Beranda / Pernikahan / Membalas Hinaan Mantan Suami / Bab 3. Telepon dari Mas Bagas

Share

Bab 3. Telepon dari Mas Bagas

Aku mengabaikan panggilan dari mantan suamiku itu. Menurutku itu lebih baik daripada harus menanggapi ucapannya yang tidak penting. Aku memilih pergi ke dapur menyiapkan makan siang untukku dan Ibu. Meski sudah berkecukupan, aku tetap melakukan pekerjaan rumah sendiri. Tidak mempekerjakan asisten rumah tangga. Aku tidak suka ada orang asing tinggal di rumahku.

“Rista, ponselmu berdering dari tadi!” Panggilan Ibu membuyarkan kegiatanku memasak. Aku mengambil ponsel dan menolak panggilan darinya.

“Mas Bagas menghubungiku lagi, Bu. Tidak pantas jika Rista menerima panggilannya, karena Maa Bagas juga sudah memiliki istri!” 

“Mungkin ingin bicara sama Ara!” Ibuku masih berharap pada Mas Bagas untuk mengingat Ara.

“Mas Bagas sudah tahu Ara di asrama. Jadi tidak ada alasan menghubungiku untuk bicara dengan Ara, Bu!” Ibuku mengangguk pelan. Mungkin paham dengan yang aku katakan. Memang tidak pantas jika kami saling berhubungan meski melalui sambungan telepon. Apalagi soal Ara, Mas Bagas bisa langsung menghubungi pihak yayasan dan bicara langsung pada Ara.

Ting 

Ting

Ting

Beberapa pesan masuk dari nomor Mas Bagas. Tanpa aku baca, aku segera menghapusnya kemudian menonaktifkan ponselku supaya tidak menggangguku.

Mood Ku benar-benar berantakan sejak bertemu dengan Mas Bagas. Imbasnya, makanan yang aku buat tidak terasa enak. Rasanya hambar tidak karuan.

“Bu, tolong cicipi masakan Rista! Benar-benar kacau hari ini!” Ibu mengambil sendok dan mencicipi kuah capcay yang aku buat. Tanpa berkomentar, Ibu meraih beberapa bumbu dan perasa untuk ditambahkan ke dalam capcay buatanku.

“Istirahatlah, Rista. Sebentar lagi dhuhur, lebih baik tenangkan dirimu di mushola. Berdzikirlah untuk menenangkan pikiran kamu!” Aku menurut apa kata Ibuku. Memang benar, setiap aku merasa gelisah, khawatir dan perasaan sedang kesal, Ibu selalu menyuruhku berwudhu kemudian berdzikir sampai benar-benar tenang.

Aku mengambil wudhu sebelum memasuki mushola kecil di rumah ini. Aku menyukai rumah yang terdapat mushola pribadi di dalamnya, sama seperti mendiang ayah. Rumah diwajibkan memiliki mushola di dalamnya meski tidak besar.

Setelah melakukan shalat sunnah dua rakaat, aku lanjutkan dengan berdzikir hingga adzan dzuhur tiba. Tidak berapa lama, Ibu menyusulku di mushola untuk melakukan shalat dzuhur berjamaah. 

Usai makan siang, aku memeriksa semua laporan dari beberapa manajer yang ditugaskan di beberapa cabang. Aku benar-benar baru bisa menikmati beberapa hari ini setelah lima tahun berkecimpung langsung demi berjalannya usaha warisan ayah. 

“Ada masalah, Ris?” Ibu melihatku berkutat dengan laptop usai makan siang.

“Tidak ada, cuma memeriksa laporan harian saja, Bu. Alhamdulillah, sekarang Rista bisa sedikit lebih tenang karena semua sudah berjalan lancar,” Ibu duduk di sampingku usai membawakan aku camilan serta teh hangat untukku.

“Alhamdulillah. Semua ini hasil jerih payahmu dan juga ayahmu. Ibu bersyukur sekali, memiliki anak perempuan sepertimu. Aldi bagaimana? Apakah dia sudah menghubungimu hari ini?” Tiba-tiba Ibu menanyakan adikku. Anak bungsu yang tengah menempuh pendidikan di Yaman dengan jalur beasiswa prestasi. Adik lelaki ku jarang pulang, karena diperbantukan mengajar di salah satu yayasan di sana. 

“Hari ini belum menghubungi Rista, Bu. Mungkin nanti malam!” Aku mencoba menghibur Ibu yang rindu pada anak lelakinya. Aldi juga hampir setiap hari berkirim pesan padaku meski tidak bicara langsung melalui sambungan telepon.

“Baiklah. Ibu mau keluar menyiram tanaman dulu!” Di halaman rumah terdapat beberapa bunga mawar yang aku pesan khusus untuk Ibu. Bukan tanpa alasan, bunga mawar adalah bunga kesukaan Ibu dan Ayah.

“Ris-Rista. Lihat si Lala di depan!” Ibuku masuk dengan nafas tersengal-sengal. Tanpa berpikir panjang, aku berlari keluar rumah dan mendapati kondisi Lala dengan wajah lebam. Entah karena apa, yang jelas Lala jatuh terduduk dengan kondisi lebam di wajah. Sebenarnya aku malas sekali menolongnya, tetapi karena Ibuku terus mendesak, akhirnya aku terpaksa menghampirinya.

“La, kamu nggak apa-apa?” Aku mencoba tetap berbaik hati padanya. Akan tetapi rasa kesalku bertambah ketika kedua mata Lala menatap nyalang ke arahku.

“Ck, ngapain kamu kemari? Mau menertawakan aku?” Lala berdiri sambil mengibaskan rambutnya yang berwarna pirang yang di ombre dengan warna ungu kemudian pergi menggunakan motor scoopy berwarna pink. Ibu hanya beristighfar melihat sikap Lala barusan.

“Kok ada ya, gadis sejahat itu!” Ibuku menghela nafas besar menatap Lala yang semakin menjauh. Aku melihat guratan kecewa yang terpancar dari wajah Ibuku.

“Sudah turunan, Bu. Semua begitu!” Sahutku sambil berlalu.

“Huss, tidak boleh begitu. Mungkin dia tidak ada yang membimbing ke jalan yang benar!” Ibuku selalu begitu. Padahal sudah jelas Lala menunjukkan sikap buruknya padaku.

Aku merasa akan ada banyak gangguan setelah pindah kemari. Tapi bagaimana lagi, aku butuh tempat tinggal yang mudah menjangkau tempat usahaku serta asrama Ara.

Ponselku kembali bergetar panggilan dari nomor baru. Aku cukup tenang karena bukan nomor Mas Bagas tadi. Aku berharap jika ini adalah nomor salah satu pemilik lokasi yang aku sewa untuk pembukaan cabang selanjutnya.

“Halo.”Aku tidak mendengar suara siapapun disana.

“Halo, Rista. Aku ingin bicara padamu sebentar,” seketika aku menutup panggilan setelah tahu pemilik suara tersebut. Mas Bagas ternyata menghubungiku menggunakan nomor ponsel lain. Aku tidak menyangka dia tetap menghubungiku meski aku sudah menolaknya dari tadi.

Ting

[Rista, aku rindu padamu] Mual sekali aku membacanya. Tadi pagi menghinaku dan Ara, siang ini dia rindu padaku. Benar-benar pagi kedelai sore jadi tempe. Aku hapus pesannya, kemudian memblokir nomor baru yang digunakan Mas Bagas. Aku benar-benar ingin menjauh dari mantan suami dan keluarganya yang gila harta. 

Ting

Ting

Kedua mataku membulat sempurna melihat sebuah pesan dari nomor asli Mas Bagas yang belum sempat aku blokir. Benar-benar gila, sampai dia berani mengirim pesan memalukan seperti itu padaku.

Pesan apa yang dikirim Bagas?

Tunggu Bab selanjutnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status