Aku tidak menyangka dengan jalan pikiran Mas Bagas dengan mengirim pesan itu padaku.
“Apa dia keracunan makanan sampai tidak bisa berpikir jernih?” Gumamku sambil menghapus pesan dari Mas Bagas. Aku juga segera memblokir nomor ponselnya.“Kamu kenapa ngedumel sendiri?” “Mas Bagas, Bu. Setelah melihat kesuksesanku, tiba-tiba mengajak rujuk. Padahal tadinya menghina penampilanku!” Ibu menggeleng pelan sesekali terdengar lantunan istighfar dari bibirnya. Mungkin Ibu juga terkejut dengan sikap yang diambil mantan suamiku ini.“Ibu tidak ingin kamu rujuk dengan Bagas. Ibu sudah terlalu kecewa dengannya, Ris!”“Rista juga tidak mau, Bu. Kalau Rista sampai rujuk, sama saja menjadi pelakor. Lagian Rista tidak mau jatuh ke lubang yang sama. Rista cukup bahagia menjalani hidup seperti ini. Membesarkan anak dan melanjutkan usaha keluarga!” Tidak banyak yang aku minta setelah perceraian. Jika setelah perceraian banyak yang menginginkan pasangan yang lebih baik. Namun bukan itu yang aku inginkan. Aku hanya ingin membesarkan anakku dengan baik serta memberikan pendidikan yang terbaik untuk Ara. Ditambah membesarkan usaha keluarga sudah membuatku tidak berhenti bersyukur akan hidupku yang sekarang.Malam ini aku bisa tidur dengan nyenyak karena tidak ada gangguan dari Mas Bagas. Ponsel aku nonaktifkan supaya tidak ada yang menghubungiku.Keesokan harinya, aku dikejutkan dengan panggilan dari karyawanku. “Bu. Pak Bagas tidak mau membayar makanan yang dia pesan bersama keluarganya. Katanya pembangunan restoran memakai uangnya!” Aku tidak heran Mas Bagas tidak mau membayar harga makanan dengan alasan masih ada hak dalam pembangunan restoran. Pasti dia ingin mengambil keuntungan dari restoran.“Suruh dia bayar! Restoran tidak ada sangkut pautnya dengan Mas Bagas!” balasku pada karyawan yang mengirim kabar padaku. Aku mencari pemukul kasti milik Ara, kuganti gamisku dengan kostum olahraga syar’i. Aku lajukan mobilku ke restoran tempat Mas Bagas makan bersama keluarganya. Untung saja lokasi tidak terlalu jauh dari komplek perumahanku. Aku tenteng pemukul bola kasti ke dalam restoran. Beberapa pengunjung heran melihatku berdiri di samping keluarga Mas Bagas yang lagi asik menikmati sarapan."Enak ya?" Aku melihat mereka bertiga makan lahap seperti tidak pernah makan enak.“Rista, aku senang kamu datang. Kita makan bersama!” Mas Bagas tidak malu mengajakku makan bersama padahal ada Dara di sampingnya. Benar-benar tidak tahu malu atau kemaluannya sudah putus.“Sudah bayar makanannya?” Aku menyandarkan pemukul kasti itu di pundak seakan bersiap memukul seseorang.“Untuk apa aku bayar. Aku mantan suami dan restoran ini ada andil dariku!” Mas Bagas berdiri dan mengedarkan pandangan ke pelanggan restoran berlagak seorang bos.Aku dorong dada Mas Bagas menggunakan pemukul kasti yang kubawa. Tidak lupa aku tunjukkan senyum meremehkan padanya. Bukan karena sombong, tapi peringatan supaya tidak lagi meremehkan aku dan tidak mengaku pemilik restoran keluargaku.“Kamu nggak keracunan makanan sampai membuat otakmu sedikit miring? Nafkah saja cuma dua puluh ribu, sok sok an ikut andil dalam pembangunan restoran. Jangan mimpi!” Mas Bagas terdiam mendengar ucapanku. Ditambah lagi pelanggan restoran menertawakan Mas Bagas. Tidak sedikit ada yang mengambil foto dan video Mas Bagas.“Nafkah dua puluh ribu tetap harus disyukuri, Rista!” Mulut mantan mertuaku ini semakin membuatku gemas.“Kamu yang sopan dong sama mantan suami kamu. Mas Bagas ikut andil juga dalam restoran ini!” Dara ikut nyolot juga, mulut wanita ini ingin sekali aku sumpal dengan ember berkarat.“Mau aku sumpal mulutmu pakai pemukul ini. Sepertinya diameternya sesuai ukuran mulutmu!” Wajah Dara berubah ketakutan ditambah lagi dia kini menjadi pusat perhatian pelanggan restoran. Aku menatap kembali wajah Mas Bagas dengan tatapan nyalang. “Bayar atau aku pukul kepalamu pakai pemukul kasti? Aku bukan Rista yang mudah kau bodohi seperti saat menjadi istrimu!” Wajah Mas Bagas seketika berubah pucat dengan gayaku yang sekarang. Kudorong dadanya lagi pakai pemukul kasti. Beberapa karyawan memberikan acungan jempol padaku karena mungkin kedatangan keluarga Mas Bagas kurang menyenangkan.“Bu, Pak Bagas tadi meminta uang lima juta pada kasir. Katanya bagi hasil keuntungan!” Aku tatap sekali lagi wajah mantan suamiku yang sudah lempeng ini.“Cepat serahkan!” Kaki kananku aku angkat ke kursi. Tidak masalah aku dibilang preman syar’i atau apalah. Asalkan benalu-benalu di depanku pergi.“Ti-tidak bisa, Rista. Aku–BrakMeja tempat makan aku tendang hingga roboh dan piring-piring di atasnya berjatuhan. Aku sama sekali tidak peduli dengan kerugian di meja ini asalkan mereka enyah dari restoran ku.“Cepat berikan sebelum aku mematahkan kakimu supaya tidak lagi datang ke restoran ku!” Dengan tangan gemetar, Mas Bagas mengambil sejumlah uang yang diambil dari balik jas hitam yang dikenakannya kemudian menyerahkan padaku. “Aris, mana bill makanan dia?” Aku memanggil salah satu karyawanku untuk memberikan bill yang aku minta.“Bayar semua total makanan itu!” Karyawan memberikan bill pada Mas Bagas. Mas Bagas akhirnya membayar makanan yang dia makan bersama Dara.“Cepat pergi!” Usai mendengar hentakan suaraku, mereka bertiga ngacir begitu saja tanpa permisi. Benar-benar tidak tahu diri jadi orang.Terdengar riuh tawa dan tepukan tangan dari beberapa karyawanku dan juga pelanggan restoran. “Bu Rista, hebat! Bisa membuat tiga benalu itu takut!” Salah satu karyawanku memberikan pujian padaku.“Tadi aku sudah mikir bakal mengganti uang yang diambil Pak Bagas, Bu. Alhamdulillah, Bu Rista akhirnya menolong kami!” Nana, Kasir yang ketakutan karena khawatir akan diminta ganti rugi sejumlah uang yang diminta Mas Bagas.“Cetak foto Mas Bagas dan sebarkan di cabang restoran yang lain. Beri keterangan kalau dia tidak boleh datang ke restoran kita alias dilarang!” Pihak admin segera mengerjakan tugasku membuat foto yang aku perintahkan. “Rista!” Aku menoleh ke sumber suara orang yang memanggilku. Dia terlihat melambaikan tangan padaku. Bibirku tersenyum melihat wanita yang sudah lama sekali tidak aku temui. “Maya!” Aku berbalik melambaikan tangan padanya. Maya, salah satu temanku yang juga sedang merintis usaha sandal jepitnya datang ke restoran.“Maya, bagaimana kabarmu?” Aku menghamburkan pelukanku pada salah satu teman yang dulu selalu membuatku tertawa. Meskipun tidak terlalu dekat, namun aku selalu merindukan gaya kocaknya yang selalu membuatku tertawa.Aku mempersilahkan teman lamaku ini duduk di ruang kerjaku. Tanpa diminta, karyawanku menyuguhkan minuman dan cemilan untuk kami.“MasyaAllah, kamu tetap paling keren, Ris. Kamu bisa memajukan usaha restoran ayahmu yang dulu hampir bangkrut!” Dia selalu mendukung kemajuan aku sejak dulu. Meski tidak bisa membantu secara materi, namun dia selalu memberikan semangat serta solusi. Hanya saja di saat restoran mulai berkembang ketika aku bercerai, aku dan dia kehilangan kontak karena dia kehilangan ponselnya saat ikut pelatihan di luar kota.“Alhamdulillah, May. Sejak aku berpisah dengan Mas Bagas, aku fokus melanjutkan usaha ayah serta membesarkan Ara!” Aku sebenarnya malu mengatakan perihal rumah tanggaku.“Jadi kalian bercerai?” Aku mengangguk pelan sambil tersenyum kecut.“Biasa aja kali, Ris. Lagian aku juga bersyukur banget kamu bercerai dari lelaki model benalu. Aku sudah kenal sama ibunya Bagas jadi tidak heran kamu bakal tidak betah!” Begitulah Maya, gaya bicaranya ceplas ceplos apa adanya tetapi sering benar adanya. Dia dulu yang paling tidak setuju aku berhubungan dengan Mas Bagas. TingSebuah pesan dari nomor baru bernada ancaman. Siapa yang mengirim pesan ancaman pada Rista?[Jangan kira kamu bisa mendapatkan semua yang kamu inginkan. Aku tetap akan merampasnya darimu] Sebuah pesan dari nomor baru masuk ke ponselku. Aku sama sekali tidak takut dengan ancaman yang bisa dipastikan dari keluarga Mas Bagas. Aku menyodorkan ponselku pada Maya, seketika dia membacanya dan berakhir menggeleng kepalanya pelan.“Keluarga benalu, semua keturunannya juga benalu semua!” sahut Maya. Maya kembali meletakkan ponsel di meja. “Iya, semua menyusahkan termasuk istrinya itu!” “Aku dulu tidak suka saat kalian bersahabat. Dara bukanlah gadis baik, dia akan memanfaatkan pertemanan! Dara sudah mengincar Bagas sejak kalian menikah. Perselingkuhan mereka akhirnya terkuak menjelang kalian bercerai!” Aku mengangguk pelan, memang aku dulu curiga saat Mas Bagas tiba-tiba sering mendapat sesuatu dari seseorang. Barang-barang itu adalah kesukaan Mas Bagas dan selama menikah, hanya aku dan Dara yang mengetahuinya karena aku sering bercerita mengenai Mas Bagas pada Dara. Awalnya aku ab
Aku mengabaikan sejenak orang yang sedang mengawasiku. Tidak peduli dia siapa yang penting disini aku tidak merasa mengganggunya.“Tidak terasa kita sudah tua begini!” Sahut Angga. Hampir dua belas tahun tidak saling bertemu, jadi ada rasa rindu akan kebersamaan serta kekompakan kami dulu.“Iya, rasanya kangen banget sama teman-teman sekolah,” Maya menimpali ucapan Angga.“Kalian kompak sekali!” Sahutku begitu saja. Sepertinya menjodohkan mereka yang masih sama-sama lajang adalah rencana yang cukup baik. “Bagaimana kalau aku bikin acara reuni untuk teman sekelas?” Sebetulnya itu ide bagus, tapi pasti nanti aku bertemu dengan Dara. Sahabat yang dulu menjalin hubungan dengan Mas Bagas sebelum kami bercerai. Ah, biarkan saja. Aku juga sudah tidak peduli dengan mereka. “Ide bagus itu, Angga. Nostalgia jaman sekolah!” Aku pun menyetujui ide Angga mengadakan acara reuni. Tidak masalah jika nanti ada yang akan menggangguku. Aku sudah tahu resiko yang nantinya aku hadapi.“Kita catat semua
Reuni memang masih diselenggarakan satu bulan lagi, mengingat perlu banyak persiapan. Termasuk mengundang guru-guru kami saat masih SMA. Meski sudah menjadi alumni, namun jasa guru tidak pernah terbalaskan.TingPonselku bergetar, aku lihat sebuah pesan masuk dari nomor baru.[Ris, sudah tidur?] Sebuah pesan dari Angga. Aku bisa menebaknya melalui foto profilnya.[Belum, ada apa?] Aku membalas pesannya.[Ya sudah, cepat tidur karena besok kamu pasti sibuk dengan restoran kamu] Aku tidak lagi menanggapi pesan yang dikirim Angga padaku. Aku meletakkan kembali ponselku di nakas dan bersiap hendak ke peraduan. Pikiranku melayang akan hari esok, tidak lupa harapan aku lantunkan sebelum aku tidur. Baru juga hendak memejamkan kedua mataku, ponselku lagi-lagi berdering. Aku melihat dengan jelas foto profilnya. Aku langsung menonaktifkan ponselku supaya tidak lagi berhubungan dengannya.Dini hari, aku merasa tubuhku diguncang pelan oleh seseorang.“Ris, Rista. Bangun cepat!” aku sangat mengen
Usai mengunjungi Ara, aku gegas pulang ke rumah. Aku sudah panas usai melihat Dara dan juga Mas Bagas. Mood Ku benar-benar berantakan karena ulah mereka di depan Ara. Andai Ara tidak di antara kami, mungkin aku sudah menendang wajahnya yang tidak tahu malu.Sesampai di pos satpam, aku melihat mantan mertuaku dan juga Lala. Lala sudah sadar dan masih mengenakan pakaian semalam. Apa mungkin Lala baru sadar siang ini? Aku melajukan mobilku menuju ke rumahku.“Assalamu alaikum!” Aku mencium punggung telapak tangan Ibuku.“Waalaikum salam!” “Bagaimana Ara? Apa dia baik-baik saja?” Tanya Ibu kepada cucu kesayangannya.“Alhamdulillah, Bu. Ara ternyata lebih nyaman di asrama! Badannya juga terlihat lebih berisi,” aku sengaja menyembunyikan kejadian memalukan di asrama tadi daripada membuat beban pikiran Ibuku.Aku duduk bersama Ibu menikmati sejuknya angin siang hari. Apalagi di teras rumah terdapat pohon mangga yang cukup rindang. Sekotak buah potong yang aku beli sebelum pulang menjadi cam
Satu bulan berlalu dan tepat hari ini adalah acara reuni dilaksanakan. Aku menggunakan gamis berwarna senada. Sebuah cincin berlian tidak lupa kusematkan di jari manisku. Cincin berlian hasil kerja kerasku usai bercerai dengan Mas Bagas.“Kamu cantik sekali, Nak. Ibu hanya bisa mendoakan, semoga kamu diberikan kebahagiaan!” Ibu mengusap kepalaku yang tertutup hijab lebar yang menjuntai. Penampilanku ini mungkin akan dianggap memalukan oleh sebagian orang. Apalagi saat masih sekolah, aku selalu berpenampilan modis tanpa hijab. Aku berhijab ketika menikah dengan Mas Bagas sebagai baktiku menjadi seorang istri yang harus menjaga kehormatannya.“Rista sudah cukup bahagia bersama Ibu dan Ara. Untuk saat ini, belum ada kebahagiaan lain selain Ibu dan Ara!” Aku mencium punggung telapak tangan Ibuku saat akan pergi menghadiri acara reuni. Sebenarnya aku juga sudah tidak sabar bertemu teman-teman paling gokil.Mobil yang kukendarai sudah mulai memasuki area parkir. Samar-samar aku melihat Dara
Aku merasa sangat jengah melihat penampilan Dara seperti bulan lalu saat ke asrama. Aku sendiri bahkan ikut malu dengan penampilan Dara yang tidak lain adalah ibu tiri Ara.“Mama!” Ara menghamburkan pelukannya padaku, begitulah jika lama tidak bertemu. Kemudian dia mencium punggung telapak tangan Maya dan Angga. “Hai gadis cantik!” Sapa Angga pada Ara. “Hai, Om. Bagaimana kabarnya?” “Alhamdulillah. Om selalu baik! Ara nyaman tinggal di Asrama?”“Nyaman dong, Om. Kalau pun rindu, pasti hanya rindu pada Mamaku yang sangat baik dan cantik!” “Nona kecil, kapan liburan? Tante mau ajak jalan-jalan ke Malang!” Wajah Ara seketika terlihat begitu ceria usai mendengar ajakan Maya berlibur ke luar kota. Apalagi kota yang terkenal dengan buah apelnya itu.“Tiga bulan lagi Ara udah libur sekolah, Te. Sepertinya rencana Tante sangat bagus. Ara ingin sekali jalan-jalan ke tempat yang sejuk!” “May, Ara saja yang kamu ajak! Aku juga ikut dong!” Angga ternyata tidak mau ketinggalan. Pria berusia k
Wajah Mas Bagas kali ini cukup berbeda ketika tiba-tiba mendatangi meja makan kami. Aku lihat Ara begitu asyik menikmati ikan bakar bersama kedua temanku.“Ara, Ayah ingin bicara padamu. Ayah rindu padamu!” Ara menghentikan aktivitas makannya sejenak dan menatap sang ayah yang sudah lima tahun menelantarkannya.“Untuk apa?” Suara Ara terlihat cukup singkat dan lebih mengarah ke sikap judes.“Ayah rindu!” Sahut Mas Bagas. Aku mengamati sikap Mas Bagas memang cukup berbeda. Keangkuhannya seakan sirna saat bertemu Ara.“Sebaiknya ayah fokus sama istri ayah saja. Kalau ayah rindu pada Ara, nanti istri ayah marah sama Ara!” Ara kembali melanjutkan makanannya tanpa ada beban sama sekali.“Kenapa kamu begitu pada ayah?” Mas Bagas masih berharap Ara bersikap baik padanya.“Kenapa ya? Karena Ara sudah tidak berharap punya ayah seperti anda. Sepertinya Ara lebih menyukai seorang Ayah yang sikapnya seperti Om Angga!” Uhuk uhukAku melihat Angga terbatuk karena ucapan Ara yang mungkin ini sangat
“Aldo!” Dia akhirnya bergabung dengan kami. Kami saling bertukar kabar karena hampir setahun tidak bertemu. Dia juga bisnis kuliner sama denganku.“Ma, Ara balik ke asrama dulu sama Om Angga dan Tante Maya!” Setelah berpamitan denganku, mereka bertiga ke asrama mengantar Ara. Entah kenapa sikap mereka bertiga berubah. Tadinya mereka begitu senang saat kami bersama. Tapi setelah kedatangan Aldo, wajah mereka bertiga berubah. Aku ingin ikut dengan mereka tapi aku tidak enak sama Aldo.“Ris. Bagaimana bisnis kuliner kamu?”“Alhamdulillah, sudah ada tiga cabang. Rencana mau nambah lagi, Do. Semoga saja rencananya lancar!” Aku tidak bisa tenang ternyata tanpa mereka. Wajah Angga, Maya dan Ara terlihat berbeda sekali.“Oh ya, Ris. Sebenarnya aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Ya meskipun nggak jauh. Cukup menikmati waktu senggang di tengah bisnis kita yang mulai meroket!” Dia bahkan ingin mengajakku jalan-jalan. Aku akui, parasnya tidak kalah tampan dengan Angga, tapi untuk keputusan pergi