Home / Pernikahan / Membalas Hinaan Mantan Suami / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Membalas Hinaan Mantan Suami: Chapter 11 - Chapter 20

41 Chapters

Bab 11. Rindu

Wajah Mas Bagas kali ini cukup berbeda ketika tiba-tiba mendatangi meja makan kami. Aku lihat Ara begitu asyik menikmati ikan bakar bersama kedua temanku.“Ara, Ayah ingin bicara padamu. Ayah rindu padamu!” Ara menghentikan aktivitas makannya sejenak dan menatap sang ayah yang sudah lima tahun menelantarkannya.“Untuk apa?” Suara Ara terlihat cukup singkat dan lebih mengarah ke sikap judes.“Ayah rindu!” Sahut Mas Bagas. Aku mengamati sikap Mas Bagas memang cukup berbeda. Keangkuhannya seakan sirna saat bertemu Ara.“Sebaiknya ayah fokus sama istri ayah saja. Kalau ayah rindu pada Ara, nanti istri ayah marah sama Ara!” Ara kembali melanjutkan makanannya tanpa ada beban sama sekali.“Kenapa kamu begitu pada ayah?” Mas Bagas masih berharap Ara bersikap baik padanya.“Kenapa ya? Karena Ara sudah tidak berharap punya ayah seperti anda. Sepertinya Ara lebih menyukai seorang Ayah yang sikapnya seperti Om Angga!” Uhuk uhukAku melihat Angga terbatuk karena ucapan Ara yang mungkin ini sangat
Read more

Bab 12. Sikap Ara

“Aldo!” Dia akhirnya bergabung dengan kami. Kami saling bertukar kabar karena hampir setahun tidak bertemu. Dia juga bisnis kuliner sama denganku.“Ma, Ara balik ke asrama dulu sama Om Angga dan Tante Maya!” Setelah berpamitan denganku, mereka bertiga ke asrama mengantar Ara. Entah kenapa sikap mereka bertiga berubah. Tadinya mereka begitu senang saat kami bersama. Tapi setelah kedatangan Aldo, wajah mereka bertiga berubah. Aku ingin ikut dengan mereka tapi aku tidak enak sama Aldo.“Ris. Bagaimana bisnis kuliner kamu?”“Alhamdulillah, sudah ada tiga cabang. Rencana mau nambah lagi, Do. Semoga saja rencananya lancar!” Aku tidak bisa tenang ternyata tanpa mereka. Wajah Angga, Maya dan Ara terlihat berbeda sekali.“Oh ya, Ris. Sebenarnya aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Ya meskipun nggak jauh. Cukup menikmati waktu senggang di tengah bisnis kita yang mulai meroket!” Dia bahkan ingin mengajakku jalan-jalan. Aku akui, parasnya tidak kalah tampan dengan Angga, tapi untuk keputusan pergi
Read more

Bab 13. Lamaran Aldo

“Bu, kenalkan dia Aldo!” Aku memperkenalkan Aldo pada Ibu, namun Ibu menatap Aldo dengan tatapan cukup aneh.“Bu, kami sudah saling mengenal lama dan kami sekarang sedang sama-sama dekat!” Ibu masih diam saja. Tiba-tiba saja Ibu berdiri dan beranjak masuk ke dalam. Aku tidak enak dengan Aldo akan sikap yang Ibu tunjukkan. Aku ikut masuk ke dalam dan melihat Ibu di belakang rumah.“Bu,” Ibu sama sekali tidak menatap wajahku. Ibu menatap kolam ikan seperti aku biasanya jika sedang bosan.“Bu, restui hubungan kami!” Ibu sama sekali mengabaikan aku saat ini.“Rista sudah mengenal lama dan dia lelaki baik!” Ibu tetap diam meski aku menjelaskan sosok Aldo.“Pergilah!” Satu kata yang keluar dari mulut Ibuku. Ibu membiarkan aku pergi bersama dengan Aldo meski tatapan Ibu seakan tidak rela. Mungkin karena sebelum pergi, aku telah meyakinkan Ibu jika Aldo adalah lelaki baik. Semoga saja Ibu akan memberikan restu padaku.Kini aku dan Aldo menikmati indahnya wisata taman yang penuh dengan aneka
Read more

Bab 14. Demua Berubah

Aku berjalan kesana kemari memikirkan Ibuku dan juga Angga. Entah bagaimana mereka berdua bisa akrab ditambah lagi sikap Ibu dna cueknya Angga padaku. Hingga menjelang magrib, Ibu dan Angga tidak kunjung pulang. Aku memutuskan melakukan shalat maghrib sendirian dan berharap tidak ada masalah apapun pada ibuku.Aku menunggu kedatangan Ibu di teras rumah ditemani Aldo meski hanya sekedar berkirim pesan. Suara adzan isya bahkan mulai terdengar namun belum ada tanda-tanda kedatangan Ibu. Aku coba menghubungi ponsel Angga namun tetap saja tidak diangkat. Begitupun dengan ponsel Ibuku.Semua masih menjadi sebuah rahasia akan diamnya sang Ibu ditambah kedekatannya dengan Angga. Padahal Angga baru sekali bertemu dengan Ibuku.Jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan Ibu belum juga datang. Aku menguap berkali-kali, rasa kantuk mulai menyerang. Kedua mataku sudah tidak bisa diajak kompromi. Maklum saja, seharian tadi aku jalan-jalan bersama kekasihku.Aku masuk ke dalam dan mereba
Read more

Bab 15. Gagal

Aku sudah tidak sabar lagi menanyakan hal ini semua pada Ibu dan Angga. Pertama, aku harus bertanya pada Ibu mengenai foto yang dikirim Aldo. Kedua, sepertinya aku harus menguntit Angga dan Ibu jika mereka pergi berdua.Aku tidak bisa tidur memikirkan Angga dan juga Ibu. Hal ini membuat hubungan kami semakin renggang. Aku mengirim beberapa pesan pada Angga, namun tetap saja tidak dibaca olehnya. Termasuk pertanyaan sebuah foto yang dikirim Aldo padaku. Kedua mataku akhirnya mulai bisa terlelap meski aku merasa sangat singkat.Jam dinding sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Saatnya bangun dan memulai aktivitasku dengan shalat malam. Aku minta semua petunjuk yang terjadi padaku. Kuluapkan semua keluh kesah serta rasa syukurku kepada Allah.Aku hendak ke dapur usai menjalankan shalat malamku. Aku bersiap memasak untuk sarapan kami berdua. Tidak lupa aku juga akan membawakan bekal untuk Aldo. Kebetulan sekali restoran Aldo juga tidak terlalu jauh dari restoran milik ayahku.CeklekSuara p
Read more

Bab 16. Syarat dari Ibu

Satu bulan sudah aku menjalin hubungan dengan Aldo meski tanpa restu Ibu. Ibu tidak merespon apapun jika berhubungan dengan Aldo. “Bu, Minggu keluarga Aldo akan kemari. Mereka datang untuk melamar Rista!” Ibu yang tadinya tengah membaca koran, seketika diletakkan koran itu. Aku senang Ibu mau mendengar ucapanku.“Bu, Rista mohon. Berikanlah restu untuk Rista. Rista pasti akan bahagia bersama Aldo!” Wajah Ibu kini menatapku lekat-lekat.“Baiklah. Tapi setelah menikah dengannya, lepaskan semua aset milik ayahmu!” Ini sungguh di luar dugaan. Aku harus melepas semua jerih payahku begitu saja.“Kenapa harus ada syarat seperti itu, Bu?” Sungguh ini terasa berat sekali. Itu artinya aku akan menjadi istri yang harus diam di rumah karena tidak ada aktivitas seperti biasanya.“Itu keputusan Ibu. Dan juga ada syarat lagi yang harus kamu turuti!” Tidak masalah jika harus mendapatkan syarat lain. Asalkan aku bisa menikah dengan Aldo.“Rista akan penuhi, Bu!” “Biarkan Ara tetap di rumah ini. Jang
Read more

Bab 17. Lamaran

Aku tetap belum puas dengan keputusan Ibu meski aku terpaksa harus menerimanya. Pikiranku masih melayang-layang soal Angga yang kini menggantikanku mengelola usaha keluarga kami.“Aku harus mencari bukti jika Angga telah memperdaya Ibuku! Tapi bagaimana caranya?” Aku menggigit jari telunjuk sambil mencari ide supaya dugaanku mengenai Angga benar.DrttPonselku berdering panggilan dari Mas Bagas. Entah kenapa lagi dengannya, selalu menghubungiku disaat yang tidak tepat. Aku tolak saja panggilan darinya. Lebih baik aku menghubungi Aldo.Aneh sekali, panggilanku tidak terjawab olehnya. Bahkan pesan yang aku kirim juga tidak dibaca. Ah, mungkin dia sedang sibuk atau sedang di jalan.Jenuh juga di rumah tanpa aktivitas apapun mulai hari ini. Biasanya aku akan memantau semua perkembangan dari manajer yang aku tugaskan di setiap cabang.Berguling di ranjang sebentar membuat badanku sakit semua. Sebenarnya ini kesempatanku untuk berkunjung ke asrama, namun saat ini tidak tepat untuk berkunjun
Read more

Bab 18. Sosok Aldo

(Author)Di sisi lain, sepulang dari acara lamaran, mobil yang dikendarai Aldo menuju ke sebuah hotel usai mengantar sepasang lelaki dan perempuan berusia paruh baya ke sebuah rumah sederhana. Rumah yang berada di sebuah komplek perumahan biasa. Rumah tidak terlalu besar namun cukup nyaman dijadikan tempat tinggal. Di halaman rumah yang tidak terlalu luas ini terdapat sebuah pohon mangga yang berbuah lebat. Sepasang suami istri itu keluar dari mobil sambil berjabat tangan dengan Aldo.“Terima kasih kerjasamanya, Pak. Ini ada sedikit rejeki sebagai tanda terima kasih saya!” Aldo memberikan amplop berisi uang kepada lelaki yang dijadikan ayahnya. “Terima kasih, Nak Aldo. Bapak dan Ibu akan membantu nanti di acara pernikahan. Alhamdulillah, Bapak bisa membawa si bungsu ke rumah sakit untuk berobat!” Pria paruh baya tersebut menerima dengan rasa bahagia karena bisa mengurangi beban hidupnya. Anak bungsunya sudah lama mengidap kanker dan sudah cukup parah. Akan tetapi biaya yang dibutuhka
Read more

Bab 19. Kebohongan Angga

Pagi ini aku dikejutkan beberapa panggilan dari Angga. Ternyata semalam Angga menghubungiku namun sepertinya saat aku tidak sengaja terlelap. Ternyata menunggu kabar dari Aldo membuatku tertidur. Kemana juga dia, baru selesai lamaran tidak memberiku kabar. Biasanya dia akan menemaniku sampai aku kedua mata terasa mengantuk.Ting. Malas sekali saat melihat pesan dari Angga pagi ini. [Ris, aku ingin bicara mengenai Aldo] Pesan Angga pasti membuatku naik darah. Apapun yang berhubungan dengan Angga pasti membuatku emosi seketika. Apalagi yang ucapkan akan selalu sama.[Tidak perlu bicarakan Aldo. Bicarakan dirimu sendiri, Dasar penipu!] Balasku diikuti emoji marah. DrrtAku harap ini panggilan dari Aldo, ternyata setelah aku lihat ternyata bukan. Angga ternyata masih berusaha membujukku. Aku tolak saja panggilannya daripada aku kesal karenanya.Pagi ini aku harus mengantar Ara kembali ke asrama karena jadwal cuti sudah selesai. Tidak lupa aku ke minimarket terlebih dahulu untuk menyiapk
Read more

Bab 20. Kenyataan Pahit

Kedua mataku membulat sempurna melihat sosok gadis tersebut. Gadis yang memanggil Aldo ternyata mantan iparku. Lala, tiba-tiba saja datang memeluk Aldo. Candaan macam apa ini? Sontak emosiku meledak, kedua tanganku mengepal kuat melihat mantan adik iparku memeluk calon suamiku. Dia memang gadis tidak berakhlak.Lala mencium pipi kanan dan kiri Aldo seperti pasangan kekasih. Hatiku hancur, pikiranku kacau melihat kenyataan di depanku. “Kak Aldo. Lala rindu berat! Kak Aldo lama sekali tidak menghubungi Lala!” Aldo menoleh ke kiri dan ke kanan entah memastikan keberadaan siapa. Aku bersembunyi di balik daftar menu yang aku gunakan menutupi wajahku. “Kenapa kesini, La? Bisa bahaya!” Terdengar sekali suara Aldo yang begitu khawatir. Aku kembali mengintip di balik menu, mengamati pergerakan mereka.“Lala rindu, Kak Aldo sih, selalu bikin Lala seperti ini!” Bibir Lala mengerucut layaknya anak kecil yang sedang cemberut.Tidak jauh dari mereka, wanita paruh baya berjalan anggun ke arah mere
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status