Home / Pernikahan / Membalas Hinaan Mantan Suami / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Membalas Hinaan Mantan Suami: Chapter 21 - Chapter 30

41 Chapters

Bab 21. Teror dan Ancaman

Hari ini setidaknya aku sedikit lebih tenang bisa bercanda bersama Ara. Meski aku cukup malu pada Angga. Aku malu dengannya yang ternyata pemikirannya lebih dewasa daripada aku. Tanpa usaha dia menunjukkan sebuah bukti tentang Aldo, pasti aku sudah jatuh ke orang yang salah lagi.“Apa kamu masih sedih karena Aldo?” Tanya Angga saat dia mengantarkan aku pulang ke rumah.“Sedih itu pasti, Ngga. Tapi aku akan berusaha melupakannya!” Sahutku sambil melihat hiruk pikuknya kota melalui kaca mobil.“Obati dulu hatimu, Ris!” Aku mengangguk pelan akan nasehat Angga. Tidak berapa lama mobil Angga sudah sampai di halaman rumah. Ibu menyambut kedatangan kami.“Ibu!” Aku menghamburkan pelukanku pada Ibu. Tangisku pun pecah kala teringat aku membenci Ibu demi Aldo. Ibu, yang tidak pernah merestui kami karena ternyata ada sesuatu di belakang Aldo.“Sudahlah, Ris. Semua sudah selesai!” Ibu menepuk pundakku yang tergugu di pelukannya.“Ibu, Rista minta maaf. Rista khilaf!” Aku menyesal sudah pernah me
Read more

Bab 22. Ajakan Rujuk

Aku membunyikan jam tangan yang aku ketahui milik Aldo di saku gamis yang aku kenakan. Aku ingin sekali memasang CCTV, namun apa daya, tabunganku sudah cukup minim sekali. Semua sudah terlanjur dan aku kini menjadi pengangguran tanpa pekerjaan. Apa yang harus aku lakukan untuk menyambung hidupku nanti. “Aku harus mencari pekerjaan, entah apapun itu. Asalkan aku bisa menghasilkan lagi!” Gumamku saat ini. Aku harus melupakan semuanya yang sudah menyakiti aku dan kembali bangkit untuk yang lebih baik lagi. “Jika aku membuat kue bagaimana ya?” Terlintas ide membuat usaha kue kering rumahan. Dulu aku sering membuatnya menjelang hari raya meski saat itu permintaan belum banyak.“Baiklah, aku harus memulai membuat kue kering untuk dijual. Masih ada beberapa bahan di rumah untuk percobaan dulu!” Aku masuk ke dapur dan memeriksa bahan-bahan yang aku ingat masih ada.“Cari apa, Ris?” Ternyata aku tidak memperhatikan Ibu dan Angga yang sedang mengobrol dekat dapur.“Cari sesuatu yang aku cari.
Read more

Bab 23. Angga Lagi

Akhirnya aku bisa menghela nafas kasar usai Mas Bagas pergi dari rumahku. Cukup lelah hari ini, padahal aku hanya membuat beberapa toples kue saja. Mungkin saja ini permulaan, nanti juga akan terbiasa dengan pekerjaan baru ini.Aku segera membersihkan diri sebelum memulai memasak untuk makan malam. Guyuran air dingin turut menyegarkan badanku dari penatnya seharian ini. Masalah serta usaha baru yang mulai aku rintis. “Aku harus pasang CCTV, tidak apa aku harus mengurangi tabunganku lagi demi keamanan!” CCTV menurutku sangat penting semenjak ada teror di rumah. Usai membersihkan diri, disela-sela memasak, aku menyempatkan diri mencari CCTV yang mudah dijangkau oleh harga. Aku urutkan mulai harga serta spesifikasi terendah.“Bagusnya yang empat titik, sayangnya harga belum termasuk ongkos pasang!” Aku mengeluhkan pemasangan harga CCTV. “Tidak apa, demi keamanan!” Akhirnya aku memutuskan hendak membeli CCTV empat titik meski harus dengan harga yang cukup mahal.“Sibuk amat, Ris!” Aku t
Read more

Bab 24. Dara Cemburu

Keputusan Ibu tidak bisa diganggu gugat. Mau tidak mau, aku besok harus dibantu oleh dia. Aku kira aku bisa menghindar beberapa waktu dan tidak bertemu dengannya. Ternyata Ibu malah memintanya menemaniku membuat kue.DrrtKedua mataku membulat sempurna ketika melihat panggilan di ponselku ternyata dari Dara. Malas sekali aku menerima panggilannya. DrrtMeski sudah aku abaikan ternyata dia kembali menghubungiku lagi. Selalu saja dia begitu.“Angkat saja, Ris!” Ibu ternyata juga memperhatikan pemilik nomor ponsel yang menelponku.“Baiklah!”Aku terpaksa menekan tombol hijau dan bersiap berbicara dengan Dara.“Halo!” Aku menyapa bernada santai. Namun terdengar di seberang sana, sepasang lelaki tengah bertengkar.“Heh, pelakor!” Aku mengernyitkan dahiku mendengar Dara menyebutku seorang pelakor.“Pelakor? Bukannya itu kamu?” Dia diam sejenak, nafasnya terdengar memburu karena emosi yang memuncak.“Kenapa kamu menyuruh Mas Bagas rujuk denganmu?” Apa aku tidak salah dengar dengan pertanyaa
Read more

Bab 25. Aldo Vs Angga

Pagi ini sesuai perintah Ibu, Angga datang pagi-pagi saat aku sedang bersiap mengaduk adonan kue. “Sini, biar aku yang ngaduk!” Dia mengambil baskom berisi bahan yang sudah siap diaduk. Dia begitu lihai mengaduk adonan kue kering. “Jangan menatapku terus, nanti jatuh cinta!” Sikapnya tetap sama sejak dulu, kepedean dj jika di depanku.“Ish! Ngapain juga aku cinta sama kamu?” Aku beralih membuat adonan kue lain untuk Ara. Kue lidah kucing dan nastar adalah kesukaan Ara. Tidak sabar melihat senyum Ara nanti saat melihatku datang membawa kue kesukaannya.Ternyata peran Angga membuat pekerjaan menjadi ringan. Kue sebanyak ini bisa menghabiskan waktu seharian, tetapi karena bantuan Angga, kue bisa selesai sampai siang hari termasuk pengemasan.“Ada aku jadi cepat selesai, bukan?” Sahutnya sambil memasukkan beberapa toples ke dalam kardus. “Iya, iya. Terima kasih!” Sahutku sambil mencebik ke arahnya.Usai mengemas semua pesanan, kami segera menghubungi ojek online untuk mengantar pesana
Read more

Bab 26. Ungkapan Hati Angga

Semua berjalan lancar termasuk kembali ke restoran seperti semula. Semua sudah kembali seperti semula. Aku sebagai pemilik sekaligus pengelola restoran. Begitu pula dengan Angga, dia yang mengelola cabang baru.Seperti rencana kemarin, sepulang dari restoran aku mampir ke asrama sebelum nanti main ke rumah Maya mengantar kue. Hal yang paling membahagiakan saat Ara menyambutku dengan suka cita.“Kue kesukaan Ara, terima kasih, Ma!” Dua kue kesukaan Ara sejak dulu.“Iya dong! Oh ya, bagaimana belajarnya?”“Aman terkendali dong, Ma!” Senang bisa bercengkrama bersama anak semata wayangku. Kami berbagi cerita layaknya seorang sahabat. Memang dekat dengan anak berusia remaja sangat dibutuhkan. Kita akan tahu apa kendala ataupun kesulitan yang dihadapi seorang anak. Bahkan tanpa ditanya pun, seorang anak akan bicara dengan sendirinya.“Om Angga mana, Ma?” Selalu dia mencari sosok Angga.“Sudah ada Mama disini, untuk apa cari Om Angga?” “Om Angga menyenangkan sekali, Ma. Andai punya Ayah ka
Read more

Bab 27. Pembuktian Cinta Angga

Perasaanku masih bercampur aduk, belum lama aku tengah tersakiti mantan tunanganku dan Angga mau memasuki hatiku di saat yang belum tepat. Aldo pun masih tetap mengirim pesan padaku dengan nomor baru. Ingin sekali aku pindah ke tempat yang jauh supaya tidak ada orang yang mengenalku. Aku lelah dipermainkan perasaan.Aku sengaja tidur lebih awal untuk menyambut pesanan kue lagi. Tubuhku benar-benar lelah, harus mengerjakan dua pekerjaan dalam sehari.Tok tokBaru juga kedua mata hendak terpejam, terdengar suara ketukan dari arah jendela kamar. Jendela yang mengarah langsung ke halaman.Aku penasaran, namun aku juga tidak mau membahayakan diriku dengan menyibak tirai kamarku. Selimut kubentangkan dan aku bersembunyi di balik selimut tebalku.Ketukan semakin kencang, aku mulai.merasa risih. Terpaksa aku meraih ponsel dan menghubungi satpam. Aku bersyukur sekali satpam merespon dengan cepat. Tidak berapa lama, ketukan misterius itupun selesai. Terdengar suara sedikit gaduh dari luar. Bah
Read more

Bab 28. Perhatian Angga

Perlahan aku mulai sadar meski begitu berat untuk membuka mata. Aku merasa tubuhku berada di sebuah kasur yang cukup lumayan nyaman meski tidak senyaman ranjang yang ada di kamarku.Aku memaksa membuka kedua mataku meski terasa berat. Hanya tertidur begini saja membuatku sudah cukup nyaman. Beberapa hari aku merasa lelah badan ditambah lelah pikiran. Maklum saja, aku masih terbayang penghianatan Aldo berujung batal nikah.Kedua mataku perlahan mengerjap dan kini aku berada di sebuah ruangan bernuansa hijau muda ala rumah sakit. Di sampingku ada Ibu yang tengah tertidur di sofa dan di samping brankar ternyata ada sosok yang sepertinya tertidur bersandar di brankar.“Kenapa aku disini?” Aku membatin akan keberadaanku di rumah sakit. Bahkan jarum infus terpasang di tangan kananku.“Apa yang terjadi?” Aku berusaha memutar ulang kejadian sebelumnya dan yang aku ingat hanya tertidur tiba-tiba.“Masya Allah, bukankah aku waktunya membuat pesanan kue? Aku belum menyiapkan bahan!” Aku berusaha
Read more

Bab 29. Firasat Buruk

Tiga hari dirawat akhirnya aku dinyatakan sehat dan diperbolehkan pulang. Angga tentu saja yang paling berperan selama aku dirawat. Dia tetap menjagaku meski aku sudah beberapa kali memintanya pulang dan beristirahat.“Ayo masuk!” Angga membuka pintu mobilnya untukku. Ibu sudah pulang terlebih dahulu diantar Tante Mira. Kini aku di dalam mobil berdua dengan Angga.“Terima kasih sudah mau aku repotkan, Ngga. Setelah mengantarku, sebaiknya kamu pulang dan istirahat. Kamu harus tetap menjalankan usaha restoran selama aku istirahat!” Aku takut jika nanti dia yang sakit karena kelelahan menjagaku selama dirawat.“Aku akan selalu sehat untukmu, Ris. Ragaku tidak akan pernah sakit selama aku di dekatmu!” Hampir saja aku tertawa dibuatnya. Gombalan itu kini aku mulai terbiasa, meski sebisa mungkin tidak terbawa perasaan.Tidak berapa lama, kami sudah sampai di rumah. Bibirku seketika tersenyum bahagia melihat Ara menyambut kedatanganku. “Mama!” Ara menghamburkan pelukannya padaku.“Ara. Kapa
Read more

Bab 30. Kritis

Pagi ini aku tidak bersemangat sama sekali. Sekedar untuk sarapan saja aku tidak bisa. Mimpi buruk itu terasa nyata sekali. Aku meraih ponsel dan mencari nomor Angga. Aku berharap tidak terjadi apapun padanya. Aku tidak putus asa, kini aku kembali menghubungi Tante Mira setelah kemarin tidak ada respon apapun dari beliau.Ada sedikit rasa tenang dan tidak sabar ketika Tante Mira menjawab teleponku.“Assalamu alaikum, Tante!” “Wa-alaikum salam, Ris!” Suara Tante Mira cukup aneh hari ini. Seperti habis menangis. “Tante, Rista tidak bisa menghubungi Angga dari kemarin. Kira-kira dimana Angga, Te?” Bukannya mendapat jawaban yang aku tunggu, melainkan semakin terdengar isak tangis dari Tante Mira.“Tante, ada apa? Apa yang terjadi?” Aku sudah tidak sabar menunggu jawaban Tante Mira ditambah suara isak tangis yang masih terdengar jelas olehku.“Angga, Angga kritis!” Jantung berdetak begitu kencang dan nyaris keluar. Tubuh mendadak lemas seakan tidak mampu menahan bobot tubuhku. Sebuah pes
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status