Aku sudah tidak sabar lagi menanyakan hal ini semua pada Ibu dan Angga. Pertama, aku harus bertanya pada Ibu mengenai foto yang dikirim Aldo. Kedua, sepertinya aku harus menguntit Angga dan Ibu jika mereka pergi berdua.Aku tidak bisa tidur memikirkan Angga dan juga Ibu. Hal ini membuat hubungan kami semakin renggang. Aku mengirim beberapa pesan pada Angga, namun tetap saja tidak dibaca olehnya. Termasuk pertanyaan sebuah foto yang dikirim Aldo padaku. Kedua mataku akhirnya mulai bisa terlelap meski aku merasa sangat singkat.Jam dinding sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Saatnya bangun dan memulai aktivitasku dengan shalat malam. Aku minta semua petunjuk yang terjadi padaku. Kuluapkan semua keluh kesah serta rasa syukurku kepada Allah.Aku hendak ke dapur usai menjalankan shalat malamku. Aku bersiap memasak untuk sarapan kami berdua. Tidak lupa aku juga akan membawakan bekal untuk Aldo. Kebetulan sekali restoran Aldo juga tidak terlalu jauh dari restoran milik ayahku.CeklekSuara p
Satu bulan sudah aku menjalin hubungan dengan Aldo meski tanpa restu Ibu. Ibu tidak merespon apapun jika berhubungan dengan Aldo. “Bu, Minggu keluarga Aldo akan kemari. Mereka datang untuk melamar Rista!” Ibu yang tadinya tengah membaca koran, seketika diletakkan koran itu. Aku senang Ibu mau mendengar ucapanku.“Bu, Rista mohon. Berikanlah restu untuk Rista. Rista pasti akan bahagia bersama Aldo!” Wajah Ibu kini menatapku lekat-lekat.“Baiklah. Tapi setelah menikah dengannya, lepaskan semua aset milik ayahmu!” Ini sungguh di luar dugaan. Aku harus melepas semua jerih payahku begitu saja.“Kenapa harus ada syarat seperti itu, Bu?” Sungguh ini terasa berat sekali. Itu artinya aku akan menjadi istri yang harus diam di rumah karena tidak ada aktivitas seperti biasanya.“Itu keputusan Ibu. Dan juga ada syarat lagi yang harus kamu turuti!” Tidak masalah jika harus mendapatkan syarat lain. Asalkan aku bisa menikah dengan Aldo.“Rista akan penuhi, Bu!” “Biarkan Ara tetap di rumah ini. Jang
Aku tetap belum puas dengan keputusan Ibu meski aku terpaksa harus menerimanya. Pikiranku masih melayang-layang soal Angga yang kini menggantikanku mengelola usaha keluarga kami.“Aku harus mencari bukti jika Angga telah memperdaya Ibuku! Tapi bagaimana caranya?” Aku menggigit jari telunjuk sambil mencari ide supaya dugaanku mengenai Angga benar.DrttPonselku berdering panggilan dari Mas Bagas. Entah kenapa lagi dengannya, selalu menghubungiku disaat yang tidak tepat. Aku tolak saja panggilan darinya. Lebih baik aku menghubungi Aldo.Aneh sekali, panggilanku tidak terjawab olehnya. Bahkan pesan yang aku kirim juga tidak dibaca. Ah, mungkin dia sedang sibuk atau sedang di jalan.Jenuh juga di rumah tanpa aktivitas apapun mulai hari ini. Biasanya aku akan memantau semua perkembangan dari manajer yang aku tugaskan di setiap cabang.Berguling di ranjang sebentar membuat badanku sakit semua. Sebenarnya ini kesempatanku untuk berkunjung ke asrama, namun saat ini tidak tepat untuk berkunjun
(Author)Di sisi lain, sepulang dari acara lamaran, mobil yang dikendarai Aldo menuju ke sebuah hotel usai mengantar sepasang lelaki dan perempuan berusia paruh baya ke sebuah rumah sederhana. Rumah yang berada di sebuah komplek perumahan biasa. Rumah tidak terlalu besar namun cukup nyaman dijadikan tempat tinggal. Di halaman rumah yang tidak terlalu luas ini terdapat sebuah pohon mangga yang berbuah lebat. Sepasang suami istri itu keluar dari mobil sambil berjabat tangan dengan Aldo.“Terima kasih kerjasamanya, Pak. Ini ada sedikit rejeki sebagai tanda terima kasih saya!” Aldo memberikan amplop berisi uang kepada lelaki yang dijadikan ayahnya. “Terima kasih, Nak Aldo. Bapak dan Ibu akan membantu nanti di acara pernikahan. Alhamdulillah, Bapak bisa membawa si bungsu ke rumah sakit untuk berobat!” Pria paruh baya tersebut menerima dengan rasa bahagia karena bisa mengurangi beban hidupnya. Anak bungsunya sudah lama mengidap kanker dan sudah cukup parah. Akan tetapi biaya yang dibutuhka
Pagi ini aku dikejutkan beberapa panggilan dari Angga. Ternyata semalam Angga menghubungiku namun sepertinya saat aku tidak sengaja terlelap. Ternyata menunggu kabar dari Aldo membuatku tertidur. Kemana juga dia, baru selesai lamaran tidak memberiku kabar. Biasanya dia akan menemaniku sampai aku kedua mata terasa mengantuk.Ting. Malas sekali saat melihat pesan dari Angga pagi ini. [Ris, aku ingin bicara mengenai Aldo] Pesan Angga pasti membuatku naik darah. Apapun yang berhubungan dengan Angga pasti membuatku emosi seketika. Apalagi yang ucapkan akan selalu sama.[Tidak perlu bicarakan Aldo. Bicarakan dirimu sendiri, Dasar penipu!] Balasku diikuti emoji marah. DrrtAku harap ini panggilan dari Aldo, ternyata setelah aku lihat ternyata bukan. Angga ternyata masih berusaha membujukku. Aku tolak saja panggilannya daripada aku kesal karenanya.Pagi ini aku harus mengantar Ara kembali ke asrama karena jadwal cuti sudah selesai. Tidak lupa aku ke minimarket terlebih dahulu untuk menyiapk
Kedua mataku membulat sempurna melihat sosok gadis tersebut. Gadis yang memanggil Aldo ternyata mantan iparku. Lala, tiba-tiba saja datang memeluk Aldo. Candaan macam apa ini? Sontak emosiku meledak, kedua tanganku mengepal kuat melihat mantan adik iparku memeluk calon suamiku. Dia memang gadis tidak berakhlak.Lala mencium pipi kanan dan kiri Aldo seperti pasangan kekasih. Hatiku hancur, pikiranku kacau melihat kenyataan di depanku. “Kak Aldo. Lala rindu berat! Kak Aldo lama sekali tidak menghubungi Lala!” Aldo menoleh ke kiri dan ke kanan entah memastikan keberadaan siapa. Aku bersembunyi di balik daftar menu yang aku gunakan menutupi wajahku. “Kenapa kesini, La? Bisa bahaya!” Terdengar sekali suara Aldo yang begitu khawatir. Aku kembali mengintip di balik menu, mengamati pergerakan mereka.“Lala rindu, Kak Aldo sih, selalu bikin Lala seperti ini!” Bibir Lala mengerucut layaknya anak kecil yang sedang cemberut.Tidak jauh dari mereka, wanita paruh baya berjalan anggun ke arah mere
Hari ini setidaknya aku sedikit lebih tenang bisa bercanda bersama Ara. Meski aku cukup malu pada Angga. Aku malu dengannya yang ternyata pemikirannya lebih dewasa daripada aku. Tanpa usaha dia menunjukkan sebuah bukti tentang Aldo, pasti aku sudah jatuh ke orang yang salah lagi.“Apa kamu masih sedih karena Aldo?” Tanya Angga saat dia mengantarkan aku pulang ke rumah.“Sedih itu pasti, Ngga. Tapi aku akan berusaha melupakannya!” Sahutku sambil melihat hiruk pikuknya kota melalui kaca mobil.“Obati dulu hatimu, Ris!” Aku mengangguk pelan akan nasehat Angga. Tidak berapa lama mobil Angga sudah sampai di halaman rumah. Ibu menyambut kedatangan kami.“Ibu!” Aku menghamburkan pelukanku pada Ibu. Tangisku pun pecah kala teringat aku membenci Ibu demi Aldo. Ibu, yang tidak pernah merestui kami karena ternyata ada sesuatu di belakang Aldo.“Sudahlah, Ris. Semua sudah selesai!” Ibu menepuk pundakku yang tergugu di pelukannya.“Ibu, Rista minta maaf. Rista khilaf!” Aku menyesal sudah pernah me
Aku membunyikan jam tangan yang aku ketahui milik Aldo di saku gamis yang aku kenakan. Aku ingin sekali memasang CCTV, namun apa daya, tabunganku sudah cukup minim sekali. Semua sudah terlanjur dan aku kini menjadi pengangguran tanpa pekerjaan. Apa yang harus aku lakukan untuk menyambung hidupku nanti. “Aku harus mencari pekerjaan, entah apapun itu. Asalkan aku bisa menghasilkan lagi!” Gumamku saat ini. Aku harus melupakan semuanya yang sudah menyakiti aku dan kembali bangkit untuk yang lebih baik lagi. “Jika aku membuat kue bagaimana ya?” Terlintas ide membuat usaha kue kering rumahan. Dulu aku sering membuatnya menjelang hari raya meski saat itu permintaan belum banyak.“Baiklah, aku harus memulai membuat kue kering untuk dijual. Masih ada beberapa bahan di rumah untuk percobaan dulu!” Aku masuk ke dapur dan memeriksa bahan-bahan yang aku ingat masih ada.“Cari apa, Ris?” Ternyata aku tidak memperhatikan Ibu dan Angga yang sedang mengobrol dekat dapur.“Cari sesuatu yang aku cari.