Singkat cerita, setelah kepergian Mas Bagas pergi merantau, kami pun memberi tahu kabar ini kepada Ara termasuk bebasnya Mas Bagas. “Terima kasih, Ma. Terima kasih ayah! Ara bangga sama kalian!” Aku memeluk Ara dengan suka cita. Kabar baik ini telah memberikan semangat untuknya.“Sama-sama, Ara. Ayah dan Mama sudah janji padamu!” Sungguh, kebahagiaan yang luar biasa setelah melihat semua kembali baik-baik saja. Ara yang mulai menerima sang ayah, ditambah Mas Bagas yang sudah kembali ke jalan yang benar.Sejak menikah dengan Angga, hidupku dipenuhi kebahagiaan. Usaha yang kami jalankan berdua berjalan lancar, usaha toko agen sembako miliknya juga berjalan lancar. Semua tidak lepas dari dukungan serta doa Ibu dan Ibu mertuaku.Untuk masalah mantan Ibu mertuaku, aku tidak tahu kabarnya sampai saat ini. Dimanapun keberadaannya semoga diberikan kesehatan dan kembali ke jalan yang benar. Angga menggandeng tanganku berjalan di tepi pantai menikmati senja. Sepulang dari asrama, Angga menga
Hari ini aku memutuskan pindah rumah lebih dekat dengan rumah makan milik mendiang ayahku yang sudah aku kelola usai perceraianku dengan Mas Bagas. Sengaja aku memilih pindah rumah dengan alasan supaya bisa cepat sampai ke restoran apalagi lokasi boarding school Ara juga tidak jauh dari sana. Aku menggunakan jasa sekaligus yang akan mengatur semua desain rumahku. Aku memilih rumah yang tidak terlalu besar, karena aku hanya tinggal bersama Ibuku saja. “Ara, sudah disiapkan semua keperluannya?” tanyaku pada Ara, gadis kecilku yang kini sudah menginjak remaja. “Sudah, Ma. Tingga pembalut saja yang belum!” Sahut Ara sambil memainkan ponsel miliknya sebelum nanti akan diberikan padaku karena ada larangan membawa ponsel di asrama. Ara berusia 13 tahun dan kini masuk ke salah satu boarding school ternama di kota ini. Bukan tanpa alasan aku memilih sekolah berasrama karena aku ingin Ara menjadi wanita yang berakhlak yang baik dan wanita yang paham ilmu agama.Aku mampir sejenak ke sebuah s
Aku maklumi jika mungkin bagi mereka aku tidak pantas dipanggil sebagai seorang atasan mereka. Karena yang mereka pandang pertama adalah penampilan. Penampilan menarik dianggapnya sebagai orang sukses serta berpendidikan seperti pada umumnya.“Bu Rista pemilik restoran ini, Bu. Termasuk restoran induk yang ada di beberapa tempat!” Jawab Karyawanku yang aku minta menjadi manajer di restoran cabang ini.“Tidak mungkin!” sahut mereka serempak. Aku tersenyum kecil mendengar mereka bertiga seakan terkejut dengan kesuksesan yang aku miliki sekarang.Aku menyerahkan kembali dokumen yang sudah aku tandatangani kepada manajerku. Aku meminta Ara segera menghabiskan minumannya sebelum kembali ke boarding school.“Rista, apakah yang dikatakan lelaki itu benar?” Mantan mertuaku serta mantan suamiku sepertinya masih tidak percaya. Kedua mata mereka bertiga menatapku seakan mengintimidasiku.“Menurutmu bagaimana?” Aku penasaran dengan jawaban mereka.“Menurutku itu tidak mungkin. Mana mungkin warung
Aku mengabaikan panggilan dari mantan suamiku itu. Menurutku itu lebih baik daripada harus menanggapi ucapannya yang tidak penting. Aku memilih pergi ke dapur menyiapkan makan siang untukku dan Ibu. Meski sudah berkecukupan, aku tetap melakukan pekerjaan rumah sendiri. Tidak mempekerjakan asisten rumah tangga. Aku tidak suka ada orang asing tinggal di rumahku.“Rista, ponselmu berdering dari tadi!” Panggilan Ibu membuyarkan kegiatanku memasak. Aku mengambil ponsel dan menolak panggilan darinya.“Mas Bagas menghubungiku lagi, Bu. Tidak pantas jika Rista menerima panggilannya, karena Maa Bagas juga sudah memiliki istri!” “Mungkin ingin bicara sama Ara!” Ibuku masih berharap pada Mas Bagas untuk mengingat Ara.“Mas Bagas sudah tahu Ara di asrama. Jadi tidak ada alasan menghubungiku untuk bicara dengan Ara, Bu!” Ibuku mengangguk pelan. Mungkin paham dengan yang aku katakan. Memang tidak pantas jika kami saling berhubungan meski melalui sambungan telepon. Apalagi soal Ara, Mas Bagas bisa
Aku tidak menyangka dengan jalan pikiran Mas Bagas dengan mengirim pesan itu padaku.“Apa dia keracunan makanan sampai tidak bisa berpikir jernih?” Gumamku sambil menghapus pesan dari Mas Bagas. Aku juga segera memblokir nomor ponselnya.“Kamu kenapa ngedumel sendiri?” “Mas Bagas, Bu. Setelah melihat kesuksesanku, tiba-tiba mengajak rujuk. Padahal tadinya menghina penampilanku!” Ibu menggeleng pelan sesekali terdengar lantunan istighfar dari bibirnya. Mungkin Ibu juga terkejut dengan sikap yang diambil mantan suamiku ini.“Ibu tidak ingin kamu rujuk dengan Bagas. Ibu sudah terlalu kecewa dengannya, Ris!”“Rista juga tidak mau, Bu. Kalau Rista sampai rujuk, sama saja menjadi pelakor. Lagian Rista tidak mau jatuh ke lubang yang sama. Rista cukup bahagia menjalani hidup seperti ini. Membesarkan anak dan melanjutkan usaha keluarga!” Tidak banyak yang aku minta setelah perceraian. Jika setelah perceraian banyak yang menginginkan pasangan yang lebih baik. Namun bukan itu yang aku inginkan
[Jangan kira kamu bisa mendapatkan semua yang kamu inginkan. Aku tetap akan merampasnya darimu] Sebuah pesan dari nomor baru masuk ke ponselku. Aku sama sekali tidak takut dengan ancaman yang bisa dipastikan dari keluarga Mas Bagas. Aku menyodorkan ponselku pada Maya, seketika dia membacanya dan berakhir menggeleng kepalanya pelan.“Keluarga benalu, semua keturunannya juga benalu semua!” sahut Maya. Maya kembali meletakkan ponsel di meja. “Iya, semua menyusahkan termasuk istrinya itu!” “Aku dulu tidak suka saat kalian bersahabat. Dara bukanlah gadis baik, dia akan memanfaatkan pertemanan! Dara sudah mengincar Bagas sejak kalian menikah. Perselingkuhan mereka akhirnya terkuak menjelang kalian bercerai!” Aku mengangguk pelan, memang aku dulu curiga saat Mas Bagas tiba-tiba sering mendapat sesuatu dari seseorang. Barang-barang itu adalah kesukaan Mas Bagas dan selama menikah, hanya aku dan Dara yang mengetahuinya karena aku sering bercerita mengenai Mas Bagas pada Dara. Awalnya aku ab
Aku mengabaikan sejenak orang yang sedang mengawasiku. Tidak peduli dia siapa yang penting disini aku tidak merasa mengganggunya.“Tidak terasa kita sudah tua begini!” Sahut Angga. Hampir dua belas tahun tidak saling bertemu, jadi ada rasa rindu akan kebersamaan serta kekompakan kami dulu.“Iya, rasanya kangen banget sama teman-teman sekolah,” Maya menimpali ucapan Angga.“Kalian kompak sekali!” Sahutku begitu saja. Sepertinya menjodohkan mereka yang masih sama-sama lajang adalah rencana yang cukup baik. “Bagaimana kalau aku bikin acara reuni untuk teman sekelas?” Sebetulnya itu ide bagus, tapi pasti nanti aku bertemu dengan Dara. Sahabat yang dulu menjalin hubungan dengan Mas Bagas sebelum kami bercerai. Ah, biarkan saja. Aku juga sudah tidak peduli dengan mereka. “Ide bagus itu, Angga. Nostalgia jaman sekolah!” Aku pun menyetujui ide Angga mengadakan acara reuni. Tidak masalah jika nanti ada yang akan menggangguku. Aku sudah tahu resiko yang nantinya aku hadapi.“Kita catat semua
Reuni memang masih diselenggarakan satu bulan lagi, mengingat perlu banyak persiapan. Termasuk mengundang guru-guru kami saat masih SMA. Meski sudah menjadi alumni, namun jasa guru tidak pernah terbalaskan.TingPonselku bergetar, aku lihat sebuah pesan masuk dari nomor baru.[Ris, sudah tidur?] Sebuah pesan dari Angga. Aku bisa menebaknya melalui foto profilnya.[Belum, ada apa?] Aku membalas pesannya.[Ya sudah, cepat tidur karena besok kamu pasti sibuk dengan restoran kamu] Aku tidak lagi menanggapi pesan yang dikirim Angga padaku. Aku meletakkan kembali ponselku di nakas dan bersiap hendak ke peraduan. Pikiranku melayang akan hari esok, tidak lupa harapan aku lantunkan sebelum aku tidur. Baru juga hendak memejamkan kedua mataku, ponselku lagi-lagi berdering. Aku melihat dengan jelas foto profilnya. Aku langsung menonaktifkan ponselku supaya tidak lagi berhubungan dengannya.Dini hari, aku merasa tubuhku diguncang pelan oleh seseorang.“Ris, Rista. Bangun cepat!” aku sangat mengen