di tangan lelaki itu ada sebuah botol minum dengan gambar karakter Winnie The Pooh.Begitu banyak perasaan di dalam hati Anggun yang begitu sulit ia luapkan.Cemburu. Anggun merasa cemburu pada bagaimana Leony mencintai Ifat.Juga prihatin, sebab lelaki yang dicintai sahabatnya itu masih juga belum menunjukkan kepastian.Dilema, karena Anggun ternyata mencintai lelaki yang sama. Sekaligus iri, dan ini terkait dengan lanjutan cerita dari mulut Leony.“Saking sayangnya Ifat pada adiknya, juga pada botol minum peninggalan Ainun itu, dia tidak pernah meminjamkannya pada orang lain. Satu kali pun, tidak pernah dia memberi minum orang lain dengan botol minumnya itu.”“Bagi Ifat, b
Read more

Bab 172: Tiga Langkah Mati

Bab 172: Tiga Langkah Mati**Maka dengan Kassandra, sampai detik ini hanya ada tiga orang yang pernah aku beri minum dengan botol Winnie The Pooh-ku.Aku ingat sekali, sama dengan kuatnya ingatanku tentang siapa-siapa saja wanita itu. Sebelum Kassandra ada Leony, dan sebelum Leony ada wanita pertama yang.., ah, sudahlah.Aku selalu kesal jika teringat wanita yang satu lagi itu. Selanjutnya, segala macam pemikiran tentang rencana-rencana terkait masa depan memenuhi kepalaku.Aku bisa menetap di sini, di Surabaya kota kelahiranku, menikahi Aryati dan menerima anaknya sebagai anakku.Aku juga bisa kembali ke Bandar Baru, menemui Jihan, mengajaknya menikah dan menerima dia seperti yang pernah kami bicarakan dulu.Akan tetapi, rasa sukaku pada gadis Melayu bermata perigi itu masih terkalahkan dengan rasa sukaku kepada Ika Damayanti, sahabat Jihan sendiri.Satu hal yang kemudian menjadi polemik di dalam hatiku adalah, aku tidak memp
Read more

Bab 173: Jalesveva Jayamahe

Bab 173: Jalesveva Jayamahe**Ketika aku memasuki permainan yang ke-11, lelaki pemilik lapak catur menawari aku untuk menghentikan permainan.Dia khawatir aku kehabisan uang. Namun aku tidak mau, dan terus mengeluarkan uang, dan mengajaknya bersalaman.  Menginjak permainan yang ke-21, lelaki itu menawari aku lagi untuk berhenti. Kali ini nadanya sedikit membujuk, dan raut wajahnya seakan tidak tega padaku yang telah beberapa kali menggaruk kepalaku di sepanjang permainan.Sampai di situ, aku telah menghabiskan uang sebanyak 40 ribu rupiah. Tidak apa-apa, uangku masih banyak. Bonus pertandingan dari ring oktagon yang tersimpan di beberapa rekeningku masih ada milyaran.Untuk apa aku risau hanya perkara uang yang berjumlah puluhan ribu?“Waduh, Mas, saya-nya jadi ndak enak, nih. Kita udahan saja ya, Mas?” Pinta lelaki berbangku kayu itu.“Ndak apa-apa, Mas, tenang saja. Ndak masalah kok bagi saya.”
Read more

Bab 174: Dot Dut Det Dut

Bab 174: Dot Dut Det Dut**“Tiketku ke Kalimantan hangus, biarlah,” pikirku.“Terserah aku..,”“Ini jalan hidupku..,”Aku sudah cukup menderita maka aku berhak mendapatkan imbalan berupa tetesan surga yang dijatuhkan Tuhan ke bumi Indonesia.“Oh, Bali, I am coming..,”Oh, Kassandra.., dari surga tempatmu di langit sana, kamu bisa melihat aku, kan? Kamu masih mengikuti jalan ceritaku, kan?Menggunakan bus, aku pun sampai di Bali. Sudah pukul sepuluh malam, tapi suasananya masih seperti lebaran hari keenam.Bingang-bingung sebentar, akhirnya kuputuskan menginap di Denpasar. Mataku mengantuk, perutku lapar, dan kakiku pegal. Sampai di dalam kamar sebuah hotel, segera saja aku hempaskan wajahku di atas bantal.Keesokan harinya, aku pergi ke Kuta, tempat yang paling menawan untuk menikmati sunset di sepanjang garis pantainya.Di Kuta aku menyewa kamar di sebuah re
Read more

Bab 175: Bidadari Ketujuh

Bab 175: Bidadari Ketujuh**Selesai kubercerita, Elyaz menanggapi dengan berbicara seputar hakikat kehidupan, dalam pemahaman dia tentu saja.“Aku tahu kamu siapa, dan aku tahu siapa Kassandra. Well, menurutku kamu tidak pantas beristrikan Kassandra. Tetapi, segala sesuatunya telah berubah, ya..,” dan seterusnya.Elyaz bilang, cinta adalah anugerah dari Tuhan, berasal dari Tuhan, dan akan kembali kepada Tuhan.“Is that Hinduisme--apa itu ajaran Hindu?” Tanyaku sopan.“No! Definitely, not. It is not Hinduisme, not Budhisme, and.., apa yang aku katakan ini bukan berasal dari ajaran agama mana pun.”“So?”“Ini adalah bahasa universal yang siapa pun orang di dunia ini bisa memahaminya?”“What was that?”“Love.”Elyaz kemudian menatapku.“Kassandra, dalam esensinya sebagai cinta, telah kembali dan melebur ke dalam l
Read more

Bab 176: Kepingan Hati di Kota Tua - part 1

Bab 176: Kepingan Hati di Kota Tua - part 1** BEBERAPA BULAN KEMUDIAN.., Sekarang, aku sudah berada di sini lagi, di kawasan wisata Kota Tua, Jakarta Utara, tempat dulu aku dan Kassandra pernah menikmati senja.Aku duduk di sebuah kafe bergaya kolonial—kafe yang sama, menunggu pesanan kopiku sampai di meja—juga meja yang sama.Aku memandangi seantero Taman Fatahillah yang di hari jelang senja ini lumayan ramai. Apakah sekarang ini hari libur? Ah, aku sampai lupa.Aku merenung, mengenang kembali apa yang telah aku lakukan dalam beberapa bulan ini. Fiuh..! tiba-tiba, aku merasa lelah.Perjalanan mencari paman dari pihak ibuku di daratan Kalimantan berbuah nihil. Aku tidak berhasil menemukan keberadaan orang tua yang menjadi tautan darahku itu.Berbekal informasi yang kukantongi dari Surabaya, aku memulainya dari Balikpapan, Kalimantan Timur.Beberapa hari di Penajam, aku melanjutkan
Read more

Bab 177: Kepingan Hati di Kota Tua – part 2

Bab 177: Kepingan Hati di Kota Tua – part 2**Aku membayar wanita-wanita panggilan itu bukan untuk bercinta. Akan tetapi, hanya untuk.., baiklah, berikut ini beberapa kisah yang ingin aku kenang. ******** Aku baru selesai mandi ketika wanita itu mengetuk pintu kamar hotel tempatku menginap. Masih mengenakan handuk aku menuju pintu dan membukanya.Sesaat dia terperangah menatapku yang bertelanjang dada, lalu tersenyum.“Ifat?” Tanya dia sembari menggigit bibir.“Iya, saya Ifat. Masuklah.”Sampai di dalam dia segera membanting tubuhnya di atas kasur, berbaring miring dengan pose yang sangat menantang.Wajah dan matanya sangat manja. Dia terus menatapku yang tak acuh, sembari mengulum-ngulum lidahnya sendiri.Masih dalam keadaan berhanduk, aku meletakkan tiga macam benda di atas meja, yaitu sisir, cologne, dan ponsel.“Dari ketiga benda ini, mana
Read more

Bab 178: Membeli Kebohongan

Bab 178: Membeli Kebohongan**Aku ingat!Sungguh aku ingat dia! Wanita Gipsi yang pernah meramal nasibku dan nasib Kassandra.Pantas saja aku tidak melihat wanita berusia enam puluhan yang meminta dipanggil dengan sebutan ‘Mami’ itu. Rupanya sedari tadi dia tertutupi oleh seorang penjual balon gas.Setelah penjual balon gas pergi, tampaklah di mataku apa yang dulu pernah aku lihat bersama Kassandra dari titik ini, dari mejaku ini.Mami Gipsi itu memakai penutup kepala berupa kain hitam yang disimpul ke belakang, mirip bajak laut seperti yang ada di film Pirates of The Caribbean.Dia juga memakai lima kalung dengan ukuran lingkar yang berbeda-beda, kalung yang terbuat dari manik-manik dan salah satunya ada liontin berupa taring dari binatang pemangsa.Di telinganya tergantung anting dari lempengan kuningan yang berkilau. Di kedua tangannya, dia memakai banyak gelang, mungkin terbuat dari alloy, dan mengeluarkan suar
Read more

Bab 179: Kembali

Bab 179: Kembali**Malam harinya, di balkon hotel tempatku menginap, aku duduk merenung, ditemani ngiang-ngiang kalimat Mami Gipsi di Kota Tua.“Kamu sudah jauh berjalan, Anakku..,”Benar, Mami, aku sudah jauh berjalan.., kataku dalam hati. Berjalan mencari cinta, dan aku tak menemukannya.“Kamu sudah letih, sudah lelah. Istirahatlah, Nak..,”Benar, Mami, aku sudah letih, sudah lelah..,“Kembalilah ke tempat kamu berasal. Pulanglah kamu, Anakku.”Kembali?           ******** KEESOKAN HARINYA.., Satu jam setengah melayari angkasa, pesawat yang aku tumpangi akhirnya mendarat juga di bandara Sultan Syarif Qasim, Bandar Baru.Jejakan roda-rodanya ketika menyentuh aspal dan menggelindingnya di sepanjang landasan menimbulkan suara gemuruh yang menggema hingga di dalam kabin penump
Read more

Bab 180: Puisi di Cover Depan

Bab 180: Puisi di Cover Depan** Taksi yang aku tumpangi berhenti di tepi jalan, tepat di mulut gang rumahku. Untuk sesaat, aku berdiam diri dan menatap ke arah gang.Di sisi kanan ada tembok yang memanjang, lalu di sisi kirinya adalah lahan kosong dengan beberapa tanaman liar dan semak belukar.Kemudian di ujung sana, terdapat dua rumah kontrakan di mana salah satunya adalah rumahku bersama Johan.“Bersyukurlah engkau wahai, Anakku. Walaupun hanya kontrakan tapi kamu masih bisa tinggal di dalam sebuah bangunan yang layak disebuat sebagai rumah. Dari pada aku, tinggal di kolong jembatan dan mencari nafkah dari menjual kebohongan.”Kata-kata peramal Gipsi itu mengiang di telingaku, membuatku tersadar akan sebuah hikmah yang hampir setiap hari aku lupa.Rasa syukur, itu intinya, itu yang mungkin aku tidak punya.“Bang? Kita sudah sampai.” Suara sopir taksi menggugahku.“Eh, iya,
Read more
PREV
1
...
1617181920
...
24
DMCA.com Protection Status