Satu bulan berlalu dan tepat hari ini adalah acara reuni dilaksanakan. Aku menggunakan gamis berwarna senada. Sebuah cincin berlian tidak lupa kusematkan di jari manisku. Cincin berlian hasil kerja kerasku usai bercerai dengan Mas Bagas.“Kamu cantik sekali, Nak. Ibu hanya bisa mendoakan, semoga kamu diberikan kebahagiaan!” Ibu mengusap kepalaku yang tertutup hijab lebar yang menjuntai. Penampilanku ini mungkin akan dianggap memalukan oleh sebagian orang. Apalagi saat masih sekolah, aku selalu berpenampilan modis tanpa hijab. Aku berhijab ketika menikah dengan Mas Bagas sebagai baktiku menjadi seorang istri yang harus menjaga kehormatannya.“Rista sudah cukup bahagia bersama Ibu dan Ara. Untuk saat ini, belum ada kebahagiaan lain selain Ibu dan Ara!” Aku mencium punggung telapak tangan Ibuku saat akan pergi menghadiri acara reuni. Sebenarnya aku juga sudah tidak sabar bertemu teman-teman paling gokil.Mobil yang kukendarai sudah mulai memasuki area parkir. Samar-samar aku melihat Dara
Aku merasa sangat jengah melihat penampilan Dara seperti bulan lalu saat ke asrama. Aku sendiri bahkan ikut malu dengan penampilan Dara yang tidak lain adalah ibu tiri Ara.“Mama!” Ara menghamburkan pelukannya padaku, begitulah jika lama tidak bertemu. Kemudian dia mencium punggung telapak tangan Maya dan Angga. “Hai gadis cantik!” Sapa Angga pada Ara. “Hai, Om. Bagaimana kabarnya?” “Alhamdulillah. Om selalu baik! Ara nyaman tinggal di Asrama?”“Nyaman dong, Om. Kalau pun rindu, pasti hanya rindu pada Mamaku yang sangat baik dan cantik!” “Nona kecil, kapan liburan? Tante mau ajak jalan-jalan ke Malang!” Wajah Ara seketika terlihat begitu ceria usai mendengar ajakan Maya berlibur ke luar kota. Apalagi kota yang terkenal dengan buah apelnya itu.“Tiga bulan lagi Ara udah libur sekolah, Te. Sepertinya rencana Tante sangat bagus. Ara ingin sekali jalan-jalan ke tempat yang sejuk!” “May, Ara saja yang kamu ajak! Aku juga ikut dong!” Angga ternyata tidak mau ketinggalan. Pria berusia k
Wajah Mas Bagas kali ini cukup berbeda ketika tiba-tiba mendatangi meja makan kami. Aku lihat Ara begitu asyik menikmati ikan bakar bersama kedua temanku.“Ara, Ayah ingin bicara padamu. Ayah rindu padamu!” Ara menghentikan aktivitas makannya sejenak dan menatap sang ayah yang sudah lima tahun menelantarkannya.“Untuk apa?” Suara Ara terlihat cukup singkat dan lebih mengarah ke sikap judes.“Ayah rindu!” Sahut Mas Bagas. Aku mengamati sikap Mas Bagas memang cukup berbeda. Keangkuhannya seakan sirna saat bertemu Ara.“Sebaiknya ayah fokus sama istri ayah saja. Kalau ayah rindu pada Ara, nanti istri ayah marah sama Ara!” Ara kembali melanjutkan makanannya tanpa ada beban sama sekali.“Kenapa kamu begitu pada ayah?” Mas Bagas masih berharap Ara bersikap baik padanya.“Kenapa ya? Karena Ara sudah tidak berharap punya ayah seperti anda. Sepertinya Ara lebih menyukai seorang Ayah yang sikapnya seperti Om Angga!” Uhuk uhukAku melihat Angga terbatuk karena ucapan Ara yang mungkin ini sangat
“Aldo!” Dia akhirnya bergabung dengan kami. Kami saling bertukar kabar karena hampir setahun tidak bertemu. Dia juga bisnis kuliner sama denganku.“Ma, Ara balik ke asrama dulu sama Om Angga dan Tante Maya!” Setelah berpamitan denganku, mereka bertiga ke asrama mengantar Ara. Entah kenapa sikap mereka bertiga berubah. Tadinya mereka begitu senang saat kami bersama. Tapi setelah kedatangan Aldo, wajah mereka bertiga berubah. Aku ingin ikut dengan mereka tapi aku tidak enak sama Aldo.“Ris. Bagaimana bisnis kuliner kamu?”“Alhamdulillah, sudah ada tiga cabang. Rencana mau nambah lagi, Do. Semoga saja rencananya lancar!” Aku tidak bisa tenang ternyata tanpa mereka. Wajah Angga, Maya dan Ara terlihat berbeda sekali.“Oh ya, Ris. Sebenarnya aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Ya meskipun nggak jauh. Cukup menikmati waktu senggang di tengah bisnis kita yang mulai meroket!” Dia bahkan ingin mengajakku jalan-jalan. Aku akui, parasnya tidak kalah tampan dengan Angga, tapi untuk keputusan pergi
“Bu, kenalkan dia Aldo!” Aku memperkenalkan Aldo pada Ibu, namun Ibu menatap Aldo dengan tatapan cukup aneh.“Bu, kami sudah saling mengenal lama dan kami sekarang sedang sama-sama dekat!” Ibu masih diam saja. Tiba-tiba saja Ibu berdiri dan beranjak masuk ke dalam. Aku tidak enak dengan Aldo akan sikap yang Ibu tunjukkan. Aku ikut masuk ke dalam dan melihat Ibu di belakang rumah.“Bu,” Ibu sama sekali tidak menatap wajahku. Ibu menatap kolam ikan seperti aku biasanya jika sedang bosan.“Bu, restui hubungan kami!” Ibu sama sekali mengabaikan aku saat ini.“Rista sudah mengenal lama dan dia lelaki baik!” Ibu tetap diam meski aku menjelaskan sosok Aldo.“Pergilah!” Satu kata yang keluar dari mulut Ibuku. Ibu membiarkan aku pergi bersama dengan Aldo meski tatapan Ibu seakan tidak rela. Mungkin karena sebelum pergi, aku telah meyakinkan Ibu jika Aldo adalah lelaki baik. Semoga saja Ibu akan memberikan restu padaku.Kini aku dan Aldo menikmati indahnya wisata taman yang penuh dengan aneka
Aku berjalan kesana kemari memikirkan Ibuku dan juga Angga. Entah bagaimana mereka berdua bisa akrab ditambah lagi sikap Ibu dna cueknya Angga padaku. Hingga menjelang magrib, Ibu dan Angga tidak kunjung pulang. Aku memutuskan melakukan shalat maghrib sendirian dan berharap tidak ada masalah apapun pada ibuku.Aku menunggu kedatangan Ibu di teras rumah ditemani Aldo meski hanya sekedar berkirim pesan. Suara adzan isya bahkan mulai terdengar namun belum ada tanda-tanda kedatangan Ibu. Aku coba menghubungi ponsel Angga namun tetap saja tidak diangkat. Begitupun dengan ponsel Ibuku.Semua masih menjadi sebuah rahasia akan diamnya sang Ibu ditambah kedekatannya dengan Angga. Padahal Angga baru sekali bertemu dengan Ibuku.Jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam dan Ibu belum juga datang. Aku menguap berkali-kali, rasa kantuk mulai menyerang. Kedua mataku sudah tidak bisa diajak kompromi. Maklum saja, seharian tadi aku jalan-jalan bersama kekasihku.Aku masuk ke dalam dan mereba
Aku sudah tidak sabar lagi menanyakan hal ini semua pada Ibu dan Angga. Pertama, aku harus bertanya pada Ibu mengenai foto yang dikirim Aldo. Kedua, sepertinya aku harus menguntit Angga dan Ibu jika mereka pergi berdua.Aku tidak bisa tidur memikirkan Angga dan juga Ibu. Hal ini membuat hubungan kami semakin renggang. Aku mengirim beberapa pesan pada Angga, namun tetap saja tidak dibaca olehnya. Termasuk pertanyaan sebuah foto yang dikirim Aldo padaku. Kedua mataku akhirnya mulai bisa terlelap meski aku merasa sangat singkat.Jam dinding sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Saatnya bangun dan memulai aktivitasku dengan shalat malam. Aku minta semua petunjuk yang terjadi padaku. Kuluapkan semua keluh kesah serta rasa syukurku kepada Allah.Aku hendak ke dapur usai menjalankan shalat malamku. Aku bersiap memasak untuk sarapan kami berdua. Tidak lupa aku juga akan membawakan bekal untuk Aldo. Kebetulan sekali restoran Aldo juga tidak terlalu jauh dari restoran milik ayahku.CeklekSuara p
Satu bulan sudah aku menjalin hubungan dengan Aldo meski tanpa restu Ibu. Ibu tidak merespon apapun jika berhubungan dengan Aldo. “Bu, Minggu keluarga Aldo akan kemari. Mereka datang untuk melamar Rista!” Ibu yang tadinya tengah membaca koran, seketika diletakkan koran itu. Aku senang Ibu mau mendengar ucapanku.“Bu, Rista mohon. Berikanlah restu untuk Rista. Rista pasti akan bahagia bersama Aldo!” Wajah Ibu kini menatapku lekat-lekat.“Baiklah. Tapi setelah menikah dengannya, lepaskan semua aset milik ayahmu!” Ini sungguh di luar dugaan. Aku harus melepas semua jerih payahku begitu saja.“Kenapa harus ada syarat seperti itu, Bu?” Sungguh ini terasa berat sekali. Itu artinya aku akan menjadi istri yang harus diam di rumah karena tidak ada aktivitas seperti biasanya.“Itu keputusan Ibu. Dan juga ada syarat lagi yang harus kamu turuti!” Tidak masalah jika harus mendapatkan syarat lain. Asalkan aku bisa menikah dengan Aldo.“Rista akan penuhi, Bu!” “Biarkan Ara tetap di rumah ini. Jang