(Author)Di sisi lain, sepulang dari acara lamaran, mobil yang dikendarai Aldo menuju ke sebuah hotel usai mengantar sepasang lelaki dan perempuan berusia paruh baya ke sebuah rumah sederhana. Rumah yang berada di sebuah komplek perumahan biasa. Rumah tidak terlalu besar namun cukup nyaman dijadikan tempat tinggal. Di halaman rumah yang tidak terlalu luas ini terdapat sebuah pohon mangga yang berbuah lebat. Sepasang suami istri itu keluar dari mobil sambil berjabat tangan dengan Aldo.“Terima kasih kerjasamanya, Pak. Ini ada sedikit rejeki sebagai tanda terima kasih saya!” Aldo memberikan amplop berisi uang kepada lelaki yang dijadikan ayahnya. “Terima kasih, Nak Aldo. Bapak dan Ibu akan membantu nanti di acara pernikahan. Alhamdulillah, Bapak bisa membawa si bungsu ke rumah sakit untuk berobat!” Pria paruh baya tersebut menerima dengan rasa bahagia karena bisa mengurangi beban hidupnya. Anak bungsunya sudah lama mengidap kanker dan sudah cukup parah. Akan tetapi biaya yang dibutuhka
Pagi ini aku dikejutkan beberapa panggilan dari Angga. Ternyata semalam Angga menghubungiku namun sepertinya saat aku tidak sengaja terlelap. Ternyata menunggu kabar dari Aldo membuatku tertidur. Kemana juga dia, baru selesai lamaran tidak memberiku kabar. Biasanya dia akan menemaniku sampai aku kedua mata terasa mengantuk.Ting. Malas sekali saat melihat pesan dari Angga pagi ini. [Ris, aku ingin bicara mengenai Aldo] Pesan Angga pasti membuatku naik darah. Apapun yang berhubungan dengan Angga pasti membuatku emosi seketika. Apalagi yang ucapkan akan selalu sama.[Tidak perlu bicarakan Aldo. Bicarakan dirimu sendiri, Dasar penipu!] Balasku diikuti emoji marah. DrrtAku harap ini panggilan dari Aldo, ternyata setelah aku lihat ternyata bukan. Angga ternyata masih berusaha membujukku. Aku tolak saja panggilannya daripada aku kesal karenanya.Pagi ini aku harus mengantar Ara kembali ke asrama karena jadwal cuti sudah selesai. Tidak lupa aku ke minimarket terlebih dahulu untuk menyiapk
Kedua mataku membulat sempurna melihat sosok gadis tersebut. Gadis yang memanggil Aldo ternyata mantan iparku. Lala, tiba-tiba saja datang memeluk Aldo. Candaan macam apa ini? Sontak emosiku meledak, kedua tanganku mengepal kuat melihat mantan adik iparku memeluk calon suamiku. Dia memang gadis tidak berakhlak.Lala mencium pipi kanan dan kiri Aldo seperti pasangan kekasih. Hatiku hancur, pikiranku kacau melihat kenyataan di depanku. “Kak Aldo. Lala rindu berat! Kak Aldo lama sekali tidak menghubungi Lala!” Aldo menoleh ke kiri dan ke kanan entah memastikan keberadaan siapa. Aku bersembunyi di balik daftar menu yang aku gunakan menutupi wajahku. “Kenapa kesini, La? Bisa bahaya!” Terdengar sekali suara Aldo yang begitu khawatir. Aku kembali mengintip di balik menu, mengamati pergerakan mereka.“Lala rindu, Kak Aldo sih, selalu bikin Lala seperti ini!” Bibir Lala mengerucut layaknya anak kecil yang sedang cemberut.Tidak jauh dari mereka, wanita paruh baya berjalan anggun ke arah mere
Hari ini setidaknya aku sedikit lebih tenang bisa bercanda bersama Ara. Meski aku cukup malu pada Angga. Aku malu dengannya yang ternyata pemikirannya lebih dewasa daripada aku. Tanpa usaha dia menunjukkan sebuah bukti tentang Aldo, pasti aku sudah jatuh ke orang yang salah lagi.“Apa kamu masih sedih karena Aldo?” Tanya Angga saat dia mengantarkan aku pulang ke rumah.“Sedih itu pasti, Ngga. Tapi aku akan berusaha melupakannya!” Sahutku sambil melihat hiruk pikuknya kota melalui kaca mobil.“Obati dulu hatimu, Ris!” Aku mengangguk pelan akan nasehat Angga. Tidak berapa lama mobil Angga sudah sampai di halaman rumah. Ibu menyambut kedatangan kami.“Ibu!” Aku menghamburkan pelukanku pada Ibu. Tangisku pun pecah kala teringat aku membenci Ibu demi Aldo. Ibu, yang tidak pernah merestui kami karena ternyata ada sesuatu di belakang Aldo.“Sudahlah, Ris. Semua sudah selesai!” Ibu menepuk pundakku yang tergugu di pelukannya.“Ibu, Rista minta maaf. Rista khilaf!” Aku menyesal sudah pernah me
Aku membunyikan jam tangan yang aku ketahui milik Aldo di saku gamis yang aku kenakan. Aku ingin sekali memasang CCTV, namun apa daya, tabunganku sudah cukup minim sekali. Semua sudah terlanjur dan aku kini menjadi pengangguran tanpa pekerjaan. Apa yang harus aku lakukan untuk menyambung hidupku nanti. “Aku harus mencari pekerjaan, entah apapun itu. Asalkan aku bisa menghasilkan lagi!” Gumamku saat ini. Aku harus melupakan semuanya yang sudah menyakiti aku dan kembali bangkit untuk yang lebih baik lagi. “Jika aku membuat kue bagaimana ya?” Terlintas ide membuat usaha kue kering rumahan. Dulu aku sering membuatnya menjelang hari raya meski saat itu permintaan belum banyak.“Baiklah, aku harus memulai membuat kue kering untuk dijual. Masih ada beberapa bahan di rumah untuk percobaan dulu!” Aku masuk ke dapur dan memeriksa bahan-bahan yang aku ingat masih ada.“Cari apa, Ris?” Ternyata aku tidak memperhatikan Ibu dan Angga yang sedang mengobrol dekat dapur.“Cari sesuatu yang aku cari.
Akhirnya aku bisa menghela nafas kasar usai Mas Bagas pergi dari rumahku. Cukup lelah hari ini, padahal aku hanya membuat beberapa toples kue saja. Mungkin saja ini permulaan, nanti juga akan terbiasa dengan pekerjaan baru ini.Aku segera membersihkan diri sebelum memulai memasak untuk makan malam. Guyuran air dingin turut menyegarkan badanku dari penatnya seharian ini. Masalah serta usaha baru yang mulai aku rintis. “Aku harus pasang CCTV, tidak apa aku harus mengurangi tabunganku lagi demi keamanan!” CCTV menurutku sangat penting semenjak ada teror di rumah. Usai membersihkan diri, disela-sela memasak, aku menyempatkan diri mencari CCTV yang mudah dijangkau oleh harga. Aku urutkan mulai harga serta spesifikasi terendah.“Bagusnya yang empat titik, sayangnya harga belum termasuk ongkos pasang!” Aku mengeluhkan pemasangan harga CCTV. “Tidak apa, demi keamanan!” Akhirnya aku memutuskan hendak membeli CCTV empat titik meski harus dengan harga yang cukup mahal.“Sibuk amat, Ris!” Aku t
Keputusan Ibu tidak bisa diganggu gugat. Mau tidak mau, aku besok harus dibantu oleh dia. Aku kira aku bisa menghindar beberapa waktu dan tidak bertemu dengannya. Ternyata Ibu malah memintanya menemaniku membuat kue.DrrtKedua mataku membulat sempurna ketika melihat panggilan di ponselku ternyata dari Dara. Malas sekali aku menerima panggilannya. DrrtMeski sudah aku abaikan ternyata dia kembali menghubungiku lagi. Selalu saja dia begitu.“Angkat saja, Ris!” Ibu ternyata juga memperhatikan pemilik nomor ponsel yang menelponku.“Baiklah!”Aku terpaksa menekan tombol hijau dan bersiap berbicara dengan Dara.“Halo!” Aku menyapa bernada santai. Namun terdengar di seberang sana, sepasang lelaki tengah bertengkar.“Heh, pelakor!” Aku mengernyitkan dahiku mendengar Dara menyebutku seorang pelakor.“Pelakor? Bukannya itu kamu?” Dia diam sejenak, nafasnya terdengar memburu karena emosi yang memuncak.“Kenapa kamu menyuruh Mas Bagas rujuk denganmu?” Apa aku tidak salah dengar dengan pertanyaa
Pagi ini sesuai perintah Ibu, Angga datang pagi-pagi saat aku sedang bersiap mengaduk adonan kue. “Sini, biar aku yang ngaduk!” Dia mengambil baskom berisi bahan yang sudah siap diaduk. Dia begitu lihai mengaduk adonan kue kering. “Jangan menatapku terus, nanti jatuh cinta!” Sikapnya tetap sama sejak dulu, kepedean dj jika di depanku.“Ish! Ngapain juga aku cinta sama kamu?” Aku beralih membuat adonan kue lain untuk Ara. Kue lidah kucing dan nastar adalah kesukaan Ara. Tidak sabar melihat senyum Ara nanti saat melihatku datang membawa kue kesukaannya.Ternyata peran Angga membuat pekerjaan menjadi ringan. Kue sebanyak ini bisa menghabiskan waktu seharian, tetapi karena bantuan Angga, kue bisa selesai sampai siang hari termasuk pengemasan.“Ada aku jadi cepat selesai, bukan?” Sahutnya sambil memasukkan beberapa toples ke dalam kardus. “Iya, iya. Terima kasih!” Sahutku sambil mencebik ke arahnya.Usai mengemas semua pesanan, kami segera menghubungi ojek online untuk mengantar pesana